visitaaponce.com

Surveilans Penyakit Kusta Sulit, Butuh Waktu Tahunan

Surveilans Penyakit Kusta Sulit, Butuh Waktu Tahunan
GRAFIS: Penyakit kusta gejala dan penularannya berlangsung sangat lama sehingga butuh waktu untuk mendeteksinya.(MI/ Litbang MI)

SALAH satu penyakit tropis terabaikan atau Neglected Tropical Diseases (NTDs) yakni kusta di Indonesia masih terus bertambah. Kasus sering ditemukan di beberapa wilayah Indonesia.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi menerangkan bahwa di lapangan memang surveilans penyakit kusta membutuhkan waktu karena penyakit ini muncul gejalanya lama. "Kusta ini sulit karena masa munculnya gejala bisa membutuhkan waktu yang lama bahkan sampai bertahun-tahun," kata Nadia saat dihubungi, Senin (11/3).

Penyebab kusta adalah bakteri mycobacterium teprae yang masuk ke dalam sel saraf dan berkembang namun tidak langsung alami kusta. Waktu yang dibutuhkan bakteri untuk berkembang 6 bulan sampai 40 tahun ketika masuk ke dalam tubuh manusia sampai menimbulkan gejala.

Baca juga : Ini Beda Penanganan Covid-19 pada Masa Pandemi dan Endemi

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, kasus kusta di Indonesia meningkat dari 14.821 kasus pada 2022 menjadi 17.251 kasus di 2023. Pada tahun lalu ditemukan 14.376 kasus kusta baru yang berasal dari 11 provinsi dan 124 kota/kabupaten yang belum eliminasi.

Namun, kasus kusta pada anak menunjukkan penurunan dari 10,18% di 2022 menjadi 8,2% di 2023. Penularan kasus kusta pada anak biasanya berasal dari orang tua. "Masih ditemukan sejumlah kasus kusta, kalau anak menurun berarti kontak erat anak sudah menurun artinya memang kasus dewasa yang harus ditemukan," ujarnya. Kebanyakan anak mendapatkan kontak erat dari orang tua atau orang terdekatnya.

Penemuan kasus kusta pada anak banyak terjadi di Papua, Papua Barat, Papua Selatan, Maluku Utara, Papua Barat Daya, Kepulauan Riau, Aceh, Bangka Belitung hingga Maluku.

Baca juga : Tantangan Meningkatnya Kasus Kusta di Indonesia

Bagi masyarakat yang memiliki gejala kusta seperti mati rasa di tungkai dan kaki, kemudian diikuti dengan timbulnya lesi di kulit maka segera melakukan konsultasi ke rumah sakit atau puskesmas.

"Masyarakat yang ingin berobat atau konsultasi bisa juga di puskesmas karena hampir semua puskesmas dapat mendiagnosis kusta. Selain itu masyarakat juga jangan memberikan stigma negatif kepada pasien kusta karen kusta tidak mudah menular ada beberapa faktor seperti gizi, penyakit lain, higenisitas dan sanitasi yang tidak baik penyebab penularan," jelasnya.

Sebelumnya dokter spesialis kulit dan kelamin Indonesia, dr Melani Marissa menekankan pengentasan kasus kusta di Indonesia memang perlu dimulai dari surveilans atau pencarian kasus di masyarakat agar bisa segera dilakukan penanganan sehingga tidak menyebar. "Penemuan kasus di masyarakat sangat penting agar pengobatan juga bisa dilakukan sedini mungkin sehingga komplikasi tidak terjadi," ujarnya.

Pasien kusta yang tidak diobati maka bisa mengalami komplikasi atau disabilitas bila penyakitnya tidak segera diobati. "Gejalanya yakni menimbulkan bercak merah/putih/kecokelatan di kulit mangkanya pasien kusta biasanya awal-awal berobatnya ke dokter kulit karena ada beberapa kasus adalah mati rasa atau pun tidak ada rasanya," pungkasnya.(H-1)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Editor : Soelistijono

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat