visitaaponce.com

Pemerintah Dinilai belum Memiliki Regulasi Kuat untuk Jalankan Proyek Genom

Pemerintah Dinilai belum Memiliki Regulasi Kuat untuk Jalankan Proyek Genom
Ilustrasi virus korona(CDC )

PROYEK Biomedical & Genome Science Initiative (BGSi) yang dicanangkan pemerintah Indonesia dikhawatirkan oleh sejumlah pihak akan menimbulkan ancaman. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Iqbal Mochtar menilai Indonesia belum memiliki regulasi yang kuat untuk menghindari penyalahgunaan data genom.

"Kita belum memiliki regulasi yang kuat terkait dengan upaya proyek bioteknologi medis ini. Banyak celah yang memungkinkan terjadinya penyalahgunaan studi genome," kata Iqbal dalam media briefing yang diselenggarakan pada Kamis (6/7).

Iqbal menuturkan, misalnya saja pada RUU Kesehatan yang akan menjadi dasar hukum pelaksanaan proyek itu, masih banyak ayat yang memungkinkan adanya penyalahgunaan.

Baca juga: Kebiasaan Ngemil pada Anak Tingkatkan Risiko Diabetes

Misalnya saja pada ayat 338 yang menyatakan genom manusia dapat dipindahkan dan diutak-atik dengan persetujuan donor, kecuali tanpa identitas, berdasarkan penetapan hukum dan kepentingan umum.

"Pertanyaannya di sini adalah, apa yang dimaksud dengan kepentingan umum?" tanya Iqbal.

Baca juga: IDI Minta Substansi RUU Kesehatan Dibuka Transparan

Selain itu, pasal 339 menyebutkan bahwa biobank storage dapat dilakukan oleh swasta. 

"Bayangkan swasta bisa menyimpan biobank. Ini berpotensi disalahgunakan. Misalnya bayangkan saja jika data satu sehat Kemenkes saat ini bisa dipegang swasta, maka apa yang akan terjadi," lanjut dia.

Selain itu pada ayat 340 menyebutkan bahwa pemerintah membuka peluang dan penggunaan spesimen data ke luar negeri.

"Ini semua celah memungkinkan terjadinya penyalahgunaan studi genom. Kenapa berani menjadikan genom ini sementara RUU kesehatan belum disahkan? Lalu bagaimana dengan pasal-pasal yang lemah? " ucap dia.

Seperti diketahui, BGSi merupakan program inisiatif nasional pertama yang dibuat oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin guna mengembangkan pengobatan yang lebih tepat bagi masyarakat.

Caranya, dengan mengandalkan teknologi pengumpulan informasi genetik (genom) dari manusia maupun patogen seperti virus dan bakteri atau bisa disebut dengan Whole Genome Sequencing (WGS).

Pengembangan WGS ini, kata Menkes sejalan dengan transformasi bioteknologi dalam aktivitas bio surveillance dan layanan kesehatan yang ditujukan dalam peningkatan deteksi patogen dan memperbaiki pengobatan.

Target dalam dua tahun kedepan, ada 10 ribu genome sequences manusia yang terkumpul dan diteliti guna pemetaan varian data genome dari populasi penduduk Indonesia yang memiliki penyakit prioritas yang telah ditentukan sebelumnya.

Iqbal melanjutkan, berkaca dari proyek genom yang dijalankan di dunia, beberapa negara yang bukan hanya mengumpulkan data genom saja, tapi juga melakukan editing genom. Di sisi lain, sebanyak 29 negara telah menandatangani persetujuan pelarangan editing genom.

"Salah satu negara yang tidak memiliki aturan mengenai editing genom adalah Tiongkok. Lalu kita saat ini proyek genom berkolaborasi dengan Beijing Genome Institute. Bayangkan apa yang terjadi bila kita tidak memiliki payung hukum yang kuat untuk bangsa Indonesia," tegas Iqbal.

Iqbal kemudian mempertanyakan urgensi proyek genom di Indonesia. Menurut dia, masih banyak masalah kesehatan yang perlu diselesaikan, dan jawabannya bukan dengan proyek genom.

"Kasus-kasus konvensional seperti tuberkulosis, malaria dan hepatitis tingkat morbiditas dan mortalitasnya masih sangat tinggi di negeri ini dan semua ini membutuhkan real action program kesehatan masyarakat, bukan genom. Dan dalam 5 atau 10 tahun ke depan, angka-angka prevalensi penyakit tidak bisa turun signifikan karena adanya proyek genom," bebernya. (Ata/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat