visitaaponce.com

UGM Perlu Aturan tentang Masyarakat Adat dalam RUU KSDHAE

UGM: Perlu Aturan tentang Masyarakat Adat dalam RUU KSDHAE
Sejumlah warga Lembah Grime Nawa berunjuk rasa di Kantor Bupati Jayapura, Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Rabu (7/9/2022).(ANTARA/Gusti Tanati)

KOMISI IV DPR RI melakukan penyerapan aspirasi ke sejumlah perguruan tinggi untuk penyusunan rancangan undang-undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Eosisitemnya (KSDHAE). Salah satu perguruan tinggi yang disambagi ialah Universitas Gadjah Mada (UGM).

Dalam penyerapan aspirasi itu, Ahli Manajemen Hutan San Afri Awang menyampaikan masukan terkait pentingnya pengaturan masyarakat hukum adat dalam UU tersebut.

Sebab, ada 3.200 desa yang ada di dalam dan sekitar kawasan hutan konservasi. Menurutnya, ke depan perlu penyelesaian mengingat hutan adat adalah hutan yang dimiliki masyarakat hukum adat dan bukan hutan negara.??“RUU DPR ini dapat dinilai progresif, sementara usulan pemerintah cenderung konservatif dan menyarankan kembali ke UU No. 5 Tahun 1990,” kata dia dikutip dari laman resmi UGM, Jumat (9/12).

Baca juga: Wapres Ingatkan MUI Harus Jaga Umat dari Akidah Menyimpang

Ia menilai, langkah pemerintah yang cenderung konservatif juga terlihat dalam bab partisipasi masyarakat. Seluruh daftar inventarisasi masalah terkait hal ini ditolak oleh pemerintah, sementara di UU No. 5 Tahun 1990 partisipasi tidak jelas.

Hal yang sama juga terjadi dalam partisipasi masyarakat adat dan masyarakat sekitar hutan. Dalam RUU DPR hal ini diatur dengan rinci dan jelas, namun pemerintah mengajak kembali pada UU KSDHAE.

“Sekali lagi pemerintah konservatif dan mengajak kembali ke UU KSDHAE, jika kembali ke UU ini maka banyak masalah  tidak dapat diselesaikan,"katanya.

Pada kesempatan itu, Ahli Ekologi Hutan Djoko Marsono juga menyampaikan sejumlah masukan terhadap RUU KSDAHE, salah satunya terkait konsep konservasi sumber daya alam.

Ia lebih setuju untuk mengembalikan konsep konservasi ke UU No. 5 Tahun 1990, sebab pengertian tentang konservasi sumber daya alam hayati menjadi lebih luas. Konservasi sumber daya alam hayati dimaknai sebagai tindakan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman sumber daya alam hayati, dan pemanfaatan secara lestari terhadap sumber data alam hayati.

Sementara untuk pengertian ekosistem sumber daya alam hayati saja atau lebih spesifik karena pengertian eksositem akan sangat banyak.

“Perlu konsistensi istilah tentang kawasan konservasi dan kawasan di luar  kawasan konservasi, sebab selama ini masih ada inkonsistensi,”tuturnya.

Djoko menyampaikan masukan lain terkait azas konservasi sumber daya alam hayati pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati bertentangan dengan tujuan untuk kepentingan generasi yang akan datang.

Lalu, terkait pemanfaatan keanekaragaman ekosistem, jenis serta genetik tumbuhan dan satwa, sudah selayaknya dipastikan hanya boleh dilakukan di luar zona inti KPA dan KSA.

Sebagai informasi, Komisi IV DPR RI telah membentuk panitia kerja untuk menyusun RUU KSDHAE yang beranggotakan sebanyak 27 orang dari unsur pemerintah maupun DPR.

Anggota Komisi IV Slamet mengungkapkan, pihaknya berharap mendapatkan banyak masukan dari perguruan tinggi terkait dengan RUU KSDHAE.

“UU No. 5 Tahun 1990 ini sudah hampir 30 tahun tidak dilakukan judicial review.  Sementara ada sisi yang memang harus ada perubahan seperti dari penegakan hukum, pemanfaatan sumber daya alam hayati, maupun perlindungannya sehingga dengan RUU nantinya bisa menguatkan lagi pada isi per pasalnya disesuaikan dengan dinamika perkembangan zaman," ucap dia.

RUU KSDHAE memuat 16 bab dan 62 pasal. Adapun, 16 bab itu berisi tentang ketentuan umum, perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman sumber daya hayati dan ekosistemnya, kawasan suaka alam, pengawetan keanekaragaman sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, kawasan suaka alam, pengawetan jenis timbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Selain itu memuat juga tentang kawasan pelestarian alam, pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar, partisipasi masyarkat yang terbagi dalam tiga bagian, yakni umum, masyarakata hukum adat dan masyarakat sekitara kawasan konservasi.

Selain itu kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pendanaan, larangan, penyidikan, ketentuan pidana, ketetuan peralihan dan penutup.

Wakil Menteri LHK Alue Dohong menyatakan pihaknya sangat menghargai inisiasi DPR RI yang terus mendorong perbaikan konservasi sumber daya alam di Indonesia. Ia menilai bahwa perubahan UU nomor 5 tahun 1990 tentang KSDHAE perlu segera hadir guna menjawab berbagai perkembangan dan dinamika dalam urusan konservasi dan sumber daya alam.

"Pemerintah memandang UU KSDHAE amat vital bagi kehidupan manusia. Diperlukan pengaturan yang bertujuan untuk melestarikan dan melindungi konservasi hayati dan ekosistemnya, meningkatkan pemasukan devisa negara dan mensejahterakan masyarakat sekaligus mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan pelibatan masyarakat dan swasata nasional dengan tidak mengabaikan karakteristik dan keberlangsungan hidup ekosistemnya," beber dia.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat