visitaaponce.com

Studi HCC Ungkap 48 Warga Tidak Siap Hadapi Bencana Banjir

Studi HCC Ungkap 48% Warga Tidak Siap Hadapi Bencana Banjir
Warga menaiki perahu karet untuk melintasi banjir yang merendam kawasan permukiman di Makassar, Sulsel Kamis (18/1/2024).(ANTARA FOTO/Arnas Padda.)

MENINGKATNYA curah hujan di setiap awal tahun selalu menjadi risiko bencana banjir di Indonesia, terutama di Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia.

Menghadapi fenomena awal tahun ini, Health Collaborative Center (HCC) menemukan bahwa ternyata tingka kesiap-siagaan warga terhadap bencana banjir masih belum optimal.

Survei disaster preparedness index dari HCC menunjukkan bahwa 48% warga Indonesia memiliki skor kesiagaan rendah, atau tidak siaga dalam menghadapi banjir.

Baca juga: Sebagian Wilayah Jawa Berpotensi Dilanda Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan

Ketua Tim Peneliti HCC Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK FRSPH menegaskan, survei kesiagaan bencana banjir ini dilakukan untuk melihat seberapa waspada orang Inodnesia terutama di kota-kota yang secara rutin mengalami masalah banjir."

"Dan hasilnya memang hampir separuh warga yang diwakili responden memiliki skor yang tidak siaga. Artinya ketika bencana banjir kembali melanda, sebagian besar warga yang diwakili responden penelitian ini akan kesulitan mengakses bantuan, akan menghadapi tantangan untuk mengungsi atau menyelamatkan diri, keluarga dan juga harta benda, yang kemudian meningkatkan risiko mengalami kerugian," jelas Ray dalam keterangan, Selasa (23/1/2024).

Menurut Ray, temuan ini sepintas menunjukkan bahwa banjir adalah bencana yang sudha dianggap rutin sehingga urgensi untuk perlunya pencegahan darurat, latihan atau simulasi bencana hingga latihan pengungsian dianggap tidak menjadi prioritas.

Hal ini tentu menjadi indikator yang kurang baik terhadap mitigasi bencana, karena meskipun banjir sudah sering terjadi tetapi dampaknya bisa menjadi fatal.

Baca juga: Banjir tidak Kunjung Surut, 95 Warga Sintang harus Mengungsi

"Sehingga intervensi tetap harus dilakukan agar perilaku kesiapsiagaan warga tetap baik dan waspada,” ungkap Dr Ray yang merupakan pengajar di Program Kedokteran Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).

Hasil lain terkait studi ini menunjukkan bahwa ada dua penentu atau key drivers yang membuat tingkat kesiagaan banjir menjadi cenderung rendah.

Yang pertama adalah respons tanggap darurat terhadap kemungkinan terjadinya bencana banjir tergolong rendah, kemudian diperparah dengan persepsi warga yang merasakan sistem peringatan bencana banjir juga tidak optimal.

Dua hal ini pun dianggap tidak prioritas karena sekali lagi warga merasa banjir sudah menjadi bencana rutin.

Baca juga: Waspada Banjir Rob Sepekan ke Depan di Pesisir Jakarta

Survei ini kemudian melakukan pendalaman secara acak ke sejumlah responden, dan sebagian besar pendapatnya sejalan dengan temuan analisis survei.

Lolita, ibu dua anak yang berdomosili di Jakarta Selatan mengungkapkan dirinya pernah terdampak banjir saat masih berdomisili di daerah jakarta Barat lima tahun silam. Dan karena setiap tahun terdampak banjir dan harus selalu mengungsi akhirnya memutuskan untuk pindah wilayah.

Sebaliknya dengan ibu Puri, warga Jakarta Utara yang mengaku banjir sudah menjadi langganan dia dan seluruh warga kompleks.

Menurut mereka, banjir sudah jadi bagian hidup di Jakarta sehingga tidak perlu harus khawatir kalaupun tahun ini akan banjir lagi.

Dalam dua tahun terakhir ini pun Ibu Puri dan kelaurganya tidak mengungsi meskipun rumah mereka terdampak banjir yang lumayan tinggi airnya.

Baca juga: Ratusan Warga di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalsel Masih Mengungsi Akibat Banjir

Berdasarkan survey ini Health Collaborative Center (HCC) menegaskan perlu adanya potensi intervensi untuk meningkatkan kesiapsiagaan warga terhadap bencana banjir, yaitu

(1) Sosialisasi dan Edukasi tingkatkan skor pengetahuan dan kesiapan tanggap darurat bencana dan Tingkatkan pemahaman bahwa meskipun banjir sudah rutin tetap berpotensi risiko berat sehingga mitigasi tetap perl

(2) Optimalkan sistem peringatan bencana banjir; dan (3) Daerah dan sarana evakuasi yang tetap harus selalu tersedia.

Survei ini sendiri dilakukan pada 947 responden yang mengisi secara daring kuesioner Disaster Preparedness Index yang sudah di validasi dan sering digunakan sebagai alat mengukur kesiapsiagaan masyarkat terhadap bencana.

Responden berasal dari 23 kota besar seluruh Indonesia dengan mayoritas dari Jabodetabek. Dan sebagian besar sudah pernah mengalami dan menjadi korban bencana banjir. (S-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat