visitaaponce.com

Wujudkan Kesetaraan Gender dan Nondiskriminasi di Tempat Kerja

Wujudkan Kesetaraan Gender dan Nondiskriminasi di Tempat Kerja
Buruh perempuan melakukan aksi damai menolak UU Cipta Kerja (Omnibus Law) di Tugu Adipura, Bandar Lampung, Lampung, Kamis (8/10/2020).(ANTARA/ARDIANSYAH)

Peran tempat kerja krusial untuk mendukung pekerja perempuan agar memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki sehingga dapat memaksimalkan potensi mereka lewat kebijakan dan inisiatif sensitif gender. Meskipun jumlah perempuan pekerja terus bertambah, perempuan sering kali terhambat dalam membangun karir karena berbagai masalah yang unik pada gendernya: mulai dari beban ganda, stereotype dan seksisme di dalam masyarakat, diskriminasi berbasis gender, hingga pelecehan seksual

Peluang bagi perempuan untuk terjun ke dunia profesional semakin terbuka saat ini, namun berbagai kendala yang menjegal mereka menaiki tangga karier dan menjadi pemimpin di beragam industri masih kerap ditemukan.

Survei Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada Juli 2020 menemukan, perempuan pekerja di Indonesia menerima upah 23 persen lebih rendah dari laki-laki. Selain itu, tidak sampai 50 persen perempuan bekerja sebagai profesional dan hanya 30 persen dari mereka yang mencapai posisi manajer, menurut survei yang sama.

Baca juga: Menristek Ajak Alumni AS Jadi Agen Perubahan Indonesia

Kesetaraan gender bagi perempuan di tempat kerja perlu didukung berbagai pihak, baik dari perusahaan maupun pemerintah. Berangkat dari masalah perempuan dalam berkarier dan ketimpangan gender dalam kepemimpinan, Magdalene bekerja sama dengan Indonesian Business Coalition for Women Empowement (IBCWE) menggelar Women Lead Forum 2021, yang berlangsung pada 7 dan 8 April 2021 secara online. Acara ini didukung sepenuhnya oleh Investing in Women, sebuah inisiatif dari Pemerintah Australia.

Women Lead Forum 2021 dibuka dengan pidato dari Deputy Head of Mission dari Kedutaan Besar Australia, H. E. Allaster Cox dan keynote speech dari Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Ida Fauziyah.

Deputy Head of Mission dari Kedutaan Besar Australia, H. E. Allaster Cox, dalam pidato pembukaan Women Lead Forum 2021, menyatakan bahwa kepemimpinan perempuan merupakan salah satu pendorong utama kesetaraan gender dan memiliki pengaruh yang signifikan dalam upaya pemulihan ekonomi suatu negara.

"Untuk itu, Australia merasa bangga bisa bergandengan tangan dengan Indonesia dalam perjalanan memperkuat keterwakilan perempuan dalam kepemimpinan, dan mencapai kesetaraan gender yang lebih baik di tempat kerja," ujar Mr. Cox.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyampaikan bahwa partisipasi perempuan dalam dunia kerja di Indonesia meningkat. Meskipun tidak secara otomatis mampu menciptakan kesetaraan gender. Apalagi selama pandemi, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan memang mengalami peningkatan menjadi 53,13%.

Baca juga: 9 Wilayah Berhasil Eradikasi Frambusia dan Eliminasi Kusta

"Adanya pandemi memberikan beban tambahan, mulai dari hilangnya pekerjaan atau pendapatan, meningkatnya beban pengurusan rumah tangga akibat work from home, school from home, sehingga kekerasan dalam rumah tangga oleh pasangan meningkat seperti yang ditemukan dalam studi tingkat global," kata Ida dalam diskusi Woman Lead Forum 2021

Selain itu, pemerintah juga mendorong gerakan nondiskriminasi di tempat kerja mengingat masih ditemukan kasus-kasus semacam itu terutama di tengah pandemi seperti saat ini.

"Laki-laki dan perempuan setara, namun tidak bisa diselesaikan hanya dengan regulasi. Ada aspek budaya yang menghambat kesetaraan tersebut, sehingga dibutuhkan sinergi untuk mewujudkan kesetaraan," sebutnya

Menurutnya kondisi ketimpangan gender masih ditemukan di kalangan pekerja Indonesia, mulai dari ketimpangan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), kesenjangan upah, hingga perlakuan diskriminatif berbasis gender.

Ida tak memungkiri bahwa dalam persoalan kepemimpinan perempuan masih menjadi PR yang harus diselesaikan. Seperti dari 4,1 juta Aparatur Sipil Negara (ASN), dimana 52 persennya adalah perempuan. Namun justru perempuan yang menduduki jabatan struktural relatif sedikit.

"Di jabatan tinggi madya, hanya ada 96 orang perempuan, jauh lebih sedikit dari laki-laki yang berjumlah 483 orang," paparnya.

Hambatan yang dihadapi pekerja perempuan ini disebabkan oleh beban ganda, seksisme, dan stereotip dalam masyarakat, diskriminasi berbasis gender, hingga pelecehan seksual. Lanjut Ida, hambatan ini tidak hanya berdampak pada mereka secara individu dan keluarganya, tetapi juga pada potensi ekonomi negara dan Indeks Kesetaraan Gender Indonesia dalam peringkat dunia.

Baca juga: 

Menyikapi berbagai hambatan yang dihadapi pekerja perempuan ini, dirinya menegaskan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan berkomitmen untuk terus melakukan gerakan nasional nondiskriminasi di tempat kerja. Sehingga diharapkan berdampak pada hilangnya praktik-praktik ketidaksetaraan dan diskriminasi di tempat kerja.

Dalam kesempatan yang sama, Pemimpin Redaksi IDN Times, Uni Lubis menyebut hal pertama yang dilakukannya saat memimpin portal berita daring itu yakni membuat Standard Operational Procedure (SOP) dan stylebook mengenai pembuatan konten berita yang berperspektif gender. Salah satunya, kebijakan larangan penggunaan kata “cantik” ketika menyebut profesi perempuan dalam berita.

Menurutnya, itu merupakan usahanya untuk meredefinisi sosok perempuan yang selalu disoroti aspek ketubuhannya, dan representasinya cenderung berbalut stigma dan seksisme di media massa.

“Misalnya, waktu ada kasus prostitusi yang menimpa seorang aktris, saya dan beberapa perempuan pemimpin redaksi (pemred) merasa tidak sreg dengan cara media memberitakannya, karena cenderung menjatuhkan perempuan,” sebutnya.

Dirinya juga menyoroti minimnya representasi narasumber perempuan yang diwawancarai jurnalis. Dalam konteks global, keterwakilan narasumber perempuan di media hanya mencapai 24%.

"Di era digital ini, jurnalis semakin dituntut dari segi kecepatan membuat berita, sehingga mereka cenderung memilih untuk mewawancarai narasumber yang sudah ada, yang mayoritas adalah laki-laki. Padahal, ada banyak sekali perempuan yang kompeten untuk diwawancarai,” terangnya.

Ketua Dewan Redaksi Media Group Usman Kansong mengungkapkan, literasi gender dalam kantor berita masih kurang. Bahkan di kalangan redaktur perempuan sendiri. Sehingga upaya media agar menanamkan perspektif gender dalam diri para redaktur dan petinggi-petinggi lainnya dinilai penting.

“Saya pernah minta agar media saya mengangkat isu soal sunat perempuan. Tapi akhirnya malah berdebat keras, karena teman-teman redaktur perempuan sendiri banyak yang mempertanyakan. Padahal, mereka seharusnya bisa memberi teladan, mengajak teman-temannya berdiskusi tentang pentingnya perspektif gender,” kata pria yang akrab disapa UK.

Sedangkan Pemimpin Redaksi Magdalene, Devi Asmarani mengaku persoalan representasi perempuan di media ini ibarat ayam dan telur. Sebab, dari satu sisi media merefleksikan budaya masyarakat. Sebaliknya media akan mengukuhkan kondisi masyarakat yang patriarkal.

"Bukan hanya dalam berita, konten-konten hiburan seperti film dan video games juga menggambarkan perempuan lewat male gaze atau perspektif maskulin. Dimana perempuan hanya dilihat sebagai objek seks," tuturnya.

Oleh karena itu, tentunya upaya yang harus dilakukan tidak bisa hanya menyasar para jurnalis. Sebab, tak sedikit mereka sudah mendapatkan pembekalan terkait gender. Namun, dalam newsroom, mereka akan berhadapan dengan redaktur-redaktur yang tidak punya perspektif gender ini.

"Tulisannya diubah jadi mengobjektifikasi perempuan lagi dan lagi,” lanjutnya.

Salah satu langkah yang bisa dilakukan media adalah dengan menguatkan perspektif gender melalui konten-konten maupun kampanye dari media itu sendiri. Kata Devi, upaya itu teentu akan melahirkan tuntutan bagi media-media lain guna memperbaiki pola representasi perempuan. (H-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat