visitaaponce.com

Kalangan Santri Sambut Baik Perhatian Pemerintah Pada Pesantren

Kalangan Santri Sambut Baik Perhatian Pemerintah Pada Pesantren 
Seminar nasional peringatan hari Santri Nasional(Dok. Pribadi)

PENETAPAN Hari Santri, Pengesahan Undang-Undang Pesantren, Penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren (Dana Abadi Pesantren), dan terpilihnya wakil presiden dari kalangan pesantren adalah di antara hal yang menunjukkan perhatian besar pemerintah terhadap pesantren. 

Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (LBM PWNU) DKI Jakarta Mukti Ali Qusyairi mengatakan, adanya Hari Santri yang telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo sejak periode pertama pemerintahannya, para santri terpanggil untuk merayakan dan mensyukurinya dengan menyelenggarakan beragam kegiatan. 

"Di bulan ini pesantren-pesantren menyelenggarakan berbagai kegiatan, mulai dari perlombaan dan kegiatan-kegiatan lainnya untuk menyemarakkan perayaan Hari Santri Nasional 2021," kata Qusyairi dalam seminar nasional Santri Bicara 2 Tahun Pemerintahan Jokowi - K.H. Ma’ruf Amin yang digelar Pondok Pesantren Fashihuddin Depok, Paguyuban Santri Nusantara (PSN), Aliansi Ibu Nyai Nusantara (AINUN) dan LBM PWNU DKI Jakarta. 

Pengasuh Pondok Pesantren Fashihuddin Depok Asnawi Ridwan fokus menyoroti UU Pesantren yang disahkan DPR pada 2019 dan Perpres Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren (Dana Abadi Pesantren) yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 2021.  

Di era pemerintahan Presiden Jokowi dan Ma’ruf Amin, nama pesantren semakin berkibar dan kembali membangkitkan para santri untuk menampilkan jati dirinya dan eksis dalam keterlibatan pembangunan bangsan ini. 

"Di antara bukti bahwa pemerintahan saat ini manaruh kepedulian kepada dunia pesantren adalah lahirnya berbagai peraturan yang sangat mendukung kemajuan pesantren. Salah satu contohnya adalah terbitnya Perpres Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren atau Dana Abadi Pesantren," kata Asnawi. 

Menurutnya ada sejumlah pihak yang menolak dana abadi dari pemerintah untuk pesantren. Sebagian mereka mengatakan bahwa dana tersebut syubhat dan dapat membahayakan eksistensi pesantren, dan karenanya pesantren tidak boleh menerimanya. Untuk menjawab ini, Asnawi mengatakan bahwa dana pemerintah berasal dari berbagai sumber di antaranya pendapatan pajak negara yang berpangkal pada tataniaga, seperti perniagaan batu bara, kekayaan alam, dan lain sebagainya.  

Di dalam Islam, lanjut Asnawi, pajak sebagai salah satu sumber pendapatan negara diperbolehkan dan tidak dianggap sebagai syubhat sebagaimana dijelaskan di sejumlah kitab fikih, bahkan disebutkan juga di dalam al-Qur`an. 

“Jadi, pesan saya, kepada seluruh pesantren se-Indonesia, untuk tidak ragu menerima aliran dana abadi pesantren. Karena dana abadi pesantren itu hukumnya halâlan thayyiban, halal dan baik,” tegasnya. 

Baca juga : PKB : Santri Masa Depan Negeri 

Namun demikian, Asnawi memberikan catatan khusus terkait penyaluran dana abadi pesantren. Pertama, dana abadi pesantren harus disalurkan kepada pesantren yang benar-benar membutuhkan, bukan kepada pesantren yang sudah berkecukupan. Kedua, tidak disalurkan atas dasar kepentingan politik. 

Ketiga, dalam penyalurannya harus dibersihkan dari praktik pungli. Keempat, dalam penyalurannya harus dibersihkan dari unsur suap atau risywah. Kelima, tidak disalurkan kepada pesantren yang terindikasi berpaham anti-NKRI. 

Direktur Nahrawi Center Amirah Nahrawi mengatakan, Pepres dana abadi pesantren perlu terus dikawal, dan diambil dari dana APBN tersendiri. 

Kiyai Muhammad Didit Sholeh dari divisi Qanuniyah LBM PWNU DKI Jakarta, menyatakan bahwa perpres tersebut pada satu sisi menggambarkan posisi negara mengakui eksistensi pesantren sebagai oase yang melahirkan pemikir dan pemimpin yang menanamkan visi kebangsaan dan keislaman. 

Pada sisi lain tantangan bagi pesantren untuk membangun tata kelola keuangan pesantren yang akuntabel serta tetap sebagai kekuatan mandiri yang tidak tumpul daya kritisnya. 

Direktur Aliansi Ibu Nyai Nusantara (AINUN) Dalliya Hadlirotal Qudsiyah, mengakui perhatian pemerintah saat ini kepada pesantren sangat besar. Tetapi yang tidak kalah penting adalah perlunya pemerintah mendengarkan suara-suara perempuan pesantren. Sebut saja, misalnya, dalam hal Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). 

Sejauh ini, menurut Nyai Dalliya, pemerintah mendengarkan suara-suara perempuan dari berbagai kalangan, termasuk perempuan pesantren. Hal ini perlu mendapatkan apresiasi. Dan karena RUU PKS masih belum disahkan sampai saat ini, Nyai Dalliya berharap perempuan pesantren terus dilibatkan di dalam forum-forum pembahasan agar dapat mengkaji RUU PKS tersebut dari sudut pandang pemahaman keagamaan yang lebih jernih, tanpa ada kepentingan terselubung, dan jangan sampai ada di dalamnya mengandung kerusakan bagi rumah tangga dan kerusakan hubungan anak dan orangtua.  

Merespon pihak-pihak yang menolak dana abadi pesantren, dosen UNUSIA Zainul Maarif mengatakan, pada masa pandemi ini, persoalan pendidikan tidak boleh dilupakan. Sejak akhir 2020, banyak sekolah baik negeri maupun swasta yang terpaksa tutup karena pandemi, sehingga membuat anak-anak didik sangat minim menerima pelajaran. Tetapi pemerintah tidak menutup pesantren dan membiarkan para santri tetap menerima pelajaran secara langsung. 

"Tentu saja ini menjadi solusi sangat jitu di mana belakangan banyak orang tua yang mengirim anak-anaknya untuk belajar di pesantren daripada hanya berada di rumah. Tetapi, pemerintah pun tetap memberikan jaminan kesehatan bagi para santri agar proses pendidikan mereka di pesantren tidak terganggu," ujarnya. (RO/OL-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat