visitaaponce.com

Komnas Perempuan Urgensi Data kekerasan Seksual untuk Rumuskan Kebijakan

Komnas Perempuan: Urgensi Data kekerasan Seksual untuk Rumuskan Kebijakan
Ilustrasi(Dok 123RF)

KOMISI Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) berharap pemerintah dapat memprioritaskan percepatan proses integrasi data yang ditopang dengan dukungan penguatan infrastruktur teknologi, informasi dan komunikasi di semua lembaga. Hal ini dapat menjadi basis untuk merumuskan kebijakan penanganan kekerasan terhadap perempuan.

"Kekerasan seksual menjadi hal yang dapat menimpa siapa saja, baik itu laki-laki, perempuan, anak-anak, dewasa, maupun lansia. Karena itu, mengingat kebutuhan data nasional tentang kasus kekerasan seksual sebagai basis perumusan kebijakan, Komnas Peremuan berharap negara akan memprioritaskan percepatan proses integrasi data yg ditopang dengan dukungan penguatan infrastruktur teknologi, informasi dan komunikasi di semua lembaga termasuk Komnas Perempuan," ungkap Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam acara Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2023 secara daring, Selasa (7/3).

Lebih lanjut, Komnas Perempuan sendiri tiap tahunnya merilis Catatan Tahunan Komnas Perempuan yang telah menjadi satu-satunya rujukan yang tersedia secara nasional untuk data terkompilasi mengenai pelaporan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang diterima oleh lembaga pelayanan, lembaga penegak hukum, organisasi masyarakat sipil dan Komnas Perempuan.

"Komnas Perempuan setiap tahunnya memberikan formulir untuk diisi oleh seluruh pihak dan menjadi sebuah kompilasi yang berisi rujukan bersama. Pada tahun 2022 ada 137 lembaga yang turut serta dari 27 Provinsi di Indonesia. Catatan tahunan ini merupakan produk pengetahuan dan kajian yang dihasilkan bersama secara lintas unit kerja," tuturnya.

Dari data Catatan Tahunan Komnas Pemerempuan ini, pemerintah dikatakan perlu memberikan perhatian pada kondisi perlindungan dan pemulihan korban kekerasan terhadap perempuan di ranah publik dan negara.

Ranah sendiri merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara korban dan pelaku.

Andy mencontohkan, meskipun sesorang tinggal dalam satu atap dan mempunyai jaminan untuk bebas dari kekerasan seperti yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), jika kekerasan terjadi terhadap pekerja rumah tangga, tindakan tersebut terjadi di ranah publik bukan personal.

Hal ini dikarenakan relasi antara korban dan pelaku, dalam hal ini majikan dan pekerjanya adalah sebuah relasi yang sifatnya publik bukan personal meskipun mereka tinggal dalam satu atap.

"Hal ini menjelaskan bahwa UU PKDRT saja tidak cukup untuk melindungi pekerja rumah tangga. Maka dari itu, kita perlu regulasi yang menegaskan pengakuan dan jaminan perlindungan terhadap pekerja rumah tangga," tegas Andy.

Menurutnya, perhatian kepada ranah publik dan negara tidak dimaksudkan untuk memalingkan perhatian dari kekerasan di ranah personal. Apalagi kekerasan di ranah ini menjadi kasus paling banyak dilaporkan ke semua lembaga

Tahun 2022 saja, data kekerasan terhadap perempuan di ruang daring khususnya kekerasan seksual menunjukkan 48% dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan personal dengan korban, terutama oleh pacar dan mantan pacar.

"Dalam hal ini, upaya penanganan merujuk pada UU tindak pidana kekerasan seksual atau PKDRT dan UU lainnya," ujarnya.

Selain di ranah personal, kekerasan seksual juga meningkat di ranah publik. Namun proses penanganannya masih terhambat.

Indonesia memang sudah memiliki UU PKDRT, namun perlu didorong percepatan aturan turunan dari UU PKDRT serta penguatan institusi di tingkat kepolisian dengan mendirikan direktorat terpisah untuk penanganan kasus perempuan dan anak serta penguatan lembaga pengada layanan, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat untuk mengatasi kekerasan terhadap perempuan di ranah publik khususnya kekerasan seksual.

Di ranah negara, tahun ini Komnas Perempuan mencatat lonjakan pengaduan hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Pengaduan perempuan berhadapan dengan hukum sebagai tersangka atau terpidana mendominasi laporan yang masuk ke Komas perempuan.

"Penegakkan hukum untuk memastikan pengadilan yang adil maupun untuk mengurangi diskriminasi gender, masih menjadi tanggungan utama dalam kasus kekerasan berbasis gender dan juga dihadapi oleh perempuan pembela hak asasi manusia," tandas Andy. (H-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat