visitaaponce.com

Ditiadakannya Jurnal Ilmiah Jadi Kemunduran Bagi Dunia Pendidikan Indonesia

Ditiadakannya Jurnal Ilmiah Jadi Kemunduran Bagi Dunia Pendidikan Indonesia
Mendikbud Nadiem Makarim mengumumkan penghapusan skripsi dalam kebijakan Merdeka Belajar ke-26, Selasa (29/8).(Youtube Metro TV)

PENELITI dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan bahwa Permendikbud-Ristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi yang meniadakan jurnal ilmiah merupakan sebuah kemunduran bagi pendidikan di Indonesia karena justru akan menurunkan mutu.

“Saya kaget dengan kebijakan di bidang pendidikan tinggi ini. Kebijakan ini tidak mewajibkan lagi tesis atau disertasi untuk tingkat S2 dan S3 sementara untuk S1 itu skripsi ditiadakan. Menurut saya ini kemunduran besar artinya yang mengelola pendidikan ini tidak memahami pendidikan tinggi itu sendiri dan tidak melihat acuan global dan dampaknya,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Rabu (30/8).

“Riset ini menjadi salah satu indikator penilaian mutu pendidikan. Tanpa riset, pendidikan tidak akan berkembang. Padahal kalau dia bisa menampilkan hasil risetnya di jurnal internasional terlebih dengan rating yang tinggi, akan meningkatkan performa dan kualitas dari pendidikan kita,” lanjut Dicky.

Baca juga : Merdeka Belajar Episode Ke-26 Dirilis, Nadiem: Standar Pendidikan Tinggi Kini Lebih Sederhana

Dia menegaskan bahwa jurnal ilmiah merupakan sebuah keharusan dan kewajiban bagi perguruan tinggi. Hal ini disebabkan jurnal ilmiah akan menjadi sebuah tolok ukur perguruan tinggi untuk menghasilkan riset yang berkualitas khususnya di mata dunia internasional.

“Kalau ini ditiadakan jelas menjadi sebuah kemunduran dan ini menandakan enggak jelas arahnya seperti apa. Artinya kualitas perguruan tinggi di Indonesia semakin jauh dan mundur. Sekali lagi saya sangat prihatin dengan kebijakan ini,” tegasnya.

Baca juga : Wacana Transformasi Pendidikan Tinggi, Tanpa Skripsi Mahasiswa Tetap Punya Kompetensi Saat Lulus

Dicky menekankan bahwa pendidikan bukan persoalan mudah atau tidak, namun proses yang dilakukan itu dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia.

“Bicara kualitas kita harus pakai sistem yang sudah teruji berhasil. Makanya fokus kelemahan pendidikan kita sebetulnya di tingkat dasar yang belum mengarah pada peningkatan kualitas karakter, kreativitas dan inovasi. Kalau di tingkat lanjut kualitas juga diturunkan, bagaimana Indonesia mampu bersaing di dunia global,” ujar Dicky.

 

Peniadaan skripsi disambut baik mahasiswa

Dihubungi secara terpisah, para mahasiswa rupanya memiliki pandangan yang berbeda mengenai aturan baru ini. Mahasiswa S2 Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Rista Trihandayani misalnya, sangat menyambut baik aturan baru tersebut.

Dia menilai tidak diwajibkannya publikasi jurnal internasional dapat mengurangi beban mahasiswa dan memudahkan mereka untuk memperoleh kelulusan.

“Tesis dan disertasi itu kan bebannya banyak banget. Dengan tidak wajibnya jurnal internasional akan mengurangi beban kita. Jadi seakan diringankan dari syarat kelulusan tesis,” ucap Rista.

Perempuan berusia 27 tahun asal Jakarta tersebut bercerita bahwa menerbitkan jurnal internasional juga bukan persoalan mudah. Dibutuhkan waktu yang tidak sedikit agar jurnal tersebut dapat diterbitkan.

“Nerbitin jurnal internasional ini kan enggak mudah, waktunya itu lama dan membuat kita harusnya lulus tapi malah belum terbit. Jadi menunda kelulusan kita. Itu satu syarat yang bisa menghambat. Belum lagi belum ada kepastian jurnalnya bakalan diterbitkan,” ucapnya.

Sementara itu, Mahasiswa S1 Psikologi Universitas Paramadina Aprilia Veriska juga mengaku senang dengan aturan baru tersebut. Pasalnya, menurut dia skripsi itu menjadi salah satu hal yang tidak dapat diaplikasikan di dunia kerja.

Jika boleh memilih, dia berharap uji kelulusan akhir akan lebih baik jika diganti dengan sistem magang agar lebih berguna bagi para mahasiswa untuk mendapatkan pekerjaan.

“Skripsi itu kayaknya kurang penting dan enggak kepakai di dunia kerja. Lebih butuh magang sih dan jelas lebih bermanfaat bagi kita yang mau masuk dunia kerja,” tandas perempuan berusia 21 tahun tersebut. (Z-4)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat