visitaaponce.com

IDI Dukung Larangan Jual Rokok Batangan

IDI Dukung Larangan Jual Rokok Batangan
Rokok batangan tanpa cukai(MI/Furqon Ulya Himawan)

PRESIDEN Joko Widodo alias Jokowi menyampaikan pelarangan penjualan rokok batangan adalah salah satu bentuk ikhtiar untuk menjaga kesehatan masyarakat. 

Larangan penjualan rokok batangan ini tidak hanya di Indonesia, tetapi juga dilakukan oleh negara-negara maju di dunia. Pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 Tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023 yang ditetapkan pada 23 Desember 2022 lalu oleh Presiden Jokowi.

Menanggapi larangan penjualan rokok batangan ini, dokter IDI Sulselbar, Wachyudi Muchsin, mengatakan pembatasan menjual rokok batangan yang dilakukan Presiden Jokowi adalah keputusan yang tepat dan untuk menjaga kesehatan masyarakat Indonesia.

“Pembatasan yang saat ini pemerintah lakukan untuk kesehatan kita semua,” kata Wachyudi kepada wartawan, Rabu (28/12).

Menurut Wachyudi, sudah diketahui banyak sekali zat kimia yang sifatnya racun terdapat dalam sebatang rokok yang diisap. Zat kimia yang beracun itu seperti karbonmonoksida, nikotin, tar, hidrogen-sianida, benzena, formaldehida, arsenik, kadmium, timbal, metil-etil-ketone, toluena, dan lain-lain. 

“Di dalam sebatang rokok yang diisap terkandung 4.000 jenis senyawa kimia, 400 jenis zat berbahaya, dan 43 jenis zat penyebab kanker (Karsinogenik),” ujarnya.

Dikatakan Wachyudi, nikotin sendiri merupakan bahan kimia alami di dalam tanaman tembakau dan saat tembakau dibakar, nikotin akan berpindah ke dalam asap dan akan membuat perokok ketagihan untuk selalu merokok.

“Nikotin, meski membuat ketagihan, bukanlah penyebab utama penyakit terkait merokok. Nikotin terekstraksi dari tembakau, terbawa masuk ke dalam sirkulasi arteri dan sampai ke otak. Nikotin berdifusi cepat ke dalam jaringan otak dan terikat dengan reseptor asetikolin nikotinik (nAChRs) subtipe. Nikotin mempengaruhi perasaan, pikiran, dan fungsi pada tingkat seluler,” jelasnya.

Dokter yang dikenal dengan julukan dokter Koboy itu melanjutkan, seorang perokok sangat rentan atau berisiko empat kali lipat terkena penyakit jantung koroner dan kanker paru. Untuk itu, pembatasan penjualan rokok yang dilakukan Pemerintah lewat Presiden Jokowi sangat tepat untuk menjaga kesehatan masyarakat Indonesia.

“Perokok mempunyai risiko 2-4 kali lipat terkena penyakit jantung koroner dan risiko lebih tinggi untuk penyakit kanker paru, di samping penyakit tidak menular lain yang sebenarnya dapat dicegah. Penyakit paru-paru menjadi risiko pertama akibat dari rokok, karena asap rokok masuk ke dalam paru-paru yang selanjutnya komponen dalam asap rokok masuk kedalam aliran darah,” ucapnya.

“Asap rokok dihisap dan masuk ke dalam paru-paru sehingga menyebabkan paru-paru mengalami radang, bronchitis, dan pneumonia. Kemudian, bahaya dari zat nikotin yang dapat menyebabkan kerusakan sel-sel dalam organ paru-paru yang dapat berakibat fatal yaitu kanker paru-paru,” tambahnya.

Dilanjutkan dokter Koboy, bahaya merokok lainnya bagi kesehatan lainnya adalah bisa mengakibatkan impotensi, dan kasus seperti ini sudah banyak dialami oleh para perokok. Hal ini diakibatkan oleh kandungan bahan kimia yang sifatnya beracun dapat mengurangi produksi sperma pada pria. 

“Bahkan risiko berikutnya adalah pada pria juga bisa terjadi kanker pada bagian testis. Demikian halknya pada wanita yang merokok, akibat dari rokok juga bisa mengurangi tingkat kesuburan wanita,” ungkapnya.

Bahkan, perokok juga rentan bermasalah pada lambung karena asap rokok yang masuk ke sistem pencernaan melalui aliran darah akan menyebabkan meningkatnya asam lambung. Apabila hal ini terjadi terus menerus seperti yang terjadi pada para perokok, maka berisiko menjadi penyakit yang lebih kronis pada lambung seperti tukak lambung yang sulit diobati.

“Para perokok juga memilki risiko menderita serangan stroke, karena pengaruh zat kimia seperti nikotin, tar, karbon monoksida dan gas oksidan dalam rokok dapat menyebabkan melemahnya pembuluh darah. Kinerja pembuluh darah akan terganggu dan beresiko menyebabkan kekurangan darah di otak. Hal ini beresiko terjadinya stroke meskipun tidak ada riwayat darah tinggi atau penyakit penyebab stroke lainnya,” pungkasnya. (RO/OL-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat