visitaaponce.com

Wilayah Timur Indonesia Lebih Rawan Gempa

Wilayah Timur Indonesia Lebih Rawan Gempa
Ilustrasi gempa bumi(Ilustrasi 123RF)

WILAYAH timur Indonesia lebih berpotesi mengalami kejadian gempa bumi dibanding dengan wilayah-wilayah lainnya. Pasalnya, di wilayah itu banyak sesar-sesar aktif yang membentang serta kompleksnya unsur tektonik. Hal itu diungkapkan oleh Guru Besar Geofisika dari Universitas Brawijaya Adi Susilo.

“Indonesia timur memang lebih rawan terhadap gempa bumi. Karena di sana lebih banyak sesar aktif dibandingkan Indonesia bagian barat,” kata Adi saat dihubungi, Minggu (12/11).

Adi menyebutkan, misalnya saja di wilayah Maluku. Menurut dia, wilayah tersebut terletak pada pertemuan beberapa lempeng bumi. Hal itu yang menyebabkan sering terjadinya gempa di wilayah Maluku.

Baca juga : Getaran Gempa Kupang Dirasakan Hingga Pulau Rote

“Gempa beruntun yang terjadi di Maluku juga disebabkan oleh jalur yang sama dengan gempa yang terjadi di wilayah Jawa. Jadi jalur itu membentang melewati Jawa, Maluku, Papua, sampai ke Filipina dan Jepang,” bebernya.

Selain itu, wilayah Maluku juga merupakan lokasi subduksi lempeng Indo-Australia. Subduksi ini berada di sepanjang Laut Banda yang menimbulkan potensi gempa pada kedalaman sedang hingga dalam.

Baca juga : Gempat Magnitudo 5,4 Guncang Kota Kupang

Di samping itu, faktor lainnya yang menyebabkan Maluku sering diguncang gempa berkekuatan tinggi ialah adanya aktivitas gunung berapi di Laut Banda akibat subduksi lempeng Indo-Australia.

“Selain itu, ada juga sesar Laut Seram yang merupakan bagian dari sesar Sorong. Sesar ini kemudian menyebabkan terjadinya gesekan yang menyebabkan gempa di permukaan,” ucap dia.

Namun demikian, Adi menyatakan seringnya intensitas gempa yang terjadi bukan berarti ada potensi gempa yang lebih besar lagi.

“Justru kalau sering muncul gempa, energinya sudah banyak dikeluarkan. Sehingga untuk daerah sekitar tersebut, potensi gempa besar cukup kecil. Tapi, untuk daerah Maluku lainnya yang jarang gempa, potensi gempa besarnya besar,” beber dia.

Menurut Adi, gempa bumi memang bukanlah bencana alam yang dapat diprediksi. Karenanya, perlu upaya-upaya mitigasi yang cukup untuk mengantisipasi kerugian dan korban jiwa dari adanya bencana tersebut. Salah satu yang perlu dilakukan ialah pemetaan sesar aktif. Menurutnya, masayarakat perlu mendapatkan edukasi mengenai zona rawan gempa dan bagaimana cara untuk menghadapi gempa bumi.

“Selain itu perlu juga dibuat bangunan tahan gempa. Gempa-gempa besar yang terjadi menjadi pembelajaran bahwa mitigasi dari sisi ketahanan bangunan menjadi penting. Mungkin untuk bangunan-bangunan tradisional itu sudah lebih dipersiapkan soal dampak, namun kini banyak bangunan rumah yang kerangkanya justru tidak tahan terhadap gempa. Karenanya itu perlu dipersiapkan,” beber Adi.

Dihubungi terpisah, staf pengajar di Kelompok Keahlian Geofisika Global, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung Endra Gunawan mengungkapkan, perlu adanya sistem peringatan dini, bukan hanya seismometer tapi juga data GPS untuk mengetahui pola deformasi yang terjadi.

“Dari data GPS ini kita bisa tahu sebenarnya bagaimana kondisi tektonik di wilayah tersebut. Apakah sudah release semua energi dengan gempa tersebut atau masih ada energi yang tersimpan,” ucap Endra.

“Selain itu, edukasi masyarakat. Suka atau tidak suka, Indonesia rawan gempa. Artinya, edukasi masyarakat menjadi krusial, apalagi apabila dissuport oleh kejadian gempa di komunitas masyarakat atau sekolah-sekolah,” pungkas Endra.

Gempa beruntun

Berdasarkan catatan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), pekan ini terdapat sejumlah kejadian gempa bumi beruntun di wilayah Indonesia timur. Pertama, ialah gempa bekekuatan 7,2 magnitudo yang terjadi di wilayah Laut Banda, Maluku pada Rabu (8/11) pukul 11.52.53 WIB.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono menyatakan, gempa tersebut merupakan gempabumi yang terjadi merupakan jenis gempabumi dangkal akibat adanya aktivitas deformasi batuan (kerak bumi) di dasar Laut Banda. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempabumi memiliki mekanisme pergerakan geser.

“Hingga 11 November 2023, BMKG mencatat adanya 151 aktivitas gempa bumi susulan dengan magntudo terbesar 6,8 magnitudo,” ucap Daryono.

Selanjutnya, pada Rabu (8/11) pukul 14.23.47 WIB, wilayah Maluku Tengah diguncang gempa tektonik berkekuatan 5,1 magnitudo. Daryono menyatakan, gempa itu terjadi akibat adanya deformasi kerak bumi di bawah Pulau Seram.

Lalu, pada Rabu (8/11) pukul 19.04.32 WIB, wilayah Pantai Utara Sarmi, Papua, diguncang gempa tektonik dengan kekuatan 4,8 magnitudo.

“Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempabumi yang terjadi merupakan jenis gempabumi dangkal akibat adanya aktivitas sesar aktif. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempabumi memiliki mekanisme pergerakan geser,” beber Daryono.

Teranyar, gempa terjadi di wilayah Kupang, Nusa Tenggara Timur pada Minggu (12/11) pukul 09.105.17 WIB dengan kekuatan 5,4 magnutudo. Gempa tersebut menimbulkan kerusakan ringan berupa retak rambut pada tembok dan beberapa rumah warga. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat