visitaaponce.com

Pembelajaran Kasus Bayi Tertukar, Perlu Dibentuk Majelis Disiplin

Pembelajaran Kasus Bayi Tertukar, Perlu Dibentuk Majelis Disiplin
Ilustrasi(Freepik )

KASUS tertukarnya bayi di Rumah Sakit Sentosa Bogor menjadi pelajaran perlunya segera dibentuk majelis disiplin yang merupakan amanah dari UU Kesehatan yang baru.

Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mengatakan langkah antisipasi dari pihak manajemen fasilitas kesehatan harus dijalankan. Aturan seperti pemakaian penanda pada bayi baru lahir seperti gelang selain bergantung pada sumber daya manusia, dia menyarankan agar ada infrastruktur kesehatan yang tepat untuk layanan ibu dan anak.

"Kejadian ini adalah contoh tidak berjalannya sistem pencegahan human error. Kontrol antar bagian satu dengan yang lainnya tidak berjalan," kata Edy, Minggu (27/8).

Baca juga: Kasus Bayi Tertukar Setelah 1 Tahun Kini Ditangani Polres Bogor

Pada UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan sudah ditunjukkan bagaimana cara menjaga disiplin tenaga kesehatan. Pada pasal 304 ayat (2) disebutkan bahwa Kementerian Kesehatan membentuk majelis yang bertugas di bidang disiplin profesi.

Dilanjutkan pada Pasal 305 ayat (1) menyebutkan pasien atau keluarga yang dirugikan oleh tenaga medis atau tenaga kesehatan dapat mengadu ke majelis disiplin profesi kesehatan.

Baca juga: Diare Penyebab Kematian Tertinggi Anak setelah Pneumonia

"Adanya majelis disiplin ini sangat penting untuk itu Kementerian Kesehatan harus segera membentuknya. Mengingat adanya kasus di Kabupaten Bogor dan untuk antisipasi kejadian berkaitan dengan tenaga kesehatan ke depannya," ujar Edy.

Lebih lanjut Edy mengungkapkan jika sudah ada majelis disiplin, maka penyelesaian perselisihan dapat didalami oleh majelis tersebut paling lama hingga 14 hari kerja.

Pada UU Kesehatan, rekomendasi dari majelis disiplin ini sangat penting karena penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian maupun penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) bisa dilanjutkan atau tidak.

Sebab majelis disiplin akan melihat apakah tenaga kesehatan atau tenaga medis tersebut melanggar standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.

"Namun ketentuan ini tidak berlaku untuk pemeriksaan tenaga medis atau tenaga kesehatan yang diduga melakukan tindak pidana yang tidak berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan kesehatan," imbuh Edy.

Tertukarnya bayi selama 1 tahun tersebut terbukti melalui tes DNA. Sekitar 10 orang sudah diberikan SP 1 dan 5 bidan serta perawat dibebastugaskan karena kejadian ini.

Selain itu, selama proses hukum masih berlangsung, dia minta agar rumah sakit tetap memperlakukan tenaga kesehatan yang diduga terlibat dengan baik. Asas praduga tidak bersalah harus diterapkan sembari melakukan pendalaman kasus dan bersikap kooperatif kepada aparat penegak hukum.

Di kesempatan terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menjelaskan pada kelahiran bayi semua ada protap yang sudah ditetapkan.

"Misal kalau bayi lahir gelangnya harus sama dengan ibunya jadi harus cocok dengan nomor rekam medik yang sama, secara standar sudah ada. sekarang tinggal bagaimana kepatuhan petugas terhadap standar yang sudah dibuat," kata Nadia.

"Kalau orang teledor ya gimana dong. Harusnya dia profesional dalam menjalankan tugas," imbuhnya.

Ia menekankan bahwa para tenaga medis yang terlibat proses hukum akan mengikuti tahapannya namun tidak serta merta dikriminalisasi.

"Proses hukum ada tuntutan. Nanti ada proses memverifikasi kejadian itu terjadi. Apakah ada unsur teledor dan prosedur lainnya," pungkasnya. (IamZ-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat