visitaaponce.com

Pekerja Rumah Tangga sebagai Pekerjaan Profesional, Bukan Pembantu

Pekerja Rumah Tangga sebagai Pekerjaan Profesional, Bukan Pembantu
SAHKAN RUU PPRT: Massa yang tergabung dalam Aliansi Perempuan Bangkit Menggugat berunjuk rasa menuntut pemerintah mengesahkan RUU PPRT(ANTARA/ M RISYAL HIDAYAT)

KETUA Panja Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) Willy Aditya menyampaikan agar masyarakat terutama media meluruskan cara pandang terkait profesi pekerja rumah tangga (PRT). Sebagai wahana informasi masyarakat, mengubah penyebutan ‘ART’ atau ‘pembantu’ menjadi ‘PRT’ amat penting untuk menyosialisasikan bahwa PRT adalah pekerjaan profesional, bukan sekadar membantu kerja-kerja rumah tangga.

“Media tidak boleh ragu menuliskan profesi Pekerja Rumah Tangga (PRT) bukan lagi Asisten Rumah Tangga, atau istilah penghalusan lainnya. Kita harus budayakan menggunakan istilah yang tepat, yaitu pekerja. Saat ini peraturan Menteri Ketenagakerjaan sudah memasukan istilah profesi Pekerja Rumah Tangga,” kata Willy kepada Media Indonesia, Selasa (8/11).

Hal ini penting untuk dilakukan untuk mengubah mindset masyarakat tentang PRT. Penyebutan PRT juga secara tidak langsung menyetarakan derajat para pekerja rumah tangga dengan pekerja-pekerja profesional lainnya.

“Tindakan kekerasan terhadap PRT yang masih terjadi ini lantaran masih mengemukanya pikiran bahwa orang yang bekerja membantu rumah tangga bukanlah pekerja. Orang-orang yang mempekerjakan pun masih menggunakan cara pikir perbudakan terhadap pekerja rumah tangga. Ini harus dihentikan. Mindset-nya harus diubah,” ucap Willy.

Berkat viralnya kasus penyiksaan terhadap PRT di Bandung beberapa waktu lalu, kata Willy, ini menjadi membangkitkan kembali semangatnya dan teman-teman yang memperjuangkan agar RUU PPRT segera disahkan sebagai undang-undang inisiatif DPR.

“Peristiwa yang terjadi di Bandung belum lama ini, adalah pengingat keras bahwa semakin lama ditunda pembahasan RUU PPRT yang telah menjadi usulan inisiatif Badan Legislasi, maka pembuat UU bertanggung jawab atas korban yang terus berjatuhan,” ujarnya.

“RUU PPRT sudah setahun lebih terus menerus saya dorong untuk resmi menjadi RUU Prolegnas Prioritas agar segera dibahas. Namun apalah daya karena DPR adalah lembaga kepentingan, maka saya juga tidak selalu dapat memaksakan pikiran saya untuk publik. Peristiwa ini semoga menjadi pengetuk hati mereka yang masih keras untuk tidak segera membahas RUU PPRT dan menjadikannya UU,” imbuh dia.

Willy mengaku hanya bisa memberikan sikap bahwa dirinya mengutuk keras perilaku kekerasan terhadap PRT. “. Aparat penegak hukum harus serius menangani kasus ini dan menghukum pelaku sesuai perbuatannya,” tandasnya. (H-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat