Demi Bonus Demografi, Isu Kesehatan Mental Harus Jadi Perhatian
![Demi Bonus Demografi, Isu Kesehatan Mental Harus Jadi Perhatian](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2024/01/e39d19a13ad7dd5d7cb6e02ada3f0ca7.jpg)
PSIKIATER sekaligus Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional Rumah Sakit Jiwa dr H Marzoeki Mahdi (PKJN RSMM), Nova Riyanti Yusuf, mengatakan kesehatan mental perlu diperhatikan secara khusus apabila Indonesia akan mendapat bonus demografi mulai 2030.
"Indonesia akan segera mendapat bonus demografi, menyongsong generasi emas. Namun, jika kesehatan mental tidak diperhatikan, hal itu akan membahayakan," kata Nova, dikutip Senin (22/1).
Berdasarkan prediksi dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia akan mengalami bonus demografi pada kurun 2030-2040. Artinya, pada kurun waktu tersebut, kondisi masyarakat Indonesia akan didominasi usia produktif (15-64 tahun) dibandingkan usia nonproduktif.
Baca juga: Presiden Ajak Perguruan Tinggi Siapkan SDM Unggul, Hadapi Bonus Demografi
BPS memperkirakan ada setidaknya ada sekitar 64% usia produktif dari total penduduk yang diproyeksikan, yakni 297 juta jiwa.
Kondisi itu merupakan keuntungan besar bagi Indonesia untuk menjadi negara dengan produktivitas tinggi. Dalam istilah demografi, kondisi dengan populasi itu disebut piramida cembung.
Jika itu terjadi, produktivitas Indonesia akan mengalahkan negara Jepang yang pada masa depan penduduknya lebih banyak yang berusia tua.
Baca juga: Konsistensi Pemerataan Pendidikan Harus terus Dilakukan
Bila Indonesia ingin mendapatkan keuntungan demografis, tidak ada cara yang paling efektif, kecuali dengan meningkatkan jumlah para wirausahawan usia muda atau produktif tersebut.
Meski menguntungkan, Nova mengatakan Indonesia perlu untuk menjaga sumber daya manusia (SDM) yang didominasi para usia produktif termasuk generasi muda tersebut, salah satunya soal kasus kesehatan mental yang kian hari kian meningkat.
Menurut dia, SDM dalam jumlah banyak bisa menjadi kekuatan, namun, juga bisa menjadi ancaman jika tidak teratur dengan baik.
Selain lingkungan sosial, lanjut Nova, hal-hal yang mungkin tidak disadari seperti perubahan iklim, hingga kondisi peperangan yang terjadi di dunia terbukti dapat menyebabkan kecemasan hingga gangguan mental serius pada seseorang, sebagaimana yang juga telah dikatakan organisasi kesehatan dunia WHO.
"Hal ini yang membuat WHO sampai membuat komisi khusus yang ditugaskan meneliti dan mengatasi hal ini tiga tahun ke depan. Sedangkan Jepang sudah lebih dulu dari WHO, di mana mereka membuat Menteri Kesepian saat pandemi kemarin," pungkas Nova. (Ant/Z-1)
Terkini Lainnya
Hati-Hati, Narsisistik Bisa Berkomplikasi Depresi
Layanan Kesehatan Jiwa di Puskesmas dan RS Masih Minim
Dokter: Rasa tidak Bahagia Bisa Sirna dengan Tulis Jurnal Bersyukur
3 Rekomendasi PB IDI untuk Cegah Gejala Depresi bagi Peserta PPDS
Metode Skrining Kemenkes pada Calon Dokter Spesialis Dipertanyakan
Kesehatan Fisik dan Mental Calhaj jadi Syarat Naik Haji
Polusi Udara Bisa Picu Depresi dan Rusak Kesehatan Mental
Banyak Dipengaruhi Gawai, Ajak Anak dan Remaja Berinteraksi Langsung Jaga Kesehatan Mentalnya
Tingginya Angka Bunuh Diri pada Pria: Mengapa Kesehatan Mental Pria Sering Diabaikan?
Studi HCC: 7 dari 10 Ibu di Indonesia Alami Mom Shaming
Sering Terpapar Polusi Udara Bisa Sebabkan Depresi
Judi Online Rusak Ekonomi Keluarga dan Kesehatan Mental
Lingkungan Perempuan Pancasila
Perang Melawan Judi Online
Ujaran Kebencian Menggerus Erosi Budaya
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap