visitaaponce.com

Program Merdeka Belajar Ubah Mindset Mahasiswa dan Dunia Usaha

Program Merdeka Belajar Ubah Mindset Mahasiswa dan Dunia Usaha   
Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka ubah pemikiran mahasiswa dan dunia usaha(Ist)

PROGRAM Merdeka Belajar Kampus Mengajar (MBKM) telah mewarnai dunia pendidikan sejak beberapa tahun lalu. Program yang dinisiasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek RI) ini bukan hanya mengubah mindset para civitas akademika, juga membuka mata para mitra atau penyedia lapangan pekerjaan. 
 
Pencapaian dan tantangan program MBKM tercermin dalam riset Segara Research Institute yang dipublikasikan melalui seminar daring pada hari ini (23/6) di Jakarta. 

“Secara umum, semua pihak happy dengan implementasi program ini, baik mahasiswa, dosen, pimpinan perguruan tinggi hingga para mitra dari dunia usaha. Namun demikian, mereka juga memberikan sejumlah catatan untuk perbaikan program ini ke depan,” kata Direktur Eksekutif Segara Research Insitute Piter Abdullah, dalam keterangan resmi yang diterima. 

Baca juga: Tanoto Foundation Terima Penghargaan Anugerah Merdeka Belajar
 
Piter menjelaskan, dalam melakukan evaluasi ini, Segara Institute melibatkan 50 perguruan tinggi mulai dari Sumatera hingga Papua. Sebanyak 36 di antaranya tersebar di Jawa dan Sumatera. 

Total responden mencapai 263 orang, terdiri dari pimpinan perguruan tinggi mulai dari rektorat hingga dekanat, koordinator program MBKM, mahasiswa hingga lebih dari 50 mitra kampus. Responden mitra terdiri dari 46.6% perusahaan swasta, 22.4% institusi pendidikan, 19% instansi pemerintah, dan 12.1% perusahaan BUMN.

Baca juga: Lorong Terang Pendidikan, Mengembalikan Muruah Merdeka Belajar

“Survei ini bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas mahasiswa, peran program MBKM dalam menjawab permasalahan kualitas, manfaat yang dirasakan oleh stakeholders, serta untuk mendapatkan masukan guna meningkatkan pelaksanaan program MBKM,” jelas dia.
 
Hasil survei terbagi menjadi tujuh parameter. Pertama, profil softskills dan hardskills mahasiswa dalam perspektif pimpinan, dosen, dan mahasiswa. Kedua, persepsi softskills dan hardskills mahasiswa oleh dunia kerja. Ketiga, pelaksanaan MBKM di perguruan tinggi. Keempat, manfaat MBKM bagi perguruan tingg. Kelima, manfaat MBKM bagi dosen. Keenam manfaat MBKM bagi mahasiswa. Ketujuh manfaat MBKM bagi mitra.
 
Dengan menggunakan skala likert 7 (1: sangat tidak terampil – 7: sangat terampil), hasil survei menunjukkan bahwa rata-rata penilaian pimpinan dan dosen perguruan tinggi terhadap soft skills mahasiswanya adalah 5 dengan skill tertinggi yang diraih adalah collaboration skills dan yang terendah pada aspek problem solving.
 
Sementara itu, rata-rata penilaian hard skills dosen dan pimpinan terhadap mahasiswa juga memiliki rerata 5. Skor tertinggi diraih penilaian terhadap computer skills mahasiswa dan yang terendah adalah writing skills. 

“Dengan menggunakan skala likert yang sama (1: sangat tidak efektif – 7: sangat efektif), stakeholders di perguruan tinggi menilai bahwa salah satu kegiatan yang dapat meningkatkan soft skills dan hard skills mahasiswa adalah praktik magang wajib,” kata Piter.
 
Di sisi lain, berdasarkan perspektif mitra (dunia kerja), lulusan perguruan tinggi diharapkan memiliki collaboration skills, communication skills, dan problem solving yang baik. Sementara untuk hard skillsnya, mereka menilai bahwa lulusan perguruan tinggi harus terampil dalam computer skill, presentation skill, dan technical skill.
 
“Menurut para mitra, penyebab terjadinya perbedaan standar and ekspektasi terhadap PT di dunia kerja adalah karena pembelajaran PT terlalu teoritis, jiwa semangat anak muda saat ini berkurang sebab segala hal instan, dan kurikulum yang kurang agile dengan perkembangan dan kebutuhan dunia kerja,” lanjut Piter.
 
Hasil riset Segara Institute juga mengungkapkan bahwa stakeholder perguruan tinggi dan mitra menilai program MBKM telah tersosialisasi dengan baik. Kalangan kampus juga mengakui mahasiswa sangat antusias untuk mengikuti program MBKM .
 
“Program yang paling diminati mahasiswa adalah magang bersertifikat, pertukaran mahasiswa merdeka, dan kampus mengajar. Program-program ini juga menjadi yang paling banyak diikuti oleh mahasiswa dalam survei ini,” kata Piter.
 
MBKM juga dinilai efektif dalam mengembangkan soft skill dan hard skill, dengan skor rata-rata 6 dari skala likert 7. Menurut seluruh stakeholder, soft skill yang paling berkembang adalah communication skills. Sementara untuk hard skill, project management (pimpinan dan mitra), technical skills (dosen), dan presentation (mahasiswa) dianggap yang paling berkembang.
 
Pihak rektorat dan dekanat juga menilai MBKM sangat bermanfaat dalam arti meningkatkan kualitas mahasiswa, menambah jaringan Kerjasama, dan memberi ruang pengabdian bagi civitas akademika perguruan tinggi. Skor rata-rata 6 dari 7 (1: sangat tidak setuju – 7 sangat setuju).
 
Yang paling menarik adalah temuan tentang perubahan mindset para mahasiswa setelah mengikuti program MBKM. Mereka juga merasakan dampak positif dari networking dan menjadi lebih semangat untuk segera lulus kuliah. “Mahasiswa merasa skill yang paling meningkat adalah communication skills, time management, dan problem solving. Sementara untuk hard skill yang paling berkembang adalah computer skills dan presentation skills.
 
Mitra juga menilai program MBKM mengasah kemampuan karyawan melalui program mentorship dengan mahasiswa (average score 6.31 dari 7). Selain itu, mereka menilai bahwa program MBKM membuka kesempatan untuk melakukan rekruitmen dini kepada mahasiswa setelah program berakhir.
 
Meski mendapatkan banyak apresiasi, riset Segara Institute juga menemukan sejumlah tantangan MBKM agar bisa terus ditingkatkan kualitasnya. Yang paling mendesak adalah mengintensifkan sosialisasi mengingat masih banyak perbedaan pemahaman mengenai program MBKM di kalangan dosen dan mahasiswa.
 
“Selain itu, penting untuk melakukan penyusunan kurikulum dan metode pembelajaran yang berfokus pada pengembangan kemampuan mahasiswa (softskills dan hardskills) dengan menambah porsi pembelajaran studi kasus, project, dan metode praktikal lainnya agar sesuai dengan kebutuhan dunia kerja,” kata Piter.
 
Berdasarkan catatan yang diperoleh, hingga Juni 2022, tercatat sekitar 69% penduduk Indonesia termasuk dalam kategori usia produktif (15-64 tahun). Dari angka tersebut, kelompok usia produktif 15-29 tahun mencapai sekitar 24% dari total penduduk Indonesia. Namun, terdapat kesenjangan antara sistem pendidikan dengan tuntutan dunia kerja.
 
Salah satu masalah yang terjadi adalah lulusan sarjana yang tidak sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Data BPS per Februari 2022 menunjukkan sekitar 5,83% dari total penduduk usia kerja menganggur, di mana 14% dari angka pengangguran tersebut berasal dari lulusan jenjang diploma dan sarjana (S1). Hal ini mengindikasikan adanya ketidaksesuaian antara kompetensi yang dimiliki oleh lulusan dan kebutuhan lapangan kerja.
 
Untuk mengatasi tantangan ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek RI) mengembangkan Program Merdeka Belajar Kampus Mengajar (MBKM). Program ini bertujuan untuk mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan fleksibel, serta kreatif dan dinamis dalam menghadapi perubahan ilmu dan kompetensi yang cepat berubah. 

Melalui program MBKM, mahasiswa diberikan kesempatan untuk mengasah kemampuan sesuai dengan bakat dan minat mereka. Mereka juga diberikan pengalaman langsung dalam dunia kerja sebagai persiapan karier. Dengan demikian, diharapkan lulusan program MBKM mampu memenuhi kebutuhan dunia kerja yang terus berkembang. (Z-10)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat