visitaaponce.com

Tolak Politik Identitas, Khatib Indonesia Siap Wujudkan Pemilu Damai

Tolak Politik Identitas, Khatib Indonesia Siap Wujudkan Pemilu Damai
Talk show 'Menolak Politik Identitas' yang diselenggarakan Wadah Silaturahim Khatib Indonesia (Wastahi) Kamis (6/10).(HO)

IDENTITAS harus jadi media taaruf dan bukan jadi alat untuk membentur-benturkan antarkelompok dan mengeliminasi kelompok lain. Hal itu dikatakan Tuan Guru Bajang (TGB) KH Muhammad Zainul Majdi dalam talk show 'Menolak Politik Identitas' di Aula Sekretariat Asrama Haji, Pondok Gede Jakarta Timur, Kamis (6/10).

Talkshow digelar Wadah Silaturahim Khatib Indonesia (Wastahi) yang merupakan organisasi para pengkhutbah di Indonesia. Kegiatan diawali dengan wisuda 20 orang khatib yang telah mengikuti pelatihan khatib moderat angkatan 1 yang berlangsung selama empat bulan dan ditutup dengan deklarasi para khatib Wasathi untuk menciptakan pemilu damai.

Untuk menghindari dampak negatif politik identitas, jelas TGB, hindari tasyisuddin alias mempolitisir agama tapi prinsip Islamnya yang harus dimunculkan yaitu keadilan. "Hindari ujaran kebencian (khitobul karahiyah), munculkan khitobul mahabbah atau ujaran kasih sayang". kata TGB.

Lebih jauh, TGB menyatakan peran khatib atau pendakwah memegang amanah Nabi MUhammad yang minimal harus dikembalikan secara utuh nilai-nilainya dan tidak boleh berkurang. "Masjid memiliki fitrahnya untuk membersihkan batin atau jiwa seorang muslim. Sehingga jangan sampai umat Islam keluar dari masjid malah panas hati sumpek pikirannya karena mendengar khutbah atau ceramah yang isinya adalah kebisingan politik", tambah TGB.

Hal senada diungkapkan Ketua Wasathi, H. A. Fauzan Amin. Ia mengatakan seorang khatib saat berkhutbah itu sejatinya sedang menjadi juru bicara Tuhan di bumi. "Jadi, setiap isi khutbah harus bisa dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT," ungkap Fauzan.

Ketua Baznas, Prof Noor Ahmad mengatakan sejatinya nilai-nilai Islam melampaui situasi & kondisi, melampaui sekat organisasi, melampaui perkembangan ideologi, bahkan partai politik. "Secara historis, para ulama di masa awal kemerdekaan telah menyebut Indonesia sebagai darus sulhi, darul mitsaq, darussalam. Sejak sepeninggal Nabi Muhammad SAW, umat Islam telah mengenal perpecahan. Karenanya, sebagai sebuah agama, Islam menghindari politik identitas yang mengarah pada perpecahan," jelasnya.

Sementara CEO PolMark Indonesia, Eep Saefullah Fatah menyatakan politik identitas mendapat tantangan tiga hal yaitu pemilih semakin independen, politik uang marak tapi tidak efektif dan pemilih menimbang kehidupannya saat momen election.

"Masa depan cerah itu ada bagi politik jalan keluar. Bagi para khatib dan pendakwah, politik jalan keluar ialah dengan mempraktikkan ayat, bukan lagi hanya mendakwahkan ayat dengan maksud mengkapitalisasi politik bagi keuntungan sebagian orang atau kelompok. Politik yang memberikan solusi bagi permasalahan umat," terang Eep. (RO/OL-15)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat