visitaaponce.com

Program Rehablitasi Hutan dan LahanKLHK Lejitkan Alpukat Siger Lampung

Program Rehablitasi Hutan dan Lahan KLHK Lejitkan Alpukat Siger Lampung
Alpukat Siger yang ditanam di lahan seluas 15 hektare di wilayah Gunung Balak, Lampung Timur, melalui program RHL, KLHK.(Ist/KLHK)

PROGRAM Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah memberikan dampak signifikan kepada masyarakat, baik secara ekonomi maupun sosial. 

Seperti diketahui, Menteri LHK Siti Nurbaya mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 105 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Pelaksanaan, Kegiatan Pendukung, Pemberian Insentif, serta Pembinaan dan Pengendalian Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.

RHL merupakan upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Salah satu tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Keberhasilan program RHL juga tidak terlepas dari peran stakeholder terkait seperti Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) di bawah Ditjen Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH).

Salah satu contohnya ialah kesuksesan BPDASHL Way Seputih Way Sekampung (WSS) Lampung yang mengembangkan komoditas alpukat siger 1 di Lampung Timur melalui program RHL.

Pemrakarsanya ialah Idi Bantara yang merupakan Kepala BPDASHL Way Sepu­tih Way Sekampung. Idi bercerita, alpukat siger asal Lampung ini sebenarnya sudah ada sejak dulu. Namun, gaungnya belum terdengar luas.

Padahal, kekhasan alpukat yang lebih besar dan memiliki tampilan kulit cerah ini merupakan anugerah di Lampung Timur yang bisa dikembangkan.

“Dengan volume sama dari alpukat lain, lebih berat alpukat ini. Rata-rata 600-700 gram. Tampilan kulitnya lebih mengkilap dan kalau matang kulitnya kuning. Ini kalau dipamerkan di pasar, ditata gitu, akan bagus. Karena keunikannya, pasar itu akan melirik. Buahnya juga enak,” kata Idi beberapa waktu lalu.

Pendampingan petani

Pada 2020, melalui program RHL, Ditjen PDASRH KLHK menyediakan lahan seluas 15 hektare di wilayah Gunung Balak, Lampung Timur, untuk ditanami aplukat siger. Dana awal untuk lahan itu sebesar Rp97 juta.

Dalam hal ini, BPDASHL WSS memberikan pendampingan kepada petani antara lain dalam meningkatkan kualitas pohon untuk menghasilkan buah alpukat yang sempurna.

Idi menyebut dalam 1,5 tahun, bibit yang dihasilkan sudah mencapai 300 ribu batang. “Satu batang itu harganya Rp25.000. Jadi hanya modal Rp97 juta, dampak putaran uangnya Rp7,5 miliar dalam 1,5 tahun,” ujar Idi.

Program RHL di Lampung ini diterima baik di masyarakat. Idi menyebut program ini sebagai solusi pemanfaatan lahan khususnya di Lampung Timur.

“Dia (petani) mempunyai jargon ‘walaupun tidak memiliki, yang penting menikmati.’ Dulu namanya Pukat (dari ‘alpukat’) Solusi Konflik, di­singkat PSK,” jelasnya.

Sementara pihak BPDASHL, kata Idi, memang ingin memberikan sebuah cara meng­olah hutan yang bersepakat. “Artinya ada solusi, karena 30 tahun lebih isinya jagung sama ubi kayu,” katanya.

Di samping itu, Idi me­ngamini bahwa alpukat memang mempunyai potensi menjanjikan. Dia menjelas­kan, satu batang bibit ber­umur 3 hingga 4 tahun menghasilkan minimal 100 kg buah per tahun.

“Satu hektare ada 400 batang, berarti ada 40.000 kg, dijual 1 kg Rp10.000 aja yang termurah, berarti pendapatan per hektare Rp400 juta. Kalau umur 5 tahun ke atas, sudah di atas 200 kg per tahun. Kalau umur indukan di atas 10 tahun, bisa 700-1.200 kg per tahun,” ungkapnya.

Pihak yang juga giat memajukan alpukat khas Lampung ini adalah Kelompok Tani Hutan (KTH) Agromulyo Les­tari asal Desa Girimulyo, Lampung Timur. Ketuanya, Anto Abdul Muntalib, merupakan orang yang pertama melihat potensi alpukat di desanya ini.

Anto pun bermimpi mejadikan desa kelahirannya sebagai taman alpukat dunia. Dia menyebut alpukat merupakan tanaman tahan banting yang tidak dipengaruhi cuaca di musim penghujan atau musim kering.

“Di sini yang endemik yakni alpukat. Kita amati dari 2009 sampai 2013. Habis itu saya bikin bibit lokal unggul. Kami pelan-pelan memberikan bibit gratis di spot-spot tertentu,” katanya.

Menurutnya, penanaman alpukat melalui lahan yang sudah dialihfungsikan terbilang efektif. Ia terinspirasi dari kegiatan serupa di negara lain. “Di Meksiko misalnya gencar-gencarnya menanam alpukat di hutan yang sudah gundul, alih fungsi jadi tanaman alpukat,” katanya.

Dia menyebut sejak 2019 akhir hingga kini, alpukat di Desa Girimulyo sudah tertanam pada lahan seluas 115 hektare. “Animo masyarakat pun kini menyediakan lahan 723 hektare (untuk ditanami alpukat),” ucapnya.

Keunggulan alpukat siger 1 asal Lampung ini juga diakui Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung, Erna. Menurutnya, hasil analisis menunjukkan bahwa meski alpukat jenis ini memiliki kadar gula tinggi, tetapi kandungan sukrosa-nya rendah.

“Dimakan tidak begitu manis karena sukrosanya sedikit. Yang membuat orang kencing manis itu kan sukrosa. (Alpukat siger) ma­nisnya karena glukosa. Jadi tidak membuat orang takut diabetes,” katanya.

“Ini seratnya juga tinggi. Jadi untuk kesehatan pencernaan cukup bagus. Rencana­nya ini akan dilepas sebagai varietas unggul nasional, dinamakan Ratu Puan (rangkai­an tugas program unggulan agroforestry),” pungkasnya. (Ifa/S3-25)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat