Figur Mata HitamKarya Jeihan Dipamerkan di Bali PukauKolektor Seni
MAESTRO lukis Indonesia, Jeihan Sukmantoro, pantas mendapat “panggung” pada pameran tunggal di Museum Puri Lukisan Ubud, Bali.
Bertajuk “Solo Exhibition: Jeihan and The New Indonesian”, pameran ini menjadi yang terlengkap menghadirkan karya sang maestro yang telah tutup usia pada 2019 silam itu.
Ia meninggalkan karya yang luar biasa bagi dunia seni rupa Indonesia. Tanpa karya Jeihan, dunia seni rupa Indonesia modern tak ubahnya seperti "lauk tanpa garam".
Baca juga: Grey Art Gallery Pamerkan Karya Jeihan Sukmantoro
Sebab karya brilian dan tak biasa milik Jeihan, seperti menonjol, di antara keseragaman teknik dan objek lukis di zamannya, yaitu era sesudah kemerdekaan, di mana gejolak politik di Indonesia masih sangat kencang.
Di saat seniman lukis kala itu banyak menggambarkan semangat kolektif dalam euforia kemerdekaan, Jeihan justru memunculkan sosok individu dan seakan mampu "mengintip" suasana batin mereka.
Jika seniman lain biasa mengekspresikan kesedihan, kegembiraan, dan kemarahan objek lukis mereka lewat mata, pelukis lulusan alumni ITB itu justru lebih menonjolkan gesture dalam karya lukisnya.
"Dengan tampilan sosok-sosok "mata hitam", kita tetap bisa menemukan ekspresi dari gesture yang ia gambarkan lewat objek lukisnya itu," ungkap General Manager G3N Project Andry Ismaya Permadi di sela pembukaan "Solo Exhibition: Jeihan and The New Indonesian" di Museum Puri Lukisan Ubud, Bali, yang akan berlangssung hingga 5 Januari 2024.
Baca juga: Menyelam dalam Mata Hitam
Karena talenta sang seniman dan karyanya yang menakjubkan, G3N Project x Studio Jeihan tak ragu membawa 64 karya Jeihan ke Bali, agar mudah dinikmati kolektor seni dalam dan luar negeri.
Pameran tunggal karya Jeihan dibuka dengan penuh kemeriahan dan disambut antusiasme kolektor dan masyarakat seni di Bali.
Hal itu terlihat dari deretan papan bunga berisi ucapan selamat untuk pembukaan “Solo Exhibition: Jeihan and The New Indonesian” dari dalam dan luar negeri yang berjejer rapi, mulai dari pelataran Museum Puri Lukisan Ubud, hingga ke dalam tempat acara.
Sambutan yang meriah dan ucapan selamat yang membanjiri pameran tunggal karya Jeihan itu bukan tanpa alasan.
Pasalnya, Jeihan bukan seniman sembarangan. Sosok pelukis figuratif itu dikenal luas masyarakat seni dalam dan luar negeri karena karya-karyanya yang luar biasa.
Baca juga: Laila Azra Tampilkan 'Soca' Paduan Seni Lukis dan Cahaya di Artsphere Gallery
Sang maestro merupakan salah satu sosok penting dalam perjalanan sejarah seni rupa Indonesia modern. Tidak diragukan, karya-karyanya tak hanya dikoleksi kolektor seni Tanah Air, tapi juga mancanegara.
Konsistensi melukis selama 50 tahun lebih dengan tehnik dan ciri khas figur “mata hitam” milik Jeihan sudah teruji oleh waktu dan menjadi koleksi wajib kolektor seni.
Pameran yang dihadiri berbagai seniman, pejabat daerah, dan kolektor seni dari dalam dan mancanegara itu bisa dinikmati pengunjung hingga 5 Januari 2024 mendatang.
Seluruh lukisan karya Jeihan yang merupakan koleksi dari G3N Project dan kolektor seni Daniel Jusuf tertata dengan rapi dan runtut, mulai dari karya terlama Jeihan sekitar tahun 1950-an, hingga yang terbaru karya 2016. Jeihan salah satu seniman yang semasa hidupnya rajin berpameran.
Setidaknya, tercatat ada sekitar 100 pameran solo maupun kolektif mengikutsertakan karya Jeihan. Tapi pameran tunggal kali ini diklaim sebagai yang terlengkap dengan karya terbanyak.
Baca juga: Torehan Seni Intaglio Goenawan Mohamad dalam Santiran
"Kami menyebutnya, pameran retrospektif, dimana kita bisa melihat karya Jeihan di era sebelum figur dengan "mata hitam" muncul. Ini sekaligus menjawab keraguan banyak orang, yang mengira jika tokoh "mata hitam" atau "black eye" yang menjadi ciri khas Jeihan muncul karena ketidakmampuan Jeihan mengekspresikan objek lukisnya lewat mata," imbuh Andry.
Bagi Penglingsir Puri Agung Ubud Tjokorda Gde Putra Sukawati, selaku tuan rumah, dirinya bangga museum yang dirintis ayahandanya 1930-an itu bisa memamerkan seorang maestro dengan karyanya yang kuat dan menyedot perhatian pecinta seni.
“Ini merupakan pameran yang menggambarkan perjalanan dan progres kekaryaan Jeihan yang sangat lengkap, sejak awal kesenimanannya hingga menjelang akhir hidup sang maestro,” kata Tjok Putra.
Ia juga menyebut, era 1960 bagi seniman tradisional menjadi momentum baru seni rupa Indonesia. Seniman lukis Indonesia banyak yang beralih dari teknik lukis tradisional ke seni rupa modern, bahkan objek lukis pun menjadi lebih dinamis.
"Jeihan ada di era tersebut. Melihat lukisan Jeihan, kita seperti dibawa untuk melihat tahun-tahun dimana terjadi revolusi dalam pola pemikiran seniman Indonesia. Jeihan muncul sebagai seniman jenius di seni rupa Indonesia modern," pujinya.
Pada kesempatan tersebut, sebagai apresiasi terhadap Museum Puri Lukisan Ubud yang telah bersedia menjadi tuan rumah bagi pameran tunggal Jeihan, kolektor seni Daniel Jusuf turut menyumbang salah satu koleksi karya Jeihan miliknya.
Lukisan cat minyak berdimensi 98 cm x 80 cm karya 1969 itu diserahkan langsung kepada Penglingsir Puri Agung Ubud Tjokorda Gde Putra Sukawati untuk menjadi koleksi Museum Puri Lukisan Ubud.
Kedalaman Makna Figur “Mata Hitam”
Sosok "mata hitam" yang menjadi ciri khas pelukis kelahiran Surakarta, 26 September 1938 itu muncul di era sesudah 1965. Jauh sebelum itu, karya Jeihan yang realis ditampilkan dengan mata yang indah.
Jadi, Jeihan memang sengaja memunculkan sosok "mata hitam" sebagai bagian dari ciri khas karya-karyanya dan dianggap mampu lebih dalam mengekspresikan karya-karyanya.
Meski sempat dicibir orang, bahkan dihina banyak kalangan, pemilik nama Tionghoa Lim Tjeng Han itu tetap memegang teguh style melukisnya, hingga akhir hayatnya, pada 2019 silam.
Baca juga: Panasonic, Seniman Disabilitas, dan Maestro Seni Yogya Gelar Pameran 'Art with Heart
Semasa hidupnya, Jeihan pernah menuturkan arti "mata hitam" dalam seluruh karya lukisannya di era 1960-an.
"Mata hitam" bagi Jeihan adalah gagasan, termasuk soal kepercayaan mistis masyarakat Jawa tentang ketidakmampuan manusia biasa dalam meramal masa depan.
Jeihan yang tutup usia pada 81 tahun itu juga pernah mengatakan, objek atau subjek yang 'mata dihitamkan' membawa dirinya pada banyak hal yang tak pernah diraih oleh mata terbuka. "Sesuatu yang terlihat belum tentu baik dan begitu juga sebaliknya," tuturnya, kala itu. (SO/S-4)
Terkini Lainnya
Pemenang Grey Annual Award 2024 Terima Hadiah Rp100 Juta
Perayaan Tiga Dasawarsa Prasidha Dalam Balutan Karya
Laila Azra Tampilkan 'Soca' Paduan Seni Lukis dan Cahaya di Artsphere Gallery
Pelukis Difabel Kolaborasi dengan Mastro Lukis
ART SG 2024 Bakal Pamerkan Karya Seni dari 116 Galeri di Dunia
2 Ton Alat Kesehatan Bermerkuri Ditarik dari Faskes di Bali
13.500 Pelari bakal Ramaikan Maybank Marathon 2024 di Bali
103 WNA asal Tiongkok, Taiwan dan Malaysia Ditangkap Imigrasi Bali
Penerimaan Pajak di Bali Capai Rp 6,63 Triliun, 30 Persen dari Target
Etihad Airways Luncurkan Penerbangan Langsung Rute Abu Dhabi-Bali
Henry's Steakhouse Luncurkan From Grill to Greatness
Ngariksa Peradaban Nusantara di Era Digital
Manajemen Haji dan Penguatan Kelembagaan
Integrative & Functional Medicine: Pendekatan Holistik dalam Pengobatan Kanker
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Huluisasi untuk Menyeimbangkan Riset Keanekaragaman Hayati di Indonesia
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap