visitaaponce.com

Pembakaran Lahan oleh Masyarakat Berisiko Tinggi Picu Karhutla

Pembakaran Lahan oleh Masyarakat Berisiko Tinggi Picu Karhutla
Pelatihan penanganan Karrhutla(Antara/Makna Zaezar)

PENGAMAT Hukum Lingkungan dan Kehutanan Sadino mengungkapkan Peraturan Gubernur Nomor 103 Tahun 2020 tentang Pembukaan Area Lahan Berbasis Kearifan Lokal yang diterbitkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat berisiko tinggi memicu kebakaran lahan dan hutan.

Pasalnya, melalui beleid tersebut, masyarakat diperkenankan membuka lahan perkebunan dengan cara membakar dengan alasan sudah menjadi tradisi turun temurun.

Oleh karena itu, ia menegaskan pergub tersebut perlu diawasi secara ketat supaya tidak menimbulkan persoalan baru di lapangan.

"Aturan hukum tersebut memerlukan pengawasan yang ketat karena api tidak bisa dipastikan hanya berdampak pada satu titik lahan saja," ujar Sadino melalui keterangan resmi, Senin (24/8).

Pergub itu juga harus mampu menjelaskan secara detail mengenai substansi aturan teknis serta batasan-batasan yang ketat terutama terkait waktu pembakaran.

"Jangan ketika memasuki kemarau, ada yang membakar lahan. Itu akan menjadi bumerang seperti meluasnya titik api. Apa lagi Kalimantan Barat sebagian besar lahannya gambut. Kalau sudah terbakar, kita akan sulit menanganinya," jelas dia.

Baca juga : Titik Api Muncul di Sembilan Kabupaten di Kalsel

Sebaiknya, untuk mengakomodir kearifan lokal yang telah berjalan turun temurun, pemerintah daerah bisa menyinergikannya dengan program-program yang dimiliki Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

"Misalnya pemerintah daerah dan BNPB yang membantu melakukan penyiapan lahan. Jadi urusan bakar membakar tidak diserahkan kepada masyarakat. Dengan begitu, proses pembukaan lahan bisa terkendali," tegas Sadino.

Pengamat pertanahan Basuki Sumawinata menjelaskan,pembakaran lahan sebagai kearifian lokal yang dilakukan masyarakat lokal di Kalimantan Barat pada awalnya hanya dilakukan untuk kegiatan perladangan yang berpindah.

Namun dengan kondisi yang terus berubah, saat ini skema tersebut diterapkan juga pada kegiatan perladangan menetap.

Ia juga berpandangan bahwa pembukaan lahan dengan membakar tidak cocok untuk membangun perkebunan karena lahan yang dibutuhkan sangat luas.

"Para petani tradisional melakukan pembakaran lahan dengan tujuan membersihkan lahan sambil memberikan abu kepada tanah. Pemberian abu dapat dipandang sebagai pemberian oksida dari unsur hara yang meningkatkan pH tanah atau menurunkan kemasaman dan membuat unsur hara lebih tersedia. Itu juga hanya dilakukan untuk menanam padi dan palawija, bukan untuk membuka perkebunan besar," tandas Basuki. (OL-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat