visitaaponce.com

Menuju Pembelajaran 4.0 dengan Merdeka Belajar Kampus Merdeka

Menuju Pembelajaran 4.0 dengan Merdeka Belajar Kampus Merdeka
(Mendikbud Nadiem Anwar Makarim saat membuka acara peluncuran kebijakan merdeka belajar di Kemendikbud, Jakarta, Jumat (24/1/2019)(MI/ANDRI WIDIYANTO)

PROGRAM anyar Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) masih menemukan permasalahan yang terjadi di tahap regulasi maupun di lapangan, tentunya permasalahan tersebut tidak menyurutkan untuk menuju pembelajaran 4.0 yang selama ini dicanangkan Mendikbud-ristek

Plt Dirjen Dikti Kemendikbud-Ristek Prof Nizam mengatakan program Kampus Merdeka sebagai program baru dengan skala yang sangat besar dan belum pernah ada sebelumnya tentu banyak tantangannya.

"Tantangan yang paling pertama dihadapi yakni tantangan untuk mengubah mindset untuk berani keluar dari konsep belajar era revolusi industri 2.0 menuju pembelajaran 4.0 yang lebih fleksibel, adaptif dan inovatif," kata Prof Nizam kepada Media Indonesia, Rabu (24/11).

Baca juga: Raih People of The Year 2021, Nadiem Dedikasikan untuk Para Guru

Konsep tersebut membuka peluang kepada mahasiswa untuk bisa belajar di luar lingkungan kampus tidak hanya tentang nilai-nilai atau materi pembelajaran. Namun juga terkait dengan pembelajaran yang ada dikehidupan masyarakat.

Sehingga membuka ruang belajar seluas-luasnya dan tidak hanya belajar di dalam kelas, laboratorium dan perpustakaan. Tetapi menjadikan semesta sebagai sumber dan tempat belajar.

Permasalahan kedua yang dihadapi yakni dituntut untuk selalu berinovasi karena MBKM sebagai program baru yang belum ada sebelumnya, tentu semua masih harus belajar, semua harus berinovasi, menciptakan program baru melalui gotong-royong dengan seluruh pemangku kepentingan.

"Permasalahan ketiga yakni dari sisi aspek regulasi dan manajemen program, banyak regulasi yang harus diharmoniskan dengan paradigma baru ini," ujar Nizam.

Kemudian yakni terkait logistik program, untuk mengimplementasikan program dibutuhkan dukungan administrasi yang sangat besar dan lumayan kompleks karena melibatkan banyak pihak seperti kampus, pimpinan/manajemen perguruan tinggi, dosen, mahasiswa, mitra/stakeholders, pemerintah dan lembaga pendanaan - LPDP.

"Dalam seluruh perjalanannya semua yang kita lakukan pada dasarnya adalah invensi dan inovasi karena belum pernah ada sebelumnya. Ditambah lagi selama dua tahun ini juga kita diterpa pandemi, jadi tantangannya lebih kompleks lagi," ungkap Nizam.

Baca juga: Telemedicine Bantu Negara Perluas Akses Layanan Kesehatan

Meski tantangan sepanjang jalan sangat banyak, tetapi program ini harus dijalankan dan berani melakukan transformasi ini dengan skala yang besar.

Pada 2020 sendiri Kemendikbud-Ristek mengembangkan regulasi dan penataan sistemnya serta melakukan piloting program-program Nizam mengatakan untuk tahun 2021 pilot program tersebut dilipatgandakan 10x. "Semester ini lebih dari 60 ribu mahasiswa mengikuti program MBKM di tingkat nasional, dan ratusan ribu mahasiswa mengikuti program-pogram MBKM yang diselenggarakan oleh masing-masing perguruan tinggi," jelasnya.

Dari 60 ribu mahasiswa yang mengikuti program ini 13 ribu merupakan peserta Magang dan Studi Independen Bersertifikat, 22 ribu peserta Kampus Mengajar, 8 ribu peserta Microcredentials, 1.000 orang merupakan peserta pertukaran mahasiswa ke luar negeri Indonesia Internasional Student Mobility Awards (IISMA) dan lain-lain.

Selain itu terkait permasalahan terlambatnya pemberian uang saku kepada mahasiswa, Kemendikbud-Ristek akan terus berbenah sehingga MBKM akan terus bergulir dan diminati oleh para pelajar.

Program MBKM dalam skala besar baru dijalankan. Pendanaan program ini berasal dari LPDP sementara dari program di Kemdikbud-Ristek. Sehingga persyaratan dan proses administrasi cukup panjang dan rumit.

Berbagai pihak terlibat dalam pendanaan serta pemberian uang saku ini seperti perguruan tinggi asal, pimpinan PT untuk izin, dosen atas persetujuan dan pemantauan, mahasiswa, mitra, mentor, admin dikti, admin LPDP, dan Bank.

"Pertanggung jawaban keuangan sangat ketat, karena kita memang harus prudent tentunya. Teman-teman di sekretariat kerja siang malam 7 hari seminggu untuk menyelesaikan berbagai data yang harus dikumpulkan satu per satu dari setiap peserta yang jumlahnya 50 ribu orang lebih itu," kata Nizam.

"Seringkali data tidak lengkap, log book belum diisi, izin belum diperoleh, sampai salah data rekening bank, dan sebagainya. Kalau ada data yang tidak tepat semua proses harus diulang, jadi memang sangat rumit," tambahnya.

Tujuan dari MBKM ini untuk memastikan generasi muda mendapatkan kompetensi yang betul-betul relevan dengan masa depannya. Untuk memastikan generasi emas yang kreartif, inovatif, produktif dan berakhlak mulia. Dan betul-betul lahir dari perguruan tinggi melalui kolaborasi dengan seluruh stakeholders.

Optimalisasi UMBK dengan Dunia Usaha

Guru Besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Prof. Dr. Hafid Abbas menilai UMBK harus memperhatikan link and match dengan dunia usaha atau luar kampus, nyatanya konsep link and match tersebut di Pulau Jawa akan bagus dan sesuai dengan konsep yang diharapkan Kemendikbud-Ristek. Namun bagaimana di Luar Pulau Jawa adanya keterbatasan dengan dunia usaha.

"Jika ingin diberlakukan dengan baik memang proses pembelajaran salah satunya di vokasi ini harus dilihat permasalahan mendasar di daerah setempat. Seperti di Sulawesi Utara yang memiliki muatan lokal sekitar 7 juta pohon kelapa sehingga bisa diolah oleh mahasiswa untuk dikembangkan sebagai agroindustri," kata Prof Hafid.

Kemudian di Kalimantan dengan pertambangan maka bisa dibangun vokasi yang berfokus untuk pertambangan, kemudian provinsi Bali untuk pariwisata sehingga setiap daerah itu tumbuh keunggulan dan menyerap pendidikan. Sehingga perlunya dibangun kolaborasi antara Perguruan Tinggi dengan dunia usaha.

"Kemudian konsep UMBK ini juga harus berguna bagi masyarakat dan menumbuhkan industri. Dan terakhir ada yang dinamakan project based langsung mengembangkan industri lokal dari mikro, kecil, atau pun besar," ujarnya.

"Konsep UMBK harus dirapikan dahulu lalu didorong implementasi kebijakan Kampus Merdeka dalam spektrum link and match supaya tidak ada mata rantai yang terputus antara pendidikan dengan dunia usaha dan industri," pungkasnya. (H-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat