visitaaponce.com

Standar Ganda Kenaikan Skor PISA Indonesia Harus Dicermati

Standar Ganda Kenaikan Skor PISA Indonesia Harus Dicermati
Rendahnya literasi siswa menjadi salah satu kendala dalam mengoptimalkan pembelajaran di sekolah.(MI/RAMDANI)

HASIL skor Indonesia pada Programme for International Student Assessment atau Program Penilaian Pelajar Internasional (PISA) tahun 2022 telah menunjukkan angka penurunan. Hal ini mencerminkan krisis pembelajaran di Indonesia yang semakin buruk dan harus segera diatasi secara serius serta berkelanjutan.

Sayangnya, pemerintah justru menutupi beberapa fakta terkait hasil data PISA tersebut dan membuat suatu narasi bahwa seolah-olah kondisi pembelajaran sudah relatif baik dengan adanya penurunan skor di bawah rata-rata internasional dan kenaikan peringkat 5-6 posisi dari tahun 2018.

Praktisi pendidikan dan Pengawas Yayasan Penggerak Indonesia Cerdas (Pengincer), Dhitta Puti Sarasvati, mengatakan pemerintah harus transparan dalam memberikan informasi terkait hasil PISA secara menyeluruh dan tidak menutupi sebagian data lainnya serta memberikan narasi yang keliru.

Baca juga: Membaca PISA dengan Kritis

“Saya cukup kaget dengan narasi yang dinyatakan pemerintah. Padahal, rata-rata penurunan skor dunia adalah 18 poin, sedangkan Indonesia secara menyeluruh mengalami penurunan 12-13 poin, lalu ini dianggap sebagai prestasi dan keberhasilan. Ini seperti membodohi rakyat sendiri karena faktanya mutu pendidikan turun,” jelasnya dalam diskusi publik bertajuk “PISA dan Janji Mencerdaskan Bangsa”, di Jakarta pada Kamis (7/12).

Mengacu pada hasil survei PISA pada Selasa (5/12) yang dirancang oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organization for Economic Cooperation and Development/OECD) tercatat bahwa secara global skor kemampuan matematika, membaca, dan sains siswa berumur 15 tahun di 81 negara turun, termasuk di Indonesia. Penilaian PISA ini terkait kemampuan matematika, membaca, dan sains di kalangan siswa.

Baca juga: Angka Stunting Pengaruhi Skor PISA Negara

Dhitta menjelaskan bahwa dalam laporan PISA tersebut yang memiliki tingkat level 1-6, rata-rata hanya ada 18% siswa yang berhasil mencapai level 2 pada kategori matematika. Sementara data di negara lain menunjukkan rata-rata berkisar di angka 69%.

“Level dua pada kategori Matematika itu dasar sekali, artinya siswa bisa menginterpretasi data dan menyadari situasi konteks yang tidak butuh inferensi terlalu rumit seperti menggunakan algoritma dasar, merepresentasikan situasi sederhana dengan membandingkan jarak dua jalan yang berbeda, dan mengkonversi mata uang ke dalam mata uang lain,” ujarnya.

Selain itu, Dhitta mengatakan tak ada satupun pelajar Indonesia yang disurvei dalam laporan PISA berada pada level 5-6. Sementara negara-negara seperti Macau, Tiongkok, Jepang dan Estonia berhasil membawa 85% siswa mereka pada level di atas 2.

“Hampir tidak ada siswa Indonesia yang merupakan top performance pada level 5-6 di mata pelajaran matematika. Meskipun ada beberapa siswa dari Indonesia yang berhasil masuk ke dalam kompetisi olimpiade global, tapi siswa-siswa ini tidak masuk dalam populasi perhitungan,” jelasnya.

Tidak hanya pada kategori Matematika, Dhitta mengatakan bahwa Indonesia juga tidak memiliki siswa yang mencapai level 5 dan 6 di bidang literasi membaca. Kenihilan itu juga terjadi pada kategori sains.

“Hal ini tentunya menjadi perhatian karena hasil PISA Indonesia juga memperlihatkan bahwa secara socio economic, baik yang rendah dan tinggi ternyata hasilnya juga tidak berbeda. Artinya baik yang kaya maupun miskin, keduanya memiliki peringkat rendah, faktor ekonomi tak berpengaruh dan gap-nya justru kecil,” ungkapnya.

Sementara jika dibandingkan dengan negara lain. Dhitta memaparkan bahwa telah banyak negara memiliki siswa yang mencapai level 5 dan 6 dalam semua kategori. Misalnya saja Singapura memiliki siswa yang mampu berada di level 5-6 pada ketiga kategori sebesar 41%, Taipei sebesar 32%, Macau sebesar 29%, Hongkong sebesar 27%, Jepang sebesar 23% dan Korea 23%.

“Sayangnya, pemerintah tidak menampilkan hasil data tersebut. Artinya seolah-olah data itu ditutup-tutupi dan justru membuat narasi seolah pendidikan sudah baik dan meningkat,” jelasnya. (H-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat