visitaaponce.com

Udara di Jakarta sudah Tidak Sehat Ini Penjelasan Ahli Paru

Udara di Jakarta sudah Tidak Sehat? Ini Penjelasan Ahli Paru
Ilustrasi(Medcom.id)

Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan di zaman sekarang polusi udara menjadi ancaman yang tidak bisa dielakkan. World Health Organization (WHO) bahkan menyatakan sekitar 90% anak di dunia hidup dalam lingkungan yang kadar polusi udaranya melebihi ambang batas.

Ia pun membeberkan dampak yang bisa ditimbulkan polusi udara pada kesehatan.

Pertama, munculnya infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dalam bentuk radang tenggorok, bronkitis, dan lain sebagainya. Kedua, terjadinya perburukan dari penyakit kronik.

Baca juga: Jelang Hari Tuberkulosis Sedunia, Yuk Kenali Penyakit ini

"Misalnya, seseorang yang memang punya asma akan lebih mudah dapat serangan asma kambuh,. Begitu juuga pasien penyakit paru obstruktif kronik, mereka akan lebih mungkin mengalami eksaserbasi akut," ujar Tjandra melalui keterangan tertuis, Selasa (30/5).

Kendati demikian, ia mengatakan polusi udara memiliki peluang kecil untuk membuat seseorang mengidap kanker paru. Pasalnya, polusi udara akan berfluktuasi, kadang memburuk, kadang juga membaik.

Baca juga: Dokter Spesialis Paru: Butuh Komitmen Kuat untuk Sembuh dari TBC

"Jadi dampak terjadinya penyakit paru kronik sampai mungkin kanker paru bukanlah akibat polusi udara yang memburuk hanya dalam beberapa hari atau minggu saja seperti sekarang ini," tuturnya.

Tjandra pun mendorong adanya pendataan secara rutin bagi masyarakat terutama di DKI Jakarta terkait riwayat kesehatan paru untuk mengetahui lebih lanjut dampak dari polusi udara di ibu kota.

"Tentang kabar yang menyebut sekarang banyak warga Jakarta mengeluh batuk, sebaiknya informasi ini didukung data, bukan sekedar katanya. Dalam ilmu kesehatan masyarakat, ada kegiatan surveilans yang dilakukan secara rutin, sehingga harusnya kita punya data tentang berapa jumlah kasus penyakit paru dan pernapasan pada Maret 2023 misalnya. Lalu, berapa bulan April, Mei dan Juni sekarang ini," jelasnya.

Itu perlu dilakukan untuk memastikan apakah ada peningkatan kasus di masyarakat.

"Di Australia misalnya, jelas ada data bahwa pada masa kebakaran semak-semak terjadi peningkatan angka masuk IGD akibat keluhan sesak napas. Data sejelas itu harusnya juga tersedia di negara kita," tegasnya. (Z-11)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat