visitaaponce.com

Penderita Alergi Lebih Banyak di Kota Ketimbang di Desa, Ini Alasannya

Penderita Alergi Lebih Banyak di Kota Ketimbang di Desa, Ini Alasannya
Ilustrasi(Freepik )

DOKTER anak konsultan alergi dan imunologi Prof Budi Setiabudiawan mengatakan penderita alergi lebih banyak di perkotaan daripada pedesaan, karena berhubungan dengan tingkat higienitas para penduduknya.

"Angka kejadian alergi, saat ini, pada umumnya meningkat terutama di negara-negara maju dibandingkan negara berkembang. Begitu juga di suatu negara, kejadian meningkat di perkotaan daripada pedesaan. Kenapa? Ini disebut dengan hygiene hypothesis," kata Budi saat bertemu media di Jakarta, Selasa (11/7) malam.

Budi menjelaskan, tingkat higienitas yang berlebihan akan meningkatkan potensi alergi pada tubuh seseorang.

Baca juga: Ini Perbedaan Lupus dengan Alergi

Di negara maju yang relatif lebih bersih, Budi mengatakan penduduknya jarang terkena infeksi. Sehingga, sel yang akan terangsang untuk tumbuh lebih banyak adalah sel T yang berperan dalam mekanisme alergi dibandingkan sel T untuk melawan infeksi.

Sebaliknya di negara berkembang yang banyak kejadian infeksi, kata Budi, sel yang terangsang untuk tumbuh lebih banyak adalah sel T untuk melawan infeksi.

"Begitu juga di perkotaan dan pedesaan. Kalau di pedesaan, anak lebih sering main di luar, dia sering main sama teman-temannya, sehingga kejadian dia ketemu kuman lebih banyak. Sehingga yang terangsang adalah sel T untuk kejadian infeksi dan menekan sel T untuk kejadian alergi," tutur Budi.

Baca juga: Anak yang Punya Alergi tidak Perlu Terlalu Dikekang

"Kalau di kota kan tidak, anak-anak lebih banyak main di rumah sendiri, main gim, sama ibunya tidak boleh ke luar, sehingga tidak terangsang sel T untuk infeksi dan sel T untuk kejadian alerginya meningkat," lanjut dia.

Budi pun mengingatkan alergi dapat memberikan dampak yang tidak diinginkan terhadap kesehatan dan tumbuh kembang anak jika tidak didiagnosa sejak awal dan diberikan tatalaksana yang tepat.

Untuk itu, penting untuk mengetahui apakah anak memiliki bakat alergi atau tidak. Risiko alergi sendiri akan lebih tinggi apabila terdapat riwayat alergi dalam keluarga.

Selain itu, orangtua juga perlu mencermati gejala-gejala alergi pada anak. Gejala yang paling sering dialami di antaranya diare, konstipasi, regurgitasi, muntah, darah dalam tinja, ruam, bengkak bibir dan kelopak mata, serta eksim.

Gejala lainnya juga dapat berupa kolik, urtikaria, asma, rinitis, hingga anafilaksis.

Jika anak mengalami gejala-gejala tersebut, Budi mengimbau orangtua untuk segera memastikan apakah gejala tersebut muncul karena alergi atau penyakit lain, dengan berkonsultasi ke dokter.

"Kalau kita terlambat mendiagnosa sehingga tatalaksana tidak optimal, anak akan terganggu tumbuh kembangnya. Tapi kalau kita sedini mungkin menentukan anak ini alergi atau tidak sehingga dilakukan tatalaksana optimal, maka anak akan tetap tumbuh kembang dengan normal," tegas Budi. (Ant/Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat