visitaaponce.com

Komnas Perempuan Kecewa Soal Penundaan RUU PPRT

Komnas Perempuan Kecewa Soal Penundaan RUU PPRT
Peserta aksi membawa poster kampanye kesetaraan gender saat peringatan Hari Perempuan Sedunia atau International Womens Day.(MI/USMAN ISKANDAR)

KOMISI Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) merasa kecewa atas penundaan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Dengan penundaan ini, sudah 19 kali RUU PPRT tidak kunjung disahkan.

"Kami memahami prosedur sebuah peraturan perundang-undangan untuk menjadi usul inisiatif DPR RI, yaitu melalui Rapat Bamus DPR RI. Kami tentu kecewa dengan penundaan ini, mengingat RUU PPRT memasuki tahun ke 19 sejak kali pertama RUU PPRT diusulkan jaringan masyarakat sipil dan Komnas Perempuan sebagai payung hukum komprehensif perlindungan pekerja rumah tangga," ungkap Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah kepada Media Indonesia, Kamis (9/3).

Menurutnya, penundaan ini tidak sesuai dengan komitmen pemerintah yang telah membentuk Gugus Tugas RUU PPRT untuk memastikan terjadinya percepatan pembahasan hingga pengesahannya.

Baca juga: Puan: RUU PPRT Diputuskan Ditunda atas Keputusan Rapim DPR

Siti menegaskan, dengan penundaan ini perlindungan terhadap pekerja rumah tangga tidak akan menemukan titik terang.

"Tanpa pengesahan menjadi RUU Inisiatif DPR RI, ibaratnya seperti cinta bertepuk sebelah tangan, RUU PPRT belum dapat dibahas bersama antara Pemerintah dan DPR RI," ujar Siti.

Baca juga: Aksi 1.000 Perempuan Perjuangkan RUU PPRT

Dia menegaskan, publik harus diinformasikan terkait hal yang menyebabkan pimpinan DPR RI bersepakat RUU PPRT ditunda.

"Jika terkait dengan substansi pengaturan, maka hal tersebut dapat didialogkan dengan pemerintah, PRT, masyarakat sipil maupun lembaga nasional HAM," tuturnya.

Tiga Isu Utama dalam RUU PPRT

Perlu diketahui, Komnas Perempuan sendiri telah merekomendasikan tiga isu utama dalam RUU PPRT.

  • Pertama, adanya pengakuan PRT sebagai pekerja.
  • Kedua, perlindungan bagi PRT yang tidak hanya terbatas pada perlindungan atas diskriminasi dan kekerasan berbasis gender, tapi juga pada adanya pengaturan terkait perjanjian kerja, jaminan atas hak dan perlindungan sosial, dan pemenuhan hak-hak pekerja lainnya.
  • Ketiga, pengaturan terhadap pemberi kerja dan penyalur kerja demi memastikan keseimbangan posisi tawar dan menghapuskan perdagangan orang.

(Des/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat