visitaaponce.com

Perayaan Tiga Dasawarsa Prasidha Dalam Balutan Karya

BERTEPATAN dengan usia Prasidha '93 yang kini memasuki 30 tahun, sebuah pameran seni bertajuk Kala Taruntum digelar di Can’s Gallery, Jakarta.

Prasidha ‘93 merupakan kelompok mahasiswa angkatan 1993 pada jurusan Seni Rupa Murni, Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Di dalamnya termasuk seniman-seniman ternama seperti Jumaldi Alfi, Yunizar, Suraji, hingga Laksmi Sitharesmi.

Kata taruntum atau truntum diambil dari bahasa Jawa, taruntum berarti tumbuh kembali, atau bersemi kembali, atau semarak kembali.

Baca juga :  ART SG 2024 Bakal Pamerkan Karya Seni dari 116 Galeri di Dunia

Diterangkan Jumaldi Alfi, perwakilan dari Prasidha ‘93, pameran ini berawal dari keinginan Prasidha ‘93 menggelar reuni sekaligus perayaan HUT ke-30. Namun, sebagai alumni jurusan seni rupa murni, tidak afdol rasanya bila reuni tanpa membuat sebuah pameran.

“Sebenarnya kami tidak ada rencana menggelar pameran awalnya, tapi yang namanya kelompok seni rupa, ketemuan nggak pameran gimana
gitu rasanya, akhirnya kami rencanakanlah untuk buat pameran. Awalnya mikir buat di Jogja, tapi kalau di Jogja terus bosan dong, akhirnya mencoba untuk bikin di Jakarta dan kebetulan kami kenal dengan pak Tommy (pendiri Can’s Gallery),” ujar Alfi ditemui di lokasi pameran, Selasa (6/2).

Ini bukan kali pertama Prasidha menggelar pameran, selama 30 tahun berkumpul, Prasidha setidaknya sudah melakukan pameran lebih dari 10 kali, dengan kebanyakan berlangsung di Yogyakarta.

Baca juga : Intip Karya 12 Seniman Muda Indonesia di Pameran Bhinneka Tunggal Ika

Untuk Kala Taruntum sendiri, setidaknya ada 27 anggota Prasidha '93 yang unjuk gigi, beberapa anggota bahkan ada yang mengirimkan dua karya seni.

“Yang menarik sekali lagi di sini, bukan pada kekaryaan, tapi bagaimana semangat teman-teman Prasidha ‘93 untuk tetap berkarya,” terangnya.

Dalam Kala Taruntum, Alfi sendiri menampilkan dua karya yang dia ciptakan pada 2023 lalu. Seniman yang telah melakukan banyak pameran atau eksibisi baik di dalam dan di luar negeri itu menghadirkan dua buah karya lukis bertajuk "Oleh-oleh dari masa lalu".

Baca juga : Dua Belas Seniman Muda Beri Tafsir Bhinneka Tunggal Ika

Diungkapkan Alfi, karyanya ini sebetulnya bagian dari seri Oleh-oleh dari masa lalu yang terdiri dari 14 lukisan, yang semestinya dia pamerkan di pameran tunggalnya yang akan dijadwalkan berlangsung tahun ini di Sydney, Australia dan Belgia.

Karena waktu yang terbatas dengan kesibukannya menuju pameran tunggal, karenanya dia pun tidak sempat membuat karya baru.

Disinggung terkait cerita di balik karyanya itu, Alfi yang pernah menyabet predikat 500 pelukis terlaris di dunia berdasarkan Top 500 Artprice 2008/2009 mengungkapkan, Oleh-oleh masa lalu dilahirkannya dari hasil kontemplasinya selama pandemi covid-19.

Baca juga : 24 Seniman Asia Pasifik Berpameran di Museum Macan

“Selama masa pandemi itukan kita gak boleh kemana-mana karena lock down, nah selama masa itu kan cuman bisa diam di rumah, saat itu saya ibaratnya kontemplasi lah. Selama kontemplasi saya memikirkan kenangan-kenangan masa lalu, pengalaman indah masa lalu, penghargaan-penghargaan yang sudah dicapai. Kenangan-kenangan masa lalu itulah yang saya gambarkan kembali, jadi karya ini
merupakan kepingan-kepingan dari masa lalu,” sebut Alfi.

Karya lukis oleh-oleh masa lalu yang ditampilkan Alfie pada pameran ini merupakan bagian ke-13 dan ke-14. Menampilkan karya dengan full warna hijau sedikit kecoklatan (bagian 13) dan ungu (bagian 14), Alfi mengatakan masing-masing karya pada seri Oleh-oleh masa lalu memiliki warna yang berbeda, di mana dalam penentuan warna Alfi mengedepankan visual, yang mana warna-warna yang dinilai dapat memuaskan mata audiens.

Tidak hanya menghadirkan gambar-gambar yang lahir dari kontemplasinya selama masa pandemi, Alfi yang berfokus pada seni kontemporer itu juga menyisipkan beberapa kata atau kalimat layaknya sebuah suara dalam lukisannya, yang merupakan perwujudan dari apa yang dia rasakan di masa lalu.

Baca juga : Seni di Era Penahanan Massal

“Kenapa ada kata-kata atau kalimat di sana, karena saya sebenarnya dulu kepengin jadi penyair gitu loh. Dan saya memang sampai sekarang masih suka nulis-nulis  puisi juga, saya juga senang membaca, saya senang dengar lagu. Karenanya memori itu selain dalam bentuk gambar saya tampilkan juga dalam bentuk teks,” terang Alfi.

Pameran Kala Taruntum menampilkan juga karya lukis milik Suraji. Pada kanvas berukuran besar dengan 140x150 cm, Suraji menggambarkan ragam hewan yang sedang berkumpul di atas sebuah pohon.

Mengambil judul Senyum untuk Semua, hewan-hewan tersebut seolah sedang tersenyum dan bercengkerama satu sama lain.

Baca juga : Merekam Perjalanan 8 Perupa di Megar Lan Nawasena

Dijelaskan Suraji, lukisan ini lebih dari sekadar bentuk hewan-hewan, melainkan ada makna istimewa. Ragam hewan mulai dari Jerapah, Harimau, Singa, Monyet, Burung hingga Bunglon diibaratkan anggota Prasidha '93 yang sedang berkumpul dan bahagia bersama. Adapun gambaran pohon dalam lukisan diibaratkan Institut Seni Indonesia Yogyakarta yang merupakan tempat mereka bertemu dan tumbuh
bersama.

“Karya saya ini merupakan metafora untuk mewakili teman-teman Prasidha '93, jadi binatang-binatang yang ada di lukisan ini mewakili kami semua. Intinya ini tentang menyikapi kami yang sudah 30 tahun dan mencoba untuk tetap bersatu di bawah kelompok ini,” ujar Suraji.

Seniman yang terkenal dengan teknik keriknya itu menyebut, memilih bentuk hewan sebagai perwujudan anggota Prasidha '93 dikarenakan dia ingin menampilkan kelihaiannya dalam teknik kerik. Lewat teknik keriknya, Suraji berhasil menghadirkan detail bulu-bulu halus dari para hewan dengan sangat indah.

Baca juga : Mengenal Teknik Pointilis pada Seni Rupa dan Langkah-langkah Membuatnya

Menampilkan warna-warna cerah, karya lukis Senyum untuk Semua terasa sangat hangat dan gembira, layaknya sebuah kelompok yang kembali berkumpul setelah sekian lama tidak berjumpa, perasaan itu sangat terasa saat melihat karya yang menurut Suraji diselesaikannya dalam kurun 2--3 pekan.

Selain Suraji, ada pula karya lainnya seperti milik Yunizar. Seniman yang terkenal dengan childlike art style itu menampilkan seni lukis dengan judul Jago. Meski Jago di sini dituangkan dalam bentuk ‘ayam jago’, bukan Yunizar namanya bila menggambarkan bentuk dengan normal.

Layaknya childlike art style, Yunizar menggambarkan bentuk ayam jago seperti sebuah lukisan yang digambar oleh anak-anak. Gaya Yunizar yang kasar dan kekanak-kanakan, terdiri dari garis-garis mentah dan gambaran fantastik, mungkin tampak naif pada pandangan pertama, namun sebenarnya memancarkan misteri dan keanggunan yang dalam.

Baca juga : Mengenal Teknik Pointilis pada Seni Rupa dan Langkah-langkah Membuatnya

Pameran Kala Taruntum dibuka secara umum mulai 7 Februari – 6 Maret 2024. Bagi pengunjung yang ingin menikmati keindahan karya seni milik anggota Prasidha '93, dapat langsung mengunjungi Can’s Gallery, Jakarta. Pameran buka sepanjang Senin-Sabtu mulai pukul 10.00 – 17.00 WIB. (M-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat