visitaaponce.com

Bahasa Indonesia Jadi Bahasa UNESCO, Pakar Momentum Benahi Pendidikan Bahasa

Bahasa Indonesia Jadi Bahasa UNESCO, Pakar: Momentum Benahi Pendidikan Bahasa
Ilustrasi(Freepik)

KETUA Program Studi Indonesia Universitas Indonesia, Mohammad Umar Muslim mengatakan terpilihnya bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ke-10 untuk UNESCO dapat dimaknai sebagai momentum untuk memperbaiki tingkat kualitas bahasa Indonesia khususnya dalam bidang pendidikan.

“Meskipun statusnya secara formal dipakai di UNESCO tetapi jangan hanya berpaku pada status itu saja, sekarang ini harus memajukan bahasa Indonesia di dalam negeri sebagai alat untuk komunikasi, alat sebagai bahasa pengantar pendidikan yang bisa mendorong pemikiran lebih maju lagi,” ungkapnya saat dihubungi Media Indonesia pada Selasa (21/11).

Menurut Umar, setiap guru dan instansi pendidikan perlu menerapkan sistem pengajaran bahasa indonesia dengan baik untuk meningkatkan literasi dan cara berpikir siswa. Sebab, masih banyak ditemui siswa dengan tingkat kemampuan berbahasa Indonesia yang minim khususnya dalam kategori menulis.

Baca juga : Vinicius Junior Jadi Duta UNESCO

“Salah satu pembenahan bahasa Indonesia yang harus ditekankan adalah lewat proses menulis, sehingga lulusan sekolah dari SMA sudah mahir berbahasa Indonesia formal dan menulis dengan baik jadi ketika ke Universitas tidak mengalami banyak masalah, karena sekarang ini kemampuan membaca para murid SMA tergolong rendah, kemampuan menulisnya pun juga rendah jadi ini yang harus dibenahi,” ungkapnya.

Menurut Umar, pengakuan bahasa dalam forum UNESCO saja tidak cukup untuk mencapai tujuan internasionalisasi bahasa Indonesia. Disebutkan wacana internasionalisasi bahasa Indonesia perlu didukung oleh kekuatan politik dan ekonomi negara.

“Bahasa akan mengikuti kondisi perkembangan politik dan ekonomi suatu negara, artinya jika kekuatan politik dan ekonomi tidak mengalami kemajuan dan biasa-biasa saja, maka pengakuan UNESCO itu hanya sekedar kebanggaan status, karena yang disebut bahasa internasional itu akan terjadi saat kekuatan politik dan ekonominya kuat,” jelasnya.

Baca juga : Hari Pendidikan Internasional 2024: Menyoroti Pendidikan untuk Perdamaian Abadi

“Itu yang terjadi di Korea Selatan dimana saat ekonomi mereka maju maka orang berbondong-bondong belajar bahasa Korea, kalau tidak ada maka itu hanya sekedar status dan kebanggaan,” lanjutnya.

Kendati demikian, Umar meyakini bahwa pengakuan tersebut tetap memiliki dampak baik dalam meningkatkan eksistensi bahasa Indonesia dalam bidang kependidikan bahasa sebagai upaya untuk untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

“Bahasa Indonesia semakin dikenal dan akan semakin banyak orang yang bekerja sebagai pengajar dan penerjemah bahasa Indonesia. tujuan menginternasionalkan bahasa semakin jelas dan menimbulkan rasa kebanggaan,” ungkapnya.

Baca juga : Fungsi Fakta dalam Teks Eksplanasi

Sejumlah masalah kebahasaan Indonesia

Umar mengatakan masih banyak yang perlu dibenahi terkait kebahasaan Indonesia terutama dalam bisang pendidikan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah yang masih banyak menghadapi berbagai permasalahan

“Dalam pendidikan, bahasa digunakan sebagai alat untuk mengungkapkan komunikasi efektif, lalu orientasinya agar tercipta sumber daya manusia yang bisa berpikir kritis, itu yang perlu dikembangkan,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Riset Preservasi Bahasa dan Sastra BRIN Obing Katubi menjelaskan pengakuan ini harus menjadi momentum bersinerginya berbagai pihak dalam menduniakan bahasa Indonesia.

Baca juga : Kominfo Siapkan Pedoman Etika Penggunaan AI di Sektor Publik

“Hal itu tidak akan terwujud jika yang berjuang hanya satu pihak atau satu lembaga saja. Kemlu, Badan Bahasa, Afiliasi Pengajar dan Pegiat BIPA (APPBIPA),Indonesian Diaspora Network Global (IDN-Global), para Duta Besar, para Atase Kebudayaan, BRIN, dan sebagainya harus bahu-membahu menduniakan bahasa Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya,” ungkapnya.

Salah satu pekerjaan rumah lainnya bagi Indonesia dalam proses internasionalisasi bahasa adalah menjadikan bahasa Indonesia sebagai diacademic lingua franca atau lingua academica yang dalam bahasa Indonesia disebut bahasa ilmu pengetahuan dunia.

“Alasan mendasarnya adalah demi keadilan sosial kebahasaan untuk mobilitas internasional, terutama pendidikan tinggi dan kalangan akademisi. Sekarang terjadi kecenderungan bahwa pengakuan bahasa akademik yang bereputasi itu ada dalam bahasa Inggris atau bahasa PBB lain sehingga orang Indonesia juga berbondong-bondong menulis pengalaman akademik atau pemikiran dan hasil penelitiannya dalam bahasa Inggris bukan Indonesia,” ungkapnya. (Z-4)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat