visitaaponce.com

Riset, Inovasi dan Kearifan Lokal Kunci Mitigasi Bencana.

Riset, Inovasi dan Kearifan Lokal Kunci Mitigasi Bencana.
Sebaran kejadian bencana alam di Indonesia periode 1 Januari - 6 Oktober 2021.(Twitter BNPB)

SEKRETARIS Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Lilik Kurniawan mengatakan riset dan inovasi sangat penting untuk akselerasi pengurangan risiko bencana di Indonesia. Sayangnya, perencanaan, pelaksanaan dan dokumentasi hasil penelitian riset tersebut belum terkoordinasi dengan baik.

"Oleh karena ini, riset dan inovasi sebagai basis upaya akselerasi pengurangan resiko bencana di Indonesia menjadi suatu hal yang sangat penting," katanya dalam sesi webinar Talk to Scientists dengan tema “Riset dan Inovasi untuk Indonesia Tangguh Bencana” yang disiarkan live di kanal Youtube BRIN Indonesia, pada Kamis (7/10).

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengatakan mereka menyadari pentingnya dukungan riset dan teknologi dalam mitigasi bencana. BRIN pun bertekad terus mendekatkan diri kepada publik dengan memberi berbagai informasi yang dibutuhkan.

"Kami perlu menyadari bahwa BRIN harus terus mendekatkan diri kepada publik, membuka berbagai informasi mengenai riset dan teknologi kepada publik sehingga publik dapat memahami riset dengan lebih baik," katanya.

Ia menyebutkan, Indonesia di satu sisi telah dianugerahi keanekaragaman kekayaan karakter alam. Namun, disatu sisi Indonesia berada di antara dua lempeng besar dunia, dilintasi jalur cincin api, dan juga dikelilingi perairan besar dunia.

"Keberagaman seperti ini yang telah mengajarkan masyarakat Indonesia untuk hidup berdampingan dengan berbagai bencana," sahutnya.

Kearifan lokal
Adrin Tohari, Plt kepala kantor Pusat Riset Geoteknologi dari organisasi riset Ilmu Pengetahuan Kebumian BRIN mengingatkan bahwa mitigasi bencana yang efektif itu tidak hanya berbasis pada ilmu pengetahuan, tetapi juga kearifan lokal.

"Karena sejatinya, sejak dahulu para leluhur kita hidup berdampingan secara harmonis dengan alam, dengan memperhatikan gejala dan tanda-tanda dari alam," sebutnya.

Dari semua jenis bencana, Aldrin mewanti-wanti mitigasi bencana pada gempa bumi dan tsunami. Ia mengatakan, bencana alam yang terjadi dengan jumlah frekuensi yang rendah seperti gempa bumi dan tsunami memiliki dampak yang sangat besar jika dibandingkan dengan bencana seperti banjir, kekeringan, erupsi gunung berapi, dan tanah longsor.

Salah satu riset bencana yang bisa dijadikan rujukan dalam mitigasi bencana ialah temuan adanya bencana penurunan tanah di Semarang, Jawa Tengah. Dwi Sarah, peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menemukan dalam risetnya bahwa fenomena penurunan tanah 80% terjadi akibat penggunaan air tanah secara berlebih. Sisanya, sebanya 20% penyebab penurunan tanah berasal dari beban bangunan.

Dari sisi peneliti, Herry Yogaswara, Plt kepala kantor Pusat Riset Kependudukan, dari organisasi riset sosial humaniora BRIN berharap setiap riset yang dihasilkan peneliti tidak hanya berhenti pada riset dan inovasi saja.

"Melainkan perlu adanya keterikatan, satu keberpihakan, dan sikap dimana tidak akan berhenti setelah riset telah diselesaikan. Semua dari hasil-hasil dari riset maupun produksi pengetahuan lain, perlu ditranslasikan atau diterjemahkan untuk dapat secara mudah dipahami oleh kepentingan dari para masyarakat yang berbeda-beda," kata dia. (*)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat