visitaaponce.com

Destinasi Pariwisata Labuan Bajo Didorong Jadi Kota Ramah Air

Destinasi Pariwisata Labuan Bajo Didorong Jadi Kota Ramah Air
Dirut Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores Shana Fatina saat menjadi narasumber seminar nasional yang digelar BPIW dan IAP.(Ist)

KEBUTUHAN air pada destinasi pariwisata super prioritas (DPSP) Labuan Bajo, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), terus meningkat. Karena itu, dibutuhkan rekomendasi yang tepat untuk pengelolaan kawasan pariwisata ramah air di DPSP Labuan Bajo tersebut.

"Labuan Bajo adalah salah satu ekosistem laut terkaya secara global, bagian dari Cagar Biosfer Komodo dan Situs Warisan Dunia UNESCO. Hal ini mendorong pertumbuhan pariwisata dan kebutuhan atas air juga ikut meningkat," ungkap Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) Shana Fatina saat menjadi narasumber seminar nasional yang diselenggarakan Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) berkolaborasi dengan Ikatan Ahli Perencanaan (IAP).

Baca juga: DPSP Labuan Bajo Diaudit, Wujudkan Pariwisata Berkualitas dan Berkelanjutan

Seminar yang diadakan secara hybrid di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Jakarta, Senin (11/12), itu dilakukan untuk mendorong pengembangan lingkungan perkotaan berkelanjutan dan menawarkan gagasan Water Sensitive City (WSC) atau Kota Ramah Air (KRA). Rekomendasi dan usulan seminar ini akan dibawa dalam 10th World Water Forum 2024 di Bali.

Shana menjelaskan rekomendasi pengelolaan air di Labuan Bajo yang dia tawarkan yakni pemetaan dan konservasi sumber air tanah dan permukaan, dan perencanaan berbasis daya dukung daya tampung kawasan.

"Kemudian Kampanye Ramah Air Labuan Bajo dan pariwisata berkelanjutan, audit air berkala dan penerapan efisiensi, serta optimalisasi Portal Satu Data untuk inventarisasi pelaksanaan pariwisata berkelanjutan," papar Shana.

Baca juga: Sinar Mas Land Terapkan Prinsip Berkelanjutan di Kota Deltamas

Ia juga menyampaikan saat ini pihaknya tengah membangun sebuah kawasan di tengah kota Labuan Bajo dan berkomitmen membangun kawasan bernama Parapuar tersebut sebagai kawasan ramah air dengan tidak memanfaatkan air langsung dari kawasan tersebut tetapi menggunakan sistem perpipaan dari kota Labuan Bajo.

"Sebagai informasi, BPOLBF juga diberi mandat untuk membangun kawasan pariwisata di atas lahan seluas 400 hektare di Hutan Produksi Nggorang Bowosie."

"Berdasar hasil studi dan kajian, kami tidak memanfaatkan air langsung menggunakan sumur bor di dalam kawasan, tetapi diintegrasikan dengan SPAM Wae Mese lewat perpipaan SPAM Perkotaan, dan di kawasan ini hanya 17% dibangun menjadi bangunan fisik, sisanya dihutankan kembali" jelas Shana.

Baca juga: Desa Wisata Baselang Bakung Jaya Hadirkan Agrowisata dan Seni Budaya Lokal

Pada seminar yang bertemakan Mewujudkan kota ramah air: Tantangan dan peluang perencanaan infrastruktur wilayah itu, Menteri PUPR Mochamad Basuki Hadimoeljono menyampaikan salah satu konsep solutif pengelolaan air perkotaan adalah WSC yang melibatkan integrasi desain kota, infrastruktur, dan kebijakan untuk menciptakan lingkungan perkotaan yang responsif terhadap perubahan iklim, melindungi sumber daya air, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

“WSC tak hanya tentang pengendalian banjir dan penyediaan air bersih, tapi juga tentang peningkatan kenyamanan. Kita kenal namanya liveable city, sustainable city, lovable city, semuanya pasti dasarnya adalah air. Kalau orang mau hidup nyaman, pasti harus ada air,” pungkas Basuki.

Kepala BPIW Kementerian PUPR Yudha Mediawan menambahkan dari seminar ini diharapkan peserta akan mendapat insight tentang cara membangun kota dengan mempertimbangkan siklus hidrologi, ekosistem pendukung, dan pengaturan air. (RO/S-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Sidik Pramono

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat