visitaaponce.com

Studi HCC Orang Indonesia dengan Emotional Eater 2,5 Kali Berisiko Stres

Studi HCC: Orang Indonesia dengan Emotional Eater 2,5 Kali Berisiko Stres
Pendiri dan Ketua Tim Peneliti HCC Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH.(Ist)

DALAM momentum peringatan Hari Gizi Nasional 2024, Health Collaborative Center (HCC) mempublikasikan hasil survei kesehatan terbaru terkait perilaku makan orang Indonesia.

Survei bertajuk "Mindful Eating Study" yang dilakukan pada 1.158 responden dari 20 provinsi seluruh Indonesia ini menghasilkan temuan penting bahwa 47% atau 5 dari 10 orang Indonesia memiliki perilaku emotional eater, atau perilaku makan emosional.

Pendiri dan Ketua Tim Peneliti HCC Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, mengatakan,“Makan emosional adalah ketika seseorang menggunakan makanan sebagai cara untuk mengatasi dan mengendalikan emosinya, bukan makan karena lapar untuk memenuhi kebutuhan gizi."

Baca juga: Studi HCC Ungkap 48% Warga Tidak Siap Hadapi Bencana Banjir

"Dan data ini menunjukkan bahwa mayoritas atau sekitar 4 hingga 5 dari 10 orang Indonesia yang diwakili responden survei ini memiliki perilaku makan emosional, dan ini tanda awas yng serius," jelas dr.Ray dalam keterangan, Rabu (24/1/2024) di Jakarta,

Karena perilaku makan emosional, menurut dr.Ray, meningkatkan risiko stres dan mengganggu potensi asupan gizi seimbang.

"Sehingga bisa mengakibatkan ketidakseimbangan nutritional intake dan gangguan kesehatan mental,” ungkar dr Ray yang merupakan Inisiator dari Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa.

Baca juga: Ini Sebabnya Camilan Larut Malam Tidak Baik Bagi Kesehatan

Selanjutnya, dr.Ray menjelaskan, meskipun jumlah orang Indonesia yang memiliki perilaku makan yang baik atau mindful eating juga sama banyaknya, tetapi temuan lain dari survei ini adalah potensi risiko untuk orang yang memiliki perilaku makan emosional meningkatkan risiko mengalami stres sedang dan berat sebanyak 2,5 kali lipat.

Makan Emosional Beri Dampak Buruk

“Artinya perilaku makan emosional memberi dampak buruk yang beragam, mulai dari potensi gangguan kejiwaan, asupan gizi tidak memadai, turunya daya tahan tubuh dan kemudian kondisi ini memperparah perilaku makan emosional itu sendiri,” tegas dr.Ray. yang merupakan pengajar di Kedokteran Kerja dan Komunitas FKUI.

"Dan dalam kondisi yang parah atau ‘very emotional eater’ sebaiknya seseorang dianjurkan untuk konsul ke tenaga psikolog dan juga dokter ahli gizi medik, agar dikoreksi perilaku dan status gizinya," jelas dr.Ray.

Fakta lain dari survei yang juga dianalisis oleh Research Associate Yoli Farradika, MEpid ini adalah terkait usia orang Indonesia yang memiliki perilaku emotional eating.

Baca juga: Penyakit Autoimun tidak Bisa Dicegah Namun Risikonya Bisa Dikurangi

Survei menunjukkan sekitar 49% orang dengan pola makan emosional adalah mereka yang berusia dibawah 40 tahun, dan perempuan, dengan risiko menjadi emosional eater mencapai 2 kali lipat.

Begitupun dengan kondisi diet yang dijalankan. Survei ini menemukan bahwa hampir 60% orang yang memiliki perilaku makan emosioanl adalah mereka yang sedang melakukan pola diet yang beragam, mulai dari diet keto, intermitten fasting, diet golongan darah hingga diet puasa waktu tertentu.

Hal ini merupakan faktor risiko yang perlu dipelajari karena mengingat kecenderungan adanya pola diet yang marak terjadi di masyarakat Indonesia akibat promosi dan publikasi terbuka lewat media.

Baca juga: Kendalikan Diabetes dengan Gaya Hidup dan Pola Makan Sehat

Lebih lanjut Dr Ray yang merupakan Sekjen Indonesia Gastronomy Community (IGC) ini juga mengungkapkan bahwa analisis lanjutan perlu dilakukan baik lewat penelitian maupun edukasi dan promosi kesehatan menyeluruh.

"Karena kondisi tingginya emotional eater di Indonesia adalah bentuk dari pergeseran pola dan perilaku makan yang semakin dipengaruhi faktor gaya hidup, peer-pressure, status kesehatan jiwa hingga tekanan sosial akibat informasi ukuran standar perilaku makan dan antropometri tubuh yang disampilkan di media sosial dan berseliweran tanpa kekuatan ilmiah," papar dr.Ray. (S-4)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat