visitaaponce.com

Hari Kusta Sedunia, RI Masih Belum Serius Tangani Kusta

Hari Kusta Sedunia, RI Masih Belum Serius Tangani Kusta
Seorang pasien kusta di kampung kusta di Tangerang, Provinsi Banten, beberapa waktu lalu.(AFP/Bay Ismoyo)

PENGURUS Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Iqbal Mochtar mengatakan bahwa kusta masih menjadi salah satu penyakit yang belum tuntas di Indonesia. Hal ini berdasarkan data prevalensi kusta yang belum membaik di Indonesia selama 23 tahun terakhir.

“Kita tahu bahwa pada 2000 prevalensi kusta kurang dari 1/1000 penduduk. Tapi 23 tahun kemudian, prevalesi kusta di Indonesia stasis atau 0,7/10.000 penduduk. Artinya secara morbiditas kita tidak melakukan perbaikan di dalam penatalaksanaan kusta ini,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Minggu (28/1), saat peringatan Hari Kusta Sedunia 28 Januari.

“Bukti lainnya bahwa target kusta kita di bawah 5% tapi sampai saat ini masih 11%. Lalu setiap tahun ada kasus baru kusta sekitar 15-20 ribu kasus baru. Ini sebenarnya menjadi tantangan baru bagi Indonesia. Karena kita sebenarnya sudah tahu kusta itu penyakit tropis yang dianggap remeh oleh orang. Mestinya dengan begitu pemerintah harus melakukan tindakan khusus dalam penanganan kusta ini. Tetapi itu tidak terjadi,” sambung dr. Iqbal.

Baca juga : Ini Beda Bercak Putih Kusta dengan Panu

Lebih lanjut, menurutnya banyak hal yang menjadi penyebab prevalensi kusta tidak mengalami perbaikan di Indonesia. Di antaranya adanya stigma dari masyarakat. Penderita kusta sering sekali diisolasi masyarakat karena dianggap cacat, jorok, dan rentan memindahkan penyakitnya kepada orang lain.

Selain itu, penderita kusta kebanyakan tinggal di daerah terisolasi seperti di daerah perbatasan dan kepulauan yang memiliki kendala geografis. “Misalnya prevalensi tertinggi kusta di Indonesia kan di Papua Barat kemudian Maluku. Ini menjadi kendala bagi penatalaksanaannya,” tegasnya.

Baca juga : Jika tidak Tertangani, Kusta Bisa Sebabkan Kecacatan

Pendanaan kusta

Dokter Iqbal menambahkan bahwa saat ini pemerintah kurang optimal dalam penatalaksanaan penyakit yang menyerang masyarakat seperti kusta. Dia merasa bahwa hal ini juga berkaitan dengan pendanaan untuk kusta yang tidak besar.

“Biasanya anggaran yang tersedia hanya 50% dari biaya penanganan. Mereka mau cari biaya dari mana. Sebenarnya kalau pemerintah mau serius dalam penatalaksanaan kusta ini harus serius dan kalau mau eliminasi kusta sumber pendanaan harus dialokasikan secara jelas,” ujar dr. Iqbal.

Secara terpisah, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kementerian Kesehatan, Imran Pambudi menambahkan bahwa jumlah kasus baru kusta yang ditemukan pada 2023 mengalami kenaikan menjadi 17.370 kasus dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 12.416 kasus.

“Hal ini karena pascapandemi terdapat peningkatan kegiatan aktif pencarian kasus kontak, di desa endemis, pada anak-anak sekolah, termasuk skrining yang dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan kemoprofilaksis,” ucap Imran.

Menurutnya, peningkatan penemuan kasus ini perlu ditanggapi positif karena penderita kusta cukup sulit ditemukan karena adanya stigma.

Dengan peningkatan penemuan kasus secara aktif, berarti dapat segera mengobati mereka dan ini dapat memutus rantai penularan penyakit karena kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae.

Saat ini, pemerintah memiliki 4 program penanggulangan kusta di Indonesia di antaranya promotif berupa sosialisasi dan kampanye bebas kusta baik yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat, daerah dan non pemerintah termasuk orgaisasi profesi dan masyarakat (kader).

“Terdapat penurunan stigma dan dikriminasi kusta di beberapa daerah dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk cepat melaporkan jika keluarga dan tetangga sekitarnya jika terdapat tanda-tanda bercak kusta,” lanjutnya.

Program preventif dengan pemberian obat pencegahan (obat rifampisin dosis single dose) melalui program kemoprofilaksi di daerah yang terdapat kasus kusta.

Selanjutnya adalah surveilans. Penemuan kasus aktif dalam kegiatan ini harus didukung dengan kebijakan Active Case Finding, peningkatan SDM dan Sistem Pencatatan Pelaporan.

Kegiatan Active Case Finding berada di level Puskesmas dengan melibatkan kader kesehatan di Tingkat desa, sehingga dibutuhkan kerja sama lintas program dan lintas sektor.

Peningkatan SDM dilaksanakan melalui berbagai lini baik Sosialisasi, Workshop, Pelatihan terakreditasi, Pelatihan Online ataupun On The Job Training. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota ataupun Organisasi Profesi (PERDOSKI, IDI, PPNI, PAEI) dan Lembaga Non Profit (Katamataku-UI, Yayasan NLR Indonesia).

Penguatan Sistem Pencatatan dan Pelaporan riil time yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan bersama Yayasan NLR Indonesia.

Terakhir adalah tatalaksana atau pengobatan dengan pemberian pengobatan kusta (MDT/Multi Drug Therapy), pengawasan dan pendampingan pengobatan, pencegahan cacat dan bertambahnya cacat serta bedah rekonstruksi. Kemandirian pengadaan MDT juga sudah dilakukan oleh Kementerian Kesehatan.

“Hari kusta sedunia merupakan momentum bersama untuk kembali menyatukan visi dan misi untuk mewujudkan Dunia Bebas Kusta dan Indonesia dapat mencapai eliminasi kusta di tahun 2030,” pungkasnya. (Z-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat