visitaaponce.com

Simak 4 Alasan Mengapa Manasik Haji Itu Penting

Simak 4 Alasan Mengapa Manasik Haji Itu Penting
Ilustrasi manasik haji.(Antara)

BIMBANGAN manasik bagi jemaah haji yang akan berangkat tahun 1444 H/2023 M mulai intens dilaksanakan, termasuk di Kantor Urusan Agama (KUA). Ini sederet alasan pentingnya manasik buat para calon jemaah haji.

Untuk diketahui, bimbingan manasik haji mesti dilaksanakan 8 kali pertemuan untuk Pulau Jawa dan 10 kali pertemuan untuk luar Pulau Jawa. Penyuluh Agama Islam KUA Pesanggrahan Kota Jakarta Selatan Naif Adnan mengatakan, hal itu sesuai dengan Keputusan Dirjen Pembinaan Haji dan Umrah No 164 Tahun 2023.

"Ada beberapa hal yang harus diperhatikan jemaah haji selama berlangsungnya manasik," katanya seperti dikutip dari laman Kementerian Agama.

Baca juga : Lansia Kini Punya Pedoman Khusus Manasik Haji

Pertama, terang Naif, bimbingan manasik haji adalah bagian dari hak jemaah. Hal itu seperti ditegaskan dalam UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

Pada Pasal 3 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa penyelengaraan haji dan umrah bertujuan memberikan memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan bagi jemaah haji dan jemaah umrah, sehingga dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan isyarat. Selain itu, juga untuk mewujudkan kemandirian dan ketahanan dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.

Baca juga : DPR Minta Pemerintah Benahi Pelaksanaan Manasik Haji

Manasik haji merupakan salah satu bentuk pembinaan dari pemerintah dalam bentuk penyuluhan dan bimbingan sebagaimana dalam PMA No 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler Bab IV Pembinaan Jemaah Haji.

"Manasik haji tidak hanya diberikan pada saat pertemuan di KUA, tetapi diberikan juga ketika jemaah haji masuk asrama haji pada saat akan berangkat haji, bahkan ketika di tanah suci pun menjelang kegiatan Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna), jemaah tetap diberikan bimbingan manasik haji di pemondokan masing-masing," urai Naif.

Kedua, sambungnya, bimbingan manasik haji merupakan bagian dari istita'ah keilmuan. Selain Islam, baligh, berakal sehat, merdeka, istita’ah (mampu) adalah salah satu syarat bagi orang yang akan berhaji.

Mampu tidak terbatas hanya pada kesehatan jasmani dan rohani, kemampuan biaya, dan keamanan, akan tetapi juga mampu dari segi keilmuan. Jemaah haji yang mandiri juga harus mampu menguasai keilmuan tentang manasik haji, meliputi fiqh haji (syarat, rukun,wajib dan sunnah haji), mengetahui juga hikmah haji, kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan ibadah haji, serta hak dan kewajiban jemaah.

"Jika ibadah haji dilandaskan dengan ilmu tentu menambah pahala dan kemabruran haji," katanya.

Bangun kekompakan calhaj

Ketiga, manasik di KUA diharapkan bisa membangun keterikatan atau hubungan emosional antara jemaah satu dengan jemaah lainnya.

"Harus diakui bahwa perkenalan jemaah haji belum intens pada saat pendaftaran, pelunasan atau pemeriksaan kesehatan, maka pertemuan di KUA-lah jemaah bisa mengenal lebih jauh jemaah yang akan menjadi teman kloternya," tutur Naif.

Saat manasik, jemaah haji dengan berbagai latar perbedaan usia, pendidikan, suku dan adat penting untuk saling kenal mengenal dan menjalin keakraban. Ketika mereka sudah saling akrab, maka akan tercipta regu dan rombongan yang kompak, yang tentu saja akan memudahkan petugas kloter dalam menjalankan tugasnya.

"Kalau sudah kompak sejak di Tanah Air diharapkan tetap terjaga pada saat di Tanah Suci nanti sampai kembali ke Tanah Air," cetusnya.

Hal penting keempat, dalam manasik haji di KUA, jemaah haji sudah harus mengenal perangkat petugas dalam kloter dan strukturnya. Keterlibatan ketua kloter, pembimbing ibadah, petugas kesehatan dan petugas haji daerah dalam melakukan perkenalan di pertemuan manasik haji sangat penting, agar jemaah haji tahu tugas dan fungsi petugas kloter.

"Sehingga mereka tahu kemana harus bertanya dan berkonsultasi ketika menemui masalah di Tanah Suci. Jangan sampai dari keberangkatan sampai kepulangan ke Tanah Air, jemaah tidak kenal nama petugas kloternya," tukasnya.

Selain itu, jemaah haji juga harus diajarkan untuk mematuhi komando dari petugas kloter agar jemaah bisa tertib dan lancar menunaikan ibadah. Pembentukan dan penunjukkan ketua rombongan dan ketua regu membutuhkan partisipasi aktif jemaah.

Dengan menjadikan pertemuan bimbingan manasik haji di KUA, diharapkan bisa menciptakan jemaah haji reguler yang lebih mandiri. Mandiri dalam arti bahwa jemaah mampu melaksanakan ibadah dan perjalanan ibadah haji tanpa tergantung pihak lain.

Dengan bekal manasik di KUA yang cukup, maka pada saatnya nanti di Tanah Suci jemaah bisa lebih mandiri, tidak semua jemaah didampingi satu persatu oleh petugas agar jemaah bisa khusyu dalam beribadah. Aamiiin. (Z-4)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat