visitaaponce.com

Guru Jangan Dijadikan Alat Janji Politik untuk Sekadar Dapatkan Suara

Guru Jangan Dijadikan Alat Janji Politik untuk Sekadar Dapatkan Suara
Ilustrasi guru(Dok.MI)

MENYAMBUT Hari Guru Nasional 2023, para guru saat ini masih memiliki berbagai kendala dan juga masih jauh dari kata sejahtera. Terlebih memasuki tahun politik saat ini, para guru seakan hanya dijadikan sebagai bagian dari janji politik untuk mendapatkan suara.

Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri menilai bahwa sejauh ini, visi-misi semua pasangan capres-cawapres belum menyentuh lima persoalan dan isu fundamental guru Indonesia, yang meliputi aspek kesejahteraan guru yang sangat rendah, kompetensi guru yang masih rendah, rekrutmen dan distribusi guru yang masih amburadul, perlindungan guru yang minim, dan buruknya pengembangan karir guru.

“P2G menilai janji ketiga pasangan capres-cawapres masih solusi yang parsial dan bersifat populis semata,” ungkapnya dalam Konferensi Pers Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Memperingati Hari Guru Nasional 2023, Jumat (24/11).

Baca juga: Kesejahteraan Guru Masih Jauh dari Harapan

Secara rinci, Iman mencatat pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, ingin menuntaskan rekrutmen guru ASN. Ini merupakan niat yang perlu diapresiasi, namun sangat disayangkan, solusi yang ditawarkan masih mengambang.

“P2G ingin kepastian agar pasangan AMIN berkomitmen membuka kembali rekrutmen Guru PNS. Tagline perubahan yang diusung pasangan ini justru tidak menawarkan perubahan sama sekali dalam hal rekrutmen guru. Hanya komitmen menuntaskan rekrutmen guru ASN, yang dapat diterjemahkan jika pasangan ini memimpin pemerintahan, maka mereka akan menuntaskan rekrutmen guru PPPK,” kata Iman.

Baca juga: Kemendikbudristek Siapkan 734 Penghargaan untuk Guru dan Tenaga Kependidikan di Hari Guru Nasional 2023

“Padahal solusi jangka panjang atas darurat kekurangan guru ASN di sekolah negeri adalah dengan mengangkat guru PNS, bukan PPPK seperti yang dilakukan pemerintahan Jokowi sejak 2019 lalu yang pelaksanaannya amburadul,” sambungnya.

Di lain pihak, pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka berjanji akan menambah tunjangan guru sebesar Rp2 juta per bulan. Jika dikalkulasikan, hal ini akan menyedot APBN sebesar Rp79,2 triliun per tahunnya. Pasangan ini juga berjanji akan menetapkan Upah Minimum Guru Non-ASN secara nasional.

“P2G mengapresiasi komitmen pasangan Prabowo-Gibran untuk menetapkan upah minimum guru non ASN. Namun, Prabowo-Gibran tidak memberikan solusi secara komprehensif terkait 5 isu fundamental terkait guru,” tegasnya.

Terakhir, pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD berencana untuk menetapkan gaji guru sebesar Rp20 juta per bulan. Namun, wacana ini sungguh tidak realistis, karena negara harus menyiapkan anggaran jumbo sebesar Rp792 triliun per tahun hanya untuk gaji guru.

“Angka ini justru melampaui alokasi 20% APBN untuk fungsi pendidikan. Dalam APBN 2023 saja, anggaran pendidikan sudah menyedot sekitar Rp612 triliun dana APBN yang tidak semua dikelola Kemdikbud Ristek dan Kemenag. Tidak mungkin rasanya, anggaran untuk sekadar gaji guru melebihi 20% APBN untuk pendidikan,” ujar Iman.

Di tempat yang sama, Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Pendidikan P2G Feriyansyah menambahkan bahwa tidak ada satu pun pasangan capres-cawapres yang memaparkan strategi untuk menyiapkan guru yang kompeten dan tidak ada satu pun yang menyinggung tata kelola dan revitalisasi Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK).

“Visi misi Capres dan Cawapres terlalu klise dan tidak menemukan adanya penyiapan grand design peningkatan kompetensi guru,” ucap Feri.

Padahal, profesi guru merupakan pekerjaan yang sangat rentan secara finansial dan juga kekerasan. Baru-baru ini, OJK merilis 46% masyarakat Indonesia yang terjerat pinjol berprofesi sebagai guru. Selain itu, banyak kasus kekerasan terhadap guru di berbagai daerah.

“Untuk itu, kami berharap dibentuk Komisi Nasional Perlindungan Guru mengingat guru menjadi kelompok rentan untuk mengalami diskriminasi dan kekerasan. Banyak kasus kekerasan dan juga pemecatan karena kita tidak memiliki ketentuan hukum,” tuturnya.

Sementara itu, Anggota Dewan Pakar P2G Rakhmat Hidayat mengingatkan bahwa tahun ini merupakan tahun politik dan dia mengimbau para guru dan organisasi tidak terlibat politik praktis.

“Apalagi sampai mengajak peserta didik, warga sekolah, dan masyarakat. Sehingga satuan pendidik dalam kampanye politik harus netral dan bersih dari politik elektoral. Organisasi guru dan guru pada khususnya harus bersikap cerdas dan bijak dalam menghadapi tahun Pemilu ini,” pungkas Rakhmat. (Des/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat