Makanan Pendamping Air Susu Ibu yang Tak Adekuat Picu Tingginya Stunting
![Makanan Pendamping Air Susu Ibu yang Tak Adekuat Picu Tingginya Stunting](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/09/4a6fe79892acea51404abb88e6792a97.jpg)
GANGGUAN tumbuh kembang anak berupa stunting masih menjadi masalah kesehatan nasional yang mendapat perhatian serius dari pemerintah kita.
Mengacu pada hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, prevalensi stunting di Indonesia berada di angka 21,6%.
Meski telah mengalami penurunan dari 24,4% di tahun 2021, namun angka prevalensi stunting ini masih belum memenuhi standar WHO yang semestinya tidak lebih dari 20%.
Baca juga: Angka Stunting di Bali Ditargetkan Turun Hingga 6%
Dalam strategi nasional, pemerintah menargetkan penurunan stunting hingga ke angka 14% pada 2024.
Dalam Webinar Nasional Asupan Hewani Untuk Tatalaksana Stunting yang diselenggarakan beru-baru ini, dr. Nur Aisiyah Widjaja, Sp.A (K), mengingatkan pentingnya memperhatikan asupan gizi anak di masa MPASI atau Makanan Pendamping Air Susu Ibu
Karena, penyebab stunting yang sering ditemukan adalah pemberian MPASI yang tidak adekuat.
dr.Nuril, sapaan dr. Nur Aisiyah Widjaja, mengungkapkan bahwa 60,6 % stunting terjadi antara lahir sampai usia 2 tahun, dan 28% terjadi antara usia 2-5 tahun.
Baca juga: Kandungan Gizi Ikan Lele Tak Kalah dari Ikan Salmon
“Setelah anak berusia 6 bulan, konsumsi ASI saja (eksklusif) tak lagi mampu mencukupi kebutuhan gizinya. Ketika anak menginjak usia 6 bulan, kandungan zat gizi makro terutama protein, lemak, dan karbohidrat pada ASI akan mengalami penurunan," jelasnya.
"Ketika anak berusia 6-8 bulan kandungan gizi ASI berkurang 30%, lalu pada usia 9-11 bulan berkurang lagi hingga 50%, dan selanjutnya terus berkurang hingga 70%," terang dr.Nuril.
"Kandungan zat gizi mikro seperti zat besi dan zink di dalam ASI juga mengalami penurunan hingga 95 – 97% setelah anak berusia 6 bulan,” papar dr. Nuril.
Baca juga: Serius Cegah Stunting, Tanah Datar Datangkan Ahli Gizi
Lebih lanjut, dr. Nuril juga memaparkan temuan bukti data bahwa balita weight faltering yang tidak segera diintervensi menyebabkan penurunan status gizi akut (BB kurang/sangat kurang) dan kronis (stunting).
“Bukti menunjukkan balita stunting diawali dengan weight faltering di usia < 1 tahun dan kondisi kekurangan gizi menahun (kronis),” kata dr. Nuril.
Tingkatkan Konsumsi Proteni Hewani
Untuk meningkatkan kualitas MPASI, langkah penting yang dapat dilakukan adalah meningkatkan konsumsi protein hewani. Mencukupi asupan protein hewani dipercaya efektif untuk mencegah kondisi stunting pada anak.
Sebagaimana diketahui, dibandingkan protein nabati, konsumsi protein hewani seperti telur, daging sapi, daging ayam, ikan, susu, dan sebagainya, mengandung lebih banyak lemak (sekitar 30-40%), vitamin B12, vitamin D, DHA, zat besi, dan zinc yang diperlukan anak untuk mendukung pertumbuhan anak.
“Konsumsi protein hewani penting untuk pertumbuhan anak. Sebabnya, di dalam tubuh kita ada sensor pertumbuhan yang bernama mTOR (mammalian target of rapamycin)," jelasnya.
Baca juga: Kolaborasi RAPP dan Kemendes PDTT Turunkan Kemiskinan dan Stunting
Sensor ini, menurut dr.Nuril, akan menyala apabila kadar asam amino esensial di dalam darah cukup tinggi.
"Ketika sensornya sudah menyala, tubuh akan mampu melakukan proses sintesa protein dan sintesa lemak secara baik sehingga pertumbuhan anak berlangsung normal. Jenis asam amino esensial yang diperlukan untuk menyalakan sensor ini hanya bisa diperoleh dari konsumsi protein hewani,” jelas dr. Nuril.
Konsumsi Protein Hewani di Indonesia Masih Rendah
Sayangnya, hingga saat ini konsumsi protein hewani di Indonesia masih sangat rendah, yaitu hanya 9,58 gram untuk kelompok ikan/udang/cumi/kerang, 4,79 gram untuk kelompok daging, dan 3,37 gram untuk kelompok telur/susu.
“Agar bisa memenuhi target pertumbuhan normal, porsi konsumsi protein hewani perlu diberikan secara tepat sesuai dengan usia dan kondisi anak," kata dr.Nuril
Misalnya, pada anak sehat berusia 6-11 bulan yang rata-rata memerlukan kenaikan berat badan antara 200-400 gram per bulan, kebutuhan protein hewani hariannya adalah sekitar 15 gram yang bisa diperoleh dari konsumsi 1 butir telur (6 gram) dan 1 ekor ikan lele (11 gram).
Baca juga: Angka Stunting Di Klaten Pada 2022 Naik 2,4%
"Begitu pula pada anak usia 1-2 tahun membutuhkan 20 gram protein dan usia 3-5 tahun 25 gram protein, sehingga juga dibutuhkan konsumsi protein hewani yang cukup,” jelas dr. Nuril.
Dalam rangka mengejar terget penurunan stunting hingga 14%, dalam tata laksana stunting penting untuk memperhatikan Protein Energy Ratio (PER).
Panduan ini dapat digunakan untuk optimalisasi kekurangan energi dan protein pada kondisi undernutrisi sehingga terpenuhi sebagai terapi nutrisi untuk tumbuh kejar (catch up growth) dan bisa ditoleransi dengan baik.
“Dengan berpedoman pada PER, dapat diketahui untuk menaikkan berat badan dengan cepat yaitu antara 10-20g/kgBB/hari diperlukan asupan makanan dengan rasio protein energi sebesar 8,9-11,5%. Sedangkan untuk penambahan berat badan yang lebih besar, bisa diberikan makanan dengan PER 10-15%,” jelas dr Nuril.
Untuk menaikkan berat badan 10-20g/kgBB/hari diperlukan PER 8,9-11,5% yang dapat dipenuhi dari PKMK (ONS) jika direkomendasikan oleh dokter. Sedangkan untuk melengkapi kebutuhan PER harian 10-15%, maka tetap harus dikombinasikan dengan protein hewani dalam makanan padat seperti telur, daging, ayam, dan ikan.
Sementara pada anak yang mengalami kekurangan nutrisi kronis seperti stunting, dr. Nuril mengatakan harus dilakukan deteksi penyakit penyerta (red flag) dan pemberian makanan padat dengan protein hewani yang perlu disertai dengan Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK), yaitu susu dengan kandungan kalori tinggi.
“Pemberian PKMK sifatnya individual, yang membutuhkan penilaian dan pemantauan Dokter karena harus disesuaikan dengan kondisi status gizi anak,” kata dr. Nuril.
Pangan olahan untuk keperluan medis khusus (PKMK) adalah pangan olahan yang diproses atau diformulasi secara khusus untuk manajemen medis yang dapat sekaligus sebagai manajemen diet bagi anak dengan penyakit tertentu. Pada tatalaksana stunting, PKMK diberikan atas rekomendasi dokter spesialis anak.
“Jika hanya diberikan makanan padat saja, akan cukup sulit menemukan jenis makanan dengan nilai PER tinggi. Proses toleransi penghabisan makanan padat juga memerlukan usaha yang lebih besar dibandingkan makanan cair," paparnya.
"Selain itu, ada pula penelitian yang menyatakan bahwa proses penyerapan makanan cair lebih tinggi dibandingkan makanan padat,” jelas dr. Nuril.
Baca juga: Kampanye ‘Ayo Makan Seafood’ Menyasar 15 Ribu Siswa Sekolah Dasar
“Penelitian juga menemukan bahwa MPASI protein hewani saja tidak bisa memenuhi kejar tumbuh batita stunting. Protein hewani dan susu formula berkorelasi positif dengan kadar serum IGF-1. Volume susu 200-600 ml/hari dapat meningkatkan 30% sirkulasi IGF-1 sehingga dapat memenuhi kejar tumbuh batita stunting,” ungkap dr. Nuril.
“Pada akhirnya, upaya pencegahan tetap jauh lebih penting dibandingkan penanganan stunting. Untuk memastikan anak tumbuh dengan baik, upayakan pemenuhan kebutuhan gizi sejak masa kehamilan," tuturnya.
Setelah anak lahir, berikan ASI eksklusif selama 6 bulan sambil tetap memonitor kenaikan berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepalanya. Lanjutkan dengan pemberian MPASI yang adekuat dan monitor terus laju pertumbuhannya secara berkala,” jelas dr. Nuril.
Dalam webinar nasional ini, dr. M. Subuh, MPPM juga menyampaikan bahwa masalah stunting ini memiliki penyebab dan situasi yang berbeda antar-daerah.
"Namun secara garis besar diperlukan asupan protein hewani kepada seluruh bayi-bayi kita sehingga asupan ini perlu dipastikan ketersediaannya, baik dengan memastikan orang tua memiliki kondisi yang baik untuk memberikan ASI kepada seluruh bayi serta MPASI dengan kandungan protein hewani didalamnya," jelas dr,Subuh. (RO/S-4)
Terkini Lainnya
Alami Gizi Buruk, Anak-anak Suku Asli Amazon Dirawat di Rumah Sakit
HaloPuan dan Muslimat NU Lawan Stunting di Majalengka, Jabar
Danone Ajak Masyarakat Atur Pengeluaran Agar Gizi Anak Bisa Optimal
FKUI Gelar Pelatihan Pencegahan Stunting untuk Dokter di NTT
BKKBN Apresiasi Pemkab Sumenep dalam Tangani dan Cegah Stunting
HaloPuan Melawan Stunting Dilaksanakan di Kota Bogor
Wapres Ma'ruf Desak Evaluasi Program Penurunan Stunting
Atasi Gizi Buruk, Pemerintah Laksanakan Program Sidak Stunting
Anak Obesitas Berisiko Diabetes, Cegah dengan MPASI Bergizi Seimbang
Tutup 2023, Bank Lestari Jakarta Berbagi ke Panti Asuhan
Anies-Muhaimin Bawa Visi Pendidikan, Kesejahteraan, dan Gizi Anak
Pemprov Jateng Waspadai Konsumsi Kental Manis di Tengah Kasus Stunting
Tantangan Pendidikan di Indonesia
Membenahi Pola Tata Kelola PTN-BH
Ngariksa Peradaban Nusantara di Era Digital
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap