visitaaponce.com

Di Sidang MK, Menkes Sebut Pembentukan UU Kesehatan Demi Peningkatan Kualitas Hidup

Di Sidang MK, Menkes Sebut Pembentukan UU Kesehatan Demi Peningkatan Kualitas Hidup
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin(Antara)

MENTERI Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa permasalahan dan gangguan kesehatan masyarakat akan menurunkan produktivitas dan menimbulkan kerugian bagi negara. Sehingga diperlukan transformasi kesehatan untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat melalui pembentukan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).

"Sehubungan dengan itu, pembangunan yang semakin baik dan terbuka dapat menciptakan kemandirian serta mendorong industri kesehatan nasional dan peningkatan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau untuk meningkatkan kualitas hidup, termasuk dengan merancang perangkat hukum dalam Undang-Undang Kesehatan," ujarnya dalam sidang uji formil UU Kesehatan di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (7/12).

Budi mewakili Pemerintah/Presiden dalam memberi keterangan untuk Perkara Nomor 130/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh lima organisasi profesi medis dan kesehatan yang tergabung dalam Sekretariat Bersama (Sekber) Organisasi Profesi Kesehatan.

Baca juga : 12 Ormas Desak RPP Kesehatan Disahkan untuk Lindungi Anak dari Rokok

“Dengan demikian, diperlukan penyesuaian terhadap kebijakan untuk penguatan sistem kesehatan secara holistik dalam satu undang-undang secara komprehensif. Terhadap pengujian Undang-Undang Kesehatan ini, Pemerintah berpendapat pembentukannya telah sesuai dengan UUD NRI 1945 dan UUP3,” imbuhnya.

Baca juga : Sidang MK, 5 Organisasi Profesi Sebut UU Kesehatan Cacat Formil

Lebih lanjut, Budi menjabarkan jalannya rapat penyusunan hingga penetapan undang-undang yang telah dilakukan penyusunannya sejak Desember 2022 oleh badan legislasi. Kemudian telah pula dilakukan harmonisasi serta pengambilan keputusan pada 7 Februari 2023 untuk selanjutnya disampaikan kepada Pimpinan DPR. Kemudian, lanjut Budi, pada 14 Februari 2023 DPR menyelenggarakan Rapat Paripurna atas RUU Kesehatan dan hasil drafnya disampaikan kepada Presiden pada 7 Maret 2023.

Pada tahapan penyusunan, Presiden menunjuk beberapa menteri dalam membahas RUU Kesehatan bersama dengan DPR pada 9 Maret 2023. Melalui Surat Menteri Sekretaris Negara juga menyatakan untuk menunjuk Menteri Kesehatan sebagai koordinator pada daftar inventarisasi masalah (DIM). Presiden menugaskan enam menteri, yakni Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan, Menteri PAN-RB, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Hukum dan HAM guna mewakili Presiden dalam membahas RUU Kesehatan bersama dengan DPR.

Singkatnya, penyusunan DIM kemudian dilakukan secara daring dan luring pada 9 Maret – 2 April 2023 dengan melibatkan di antaranya para ahli, industri farmasi, dan pihak terkait lainnya yang telah disesuaikan dengan Pasal 96 UUP3 dalam bentuk konsultasi publik, FGD, dan sosialisasi. Keterlibatan dan partisipasi ini dapat disaksikan masyarakat melalui link YouTube Kementerian Kesehatan dan bahkan Pemerintah juga menyediakan pada portal resmi kementerian dalam menampung aspirasi masyarakat terhadap RUU Kesehatan ini.

Sehingga pembentukan UU Kesehatan ini telah memenuhi ketentuan dan keterlibatan DPD hanya untuk pembahasan sepanjang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan ekonomi lainnya serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Sedangkan UU Kesehatan ini bukan merupakan ruang lingkup kewenangan DPD, tetapi pelaksanaan pasal 20 UUD 1945.

"Karena lagi-lagi di dalamnya memuat pengelolaan tenaga medis dan kesehatan secara keseluruhan, mulai dari perencanaan, pengadaan, pendayagunaan untuk mencukupi kebutuhan tenaga medis dan tenaga kesehatan. Pengadaan ini dilaksanakan sesuai dengan perencanaan dan pendayagunaan tenaga medis dan tenaga kesehatan yang dilakukan melalui pendidikan tinggi dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” jelas Budi.

Sebagai tambahan informasi, Sekretariat Bersama (Sekber) Organisasi Profesi Kesehatan yang terdiri atas lima organisasi profesi medis dan kesehatan, mengajukan pengujian formil UU Kesehatan ke MK. Kelima organisasi profesi medis dan kesehatan dimaksud yaitu Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) sebagai Pemohon I, Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) sebagai Pemohon II, Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI) sebagai Pemohon III, Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (PP IBI) sebagai Pemohon IV, dan Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) sebagai Pemohon V).

Dalam sidang perdana pengujian formil UU Kesehatan, Muhammad Joni selaku kuasa hukum para Pemohon mengatakan, para Pemohon merupakan tenaga medis yang terdampak langsung dan memiliki kepentingan atas prosedur formil pembentukan UU Kesehatan. Sebab berdasarkan norma yang terbaru, terdapat muatan yang dihapus, diubah, dan diganti. Termasuk mengenai kelembagaan konsil, kolegium, dan majelis kehormatan disiplin yang diubah dan diganti tanpa prosedur formil yang memenuhi prinsip keterlibatan dan partisipasi bermakna (meaningful participation).

Terlebih lagi, sambung Joni, adanya Bab XIX Ketentuan Peralihan, Pasal 451 yang menjadi norma hukum menghapuskan seluruh entitas kolegium yang merupakan organ “jantung” organisasi profesi (bukan organ pemerintah dan bukan 'milik' pemerintah). Pasal 451 UU Kesehatan menyatakan, 'Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Kolegium yang dibentuk oleh setiap organisasi profesi tetap diakui sampai dengan ditetapkannya Kolegium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 272 yang dibentuk berdasarkan Undang-undang ini.'

Pada alasan permohonan para Pemohon menilai UU Kesehatan mengalami cacat formil. Hal ini karena tidak ikut sertanya DPD dalam pembahasan RUU Kesehatan dan tidak adanya pertimbangan DPD dalam pembuatan UU Kesehatan, serta tidak sesuai dengan prosedur pembuatan norma sebagaimana ditentukan Pasal 22D ayat (2) UUD 1945.

Oleh karena itu, dalam petitum, para Pemohon meminta Mahkamah menyatakan UU Kesehatan tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang menurut UUD Negara RI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.(Z-8)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat