visitaaponce.com

Pasien Hemodialisa Harus Waspadai Kelebihan Cairan Tubuh

Pasien Hemodialisa Harus Waspadai Kelebihan Cairan Tubuh
Dokter memeriksa kondisi seorang pasien gagal ginjal di klinik hemodialisa di RSUD dr Iskak, Tulungagung, Jawa Timur.(ANTARA/Destyan Sujarwoko)

DOKTER Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal dan Hipertensi di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) Adi Wijaya mengingatkan pasien hemodialisa agar mewaspadai terjadinya kelebihan cairan yang bisa berdampak pada kondisi tubuh.

Dampak yang bisa dirasakan pasien saat kelebihan cairan yakni bengkak di seluruh tubuh, termasuk pada paru-paru yang bisa menimbulkan sesak pada pasien.

"Yang paling bermasalah pada pasien hemodialisa (HD) pada 1 sampai 6 bulan pertama yaitu kelebihan cairan, karena pasien akan merasa lebih haus dan minum lebih banyak sehingga pasien dapat mengalami kelebihan cairan," kata Adi melalui siaran pers RSUI, dikutip Selasa (29/3).

Baca juga: Deteksi Dini dapat Kenali Gangguan Ginjal

Menurut Adi, kelebihan cairan dapat diatasi dengan membatasi asupan cairan, asupan garam, dan frekuensi hemodialisa yang lebih sering.

Di sisi lain, masih ada masalah lain yang juga dapat terjadi pada pasien penyakit ginjal yang menjalani hemodialisa yaitu penyakit jantung, anemia, hipertensi, penyakit tulang, gangguan pencernaan, gangguan saraf, infeksi, gatal-gatal, dan masalah psiko-sosial.

Hemodialisa menjadi salah satu terapi penyakit ginjal yang digambarkan sebagai sebuah mesin dan ginjal buatan untuk mengeluarkan cairan dan zat sampah dari dalam darah. Terapi itu tidak menggantikan seluruh fungsi ginjal, hanya fungsi pembuangan saja yang dapat digantikan.

"Permasalahan yang sering terjadi pada pasien hemodialisa yaitu nyeri dada, sesak nafas, sakit kepala, dan keluhan lain yang membuat cemas," kata Adi.

Selain hemodialisa, ada sejumlah terapi lain yang bisa menjadi pilihan mereka dengan masalah ginjal yakni cangkok ginjal dan dialisa peritoneal (CAPD). Pasien bisa memilih terapi mana yang ingin dijalankan dan setiap terapi memiliki keuntungan dan kekurangannya sendiri.

Terapi CAPD memiliki waktu yang lebih fleksibel dan tidak terikat jadwal seperti jadwal HD. Terapi ini juga dapat dilakukan di rumah, di tempat kerja atau di tempat-tempat pasien berada dan durasi waktu CAPD juga lebih singkat.

Penyakit ginjal kronik yakni terganggunya fungsi dan struktur ginjal menahun atau lebih dari 3 bulan dengan berbagai implikasi kesehatan. Menurut Adi, saat ini, diperkirakan sebanyak 850 juta orang terkena penyakit tersebut dan diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya seiring dengan meningkatnya penyakit degeneratif.

Penyebab penyakit ginjal kronik bermacam-macam dan tiga penyebab di antaranya yakni hipertensi, penyakit diabetes, dan penyakit peradangan ginjal kronik atau disebut glomerulonefritis.

Penyebab lainnya yang dapat menyebabkan penyakit ginjal kronik yaitu penyakit jantung, autoimun, obat-obatan yang merusak ginjal, dan adanya sumbatan saluran kemih.

Ada sejumlah tanda yang perlu diperhatikan terkait penyakit ini yaitu tekanan darah tinggi, perubahan frekuensi dan jumlah urine dalam sehari, adanya darah dalam urine, lemah, lesu, kehilangan nafsu makan, sakit kepala, tidak dapat berkonsentrasi, gatal, sesak, mual dan muntah, serta timbul bengkak terutama pada kaki dan pergelangan kaki dan pada kelopak mata waktu pagi hari.

"Penyakit ginjal kronik pada tahap awal, sebagian besar hampir tidak bergejala, sehingga diperlukan skrining," ungkap Adi.

Skrining pemeriksaan fungsi ginjal dapat dilakukan melalui pemeriksaan darah dan pemeriksaan urine. Pemeriksaan darah dengan melihat kadar kreatinin, ureum, dan laju filtrasi glomerulus. Pemeriksaan urine dengan melihat kadar albumin atau protein. (Ant/OL-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat