visitaaponce.com

Produk Herbal Dalam Negeri Mampu Bersaing dengan Impor

Produk Herbal Dalam Negeri Mampu Bersaing dengan Impor 
Ilustrasi bahan baku herbal(Ist)

PRODUK herbal Indonesia diyakini menjadi salah satu komoditas dalam negeri yang mampu bersaing dengan produk asing alias impor. Pasalnya, tidak mudah meniru produk herbal lokal karena kandungan dan komposisi bahan yang sulit ditemukan di luar negeri. 

Salah satu produk herbal lokal yang terus bertumbuh yakni Gizidat yang terbuat dari madu alam Sumatra, temulawak, dan ekstrak ikan sidat. 

"Penjualan Gizidat sepanjang 2022 telah tembus 20 ribu unit per bulan, dengan pertumbuhan 7%-10%. Penjualannya di berbagai e-commerce tidak kalah saing dengan produk-produk Tiongkok," kata Nurul Khayatin, Manager Pemasaran PT Rumbaka Gung Triwikrama Nurul Khayatin. 

Baca juga : Sido Muncul Hadirkan Kopi Kemasan Tentrem White Coffee

Nurul mengatakan, bahan baku Gizidat yang khas Indonesia menjadikannya sulit ditiru oleh produsen herbal asing. Produk ini telah dipasarkan selama lebih dari enam tahun dan dikenal dengan manfaatnya memperbaiki pencernaan serta nafsu makan anak. 

"Komposisinya yang unik membuat kompetitor tidak mudah menawarkan produk serupa. Sehingga kami cukup percaya diri bisa bersaing dengan produk yang dibuat di luar negeri, atau sekarang misalnya di tengah gempuran produk Tiongkok di Shopee ataupun TikTok," papar Nurul. 

Baca juga : Makuku, Mom Uung, dan Moell Kolaborasi Hadirkan Produk Perlindungan Bayi

"Untuk kategori produk kesehatan, penutupan Tiktok Shop sepertinya tidak banyak memberi dampak penurunan penjualan," katanya. 

Pengamat ekonomi yang juga CEO Data Driven Asia, Muhammad Imran Hirawan, meyakini produk herbal bisa menjadi komoditas andalan UMKM Indonesia. Nilai lebih dari produk herbal lokal ialah bahan dasarnya tidak perlu impor.     

"Kalau kita lihat persaingan industri apparel dengan UMKM Tiongkok, kita jelas tidak bisa bersaing. Karena pembuatan pakaian atau jaket itu butuh katun sebagai bahan dasarnya dan kita masih impor kain 99," katanya. 

Imran menjelaskan konsekuensi dari impor bahan dasar adalah harga barang siap jual yang melonjak tinggi jika dibandingkan dengan barang yang diproduksi di negara penghasil bahan dasar. Hal itu menjadi masalah karena pola jual-beli masyarakat Indonesia masih menjadikan harga sebagai pertimbangan utama.  

Sementara itu, terkait komoditas herbal dan obat-obatan tradisional, Imran yakin secara harga produk tanah air bisa bersaing. Karena Indonesia memiliki banyak jamu dan obat-obatan tradisional yang diproduksi lokal.    

Demi mendongkrak nilai jual produk herbal lokal, Imran pun mengusulkan pemerintah dan produsen untuk bersama-sama menggalakkan edukasi masyarakat soal pentingnya mengkonsumsi produk yang sudah tersertifikasi.  

Sertifikasi bukan hanya menandakan suatu produk aman untuk dikonsumsi, tapi juga meyakinkan calon konsumen bahwa produk tersebut dibuat sesuai standar yang telah ditetapkan pemerintah. Bukti kelayakan semakin penting karena saat ini banyak produk herbal ilegal yang beredar di pasar. 

"Akreditasi dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dan Kementerian Kesehatan itu bisa menambah nilai jual. Karena sekarang razia produk yang tidak terdaftar semakin sering. Artinya BPOM mulai proaktif untuk memberedel herbal dan obat yang tidak terlisensi," jelas Imran. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat