visitaaponce.com

Ketum PB PGRI Indonesia Masih Kekurangan Banyak Guru

Ketum PB PGRI: Indonesia Masih Kekurangan Banyak Guru
Ketua Umum PB Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi (kiri).(MI/PERMANA)

DI tengah pemerintah berencana menghapus tenaga honorer yang ada di kementerian/lembaga (K/L), Ketua Umum PB Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi mengatakan bahwa Indonesia masih kekurangan banyak guru.

"Sebanyak 123 ribu (guru honorer) yang tercatat, itu K/L yang tersisa, tetapi memang kita membutuhkan lebih dari satu juta karena memang honorer sekian lama yang tidak terekrut. Nah faktanya, kita memang kekurangan guru," kata Unifah dalam keterangannya Minggu (30/1).

Dia menjelaskan nantinya bakal ada terobosan yang mampu menyelesaikan persoalan guru honorer tersebut. Apalagi kebutuhan guru tidak bisa ditunda untuk masa depan bangsa.

"Dikatakan memang kebutuhan guru 1 juta lebih yang mendaftar 500 ribu, saya kebetulan sudah banyak berkomunikasi dengan berbagai pihak, dengan kepala daerah, Komisi X DPR, mengapa ini terjadi? karena mereka katanya DAU tidak ditingkatkan, jadi kesulitan untuk membayar ternyata tidak ada alokasi khusus dalam hal pengajian," sebutnya.

Baca juga: Mencari Kesejahteraan untuk Guru Honorer

Kebutuhan guru 1 juta di tahun 2023 nantinya, kata Unifah, seharusnya diutamakan mereka yang telah cukup lama masa pengabdian dan tidak juga berdasarkan usia guru tersebut.

"Karena ada juga usia 35 tahun, baru ngajar 2 tahun karena pindah dari tempat lain. Maka (pengabdian) menjadi prioritas dan PGRI sudah melakukan berbagai komunikasi kita sama-sama mencari jalan keluar," ujarnya.

Dia berharap persoalan guru honorer ini segera diselesaikan dan direkrut guru dengan kualitas dan pengabdiannya.

"Terutama menghargai mereka yang pengadian lama, dan di daerah 3T. Mohon DAU ditambah, supaya nggak ada alasan untuk tidak didaftarkan. Semua informasinya yang sesuai kebutuhan, kemudian juga memperhatikan kondisi honorer, pola negeri yang telah mengabdi lama," ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian memberikan apresiasi terhadap serapan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) guru tahun 2021. Setidaknya ada tiga isu besar dalam PPPK.

Di antaranya adalah guru yang lolos passing grade namun tidak dapat formasi, kedua guru yang mungkin lolos passing grade, tapi kalah dari beberapa guru swasta dari sisi ranking, dan ketiga adalah isu yayasan yang kehilangan guru.

“Terdapat 293.848 guru honorer yang lulus formasi pada ujian pertama dan kedua di tahun 2021. Mereka akan segera diangkat menjadi guru PPPK. Walau masih belum mencapai target sejuta formasi, capaian ini merupakan kemajuan yang luar biasa,” kata Hetifah di Senayan, Jakarta, Rabu (19/1).

Di sisi lain, politisi Partai Golkar itu menyoroti pentingnya partisipasi pemerintah daerah dalam menyukseskan PPPK Guru. “Usulan formasi PPPK dari daerah hanya 44 persen (506.247) dari total kebutuhan 1.1 juta PPPK Guru.

Bahkan terdapat 117.939 formasi yang tidak dilamar sama sekali. Hal ini sangat disayangkan,” tambah legislator daerah peemilihan (dapil) Kalimantan Timur tersebut.

Menurut Hetifah, pemda tidak perlu khawatir terkait pendanaan PPPK sebab sudah dijamin dalam APBN. “Kebutuhan gaji pokok PPPK guru tahun 2021 dan 2022 telah ditetapkan alokasinya dalam Dana Alokasi Umum (DAU) tahun 2022.

Gaji ini termasuk tunjangan hari raya dan gaji ke 14. Hal ini sudah dijamin dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2021 tentang APBN 2022. Pemda tidak perlu khawatir lagi,” ujar Hetifah.

Hetifah juga mengingatkan niat utama PPPK menunjukkan keberpihakan pada semua guru honorer, baik negeri maupun swasta. Kebijakan ini jangan diterjemahkan sebagai tidak berpihak bagi guru tertentu, penyelenggara, atau yayasan.

"Kemendikbudristek perlu menyiapkan antisipasi dan mitigasi kebijakan bagi pihak yang kemungkinan akan dirugikan. Semoga ke depannya, ada perbaikan dan kemitraan kita dengan semua pihak dapat kita jaga dengan maksimal,” tandasnya.

Mendikbudristek Nadiem Makarim memaparkan bahwa proses rekrutmen guru PPPK sangat dipengaruhi oleh Undang-Undang ASN.

“Pertama, UU ASN mengunci bahwa baik dari pihak swasta maupun negeri harus diberi kesempatan untuk masuk dalam seleksi guru. Kedua, pegawai ASN harus bekerja di dalam organisasi pemerintahan. Ini adalah dua hal yang memang dikunci oleh UU ASN,” pungkas Nadiem. (Fer/OL-09)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat