visitaaponce.com

347 Ribu Produk Pangan dan Obat Ilegal di E-Commerce Ditemukan Badan POM

347 Ribu Produk Pangan dan Obat Ilegal di E-Commerce Ditemukan Badan POM
Badan POM menemukan 347 ribu peredaran obat dan makanan tak layak edar di e-commerce selama 2023.(Badan POM)

PERKEMBANGAN teknologi informasi dan komunikasi yang pesat telah memudahkan semua urusan kehidupan manusia. Tidak terkecuali pemanfaatan e-commerce produk kebutuhan sehari-hari seperti obat dan makanan.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) RI menemukan peredaran obat dan makanan tak layak edar di e-commerce selama 2023. Total ada 347 ribu tautan produk yang ditemukan tanpa izin edar dan tak memenuhi kriteria dan telah direkomendasikan ke Kominfo dan idEA untuk di-takedown.

Plt Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Lucia Rizka Andalusia bahwa temuan tersebut merupakan hasil dari intensifikasi pengawasan obat dan pangan yang dilaksanakan BPOM secara rutin lewat metode daring melalui patroli siber. Obat ilegal masih menjadi produk yang tertinggi disalahgunakan pada aktivitas penjualan daring.

Baca juga : Siegwerk Gandeng IPF Ajak Industri Tingkatkan Standar Keamanan Kemasan

“Hasil pengawasan obat dan makanan ilegal secara daring melalui patroli fiber dilakukan secara rutin untuk semua komoditas yang dilakukan pengawasan oleh BPOM. Temuan yang paling banyak adalah obat diikuti dengan produk obat tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetik serta pangan olahan,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR RI dengan Kepala BPOM di Jakarta pada Kamis (28/3).

Kendati demikian, Lucia menyatakan bahwa hasil temuan penjualan produk ilegal yang beredar di e-commerce telah mengalami jumlah penurunan dari tahun 2022 hingga 2023 lantaran adanya sanksi yang telah diberlakukan oleh BPOM melalui pemblokiran toko atau negative list melalui kerja sama dengan asosiasi e-commerce dan pelaku industri farmasi.

“Tautan yang takedown dari tahun ke tahun berdasarkan jenis komoditasnya melalui patroli cyber terhadap produk obat ilegal terjadi penurunan. Hal ini disebabkan karena BPOM melakukan upaya pemblokiran atau negatif list bagi produk ilegal melalui kolaborasi dengan e-commerce sebagai penindakan pengawasan sehingga produsen tersebut tidak bisa masuk lagi (ke e-commerce),” jelasnya

Baca juga : Fakta Ekspor Obat Tradisional Ilegal ke Uzbekistan yang Digagalkan Badan POM dan Bea Cukai

Lebih lanjut, BPOM bersikap agile terhadap dinamika peredaran obat dan makanan secara daring yang terus tumbuh ini. Salah satunya dengan menjadikan Peraturan BPOM Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan secara Daring sebagaimana telah diubah dengan Peraturan BPOM Nomor 32 Tahun 2020 sebagai rujukan pengawasan.

“Pengawasan harus diperkuat dengan regulasi dan tata kelola kawasan obat yang baik dan melalui regulasi ini bisa dipatuhi oleh pelaku usaha. Selain itu, melalui adanya implementasi pencantuman Nomor Izin Edar (NIE) bagi produsen di e-commerce serta penetapan target pengawasan iklan sesuai resiko dan peningkatan proporsi sampling online diharapkan bisa meminimalisir potensi kejahatan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Lucia menyampaikan bahwa penguatan infrastruktur dibutuhkan dalam pengawasan peredaran obat dan makanan secara daring baik yang berkaitan dengan peralatan-peralatan untuk melakukan pengawasan obat dan makanan secara daring maupun sistem.

Baca juga : ABC Heinz Edukasi Masyarakat soal Keamanan Pangan

“Saat ini ada pengembangan dan penguatan data crawler yang dapat melakukan searching terhadap obat dan makanan tersebut berdasarkan keyword yang sudah diarahkan, hal ini akan menghasilkan data-data yang akan dianalisis untuk pengawasan yang lebih lanjut. Selain itu ada penguatan mesin learning atau otomatisasi dengan teknik OSINT atau Open Source Intelligence serta laboratorium forensik digital,” ungkapnya.

Pengawasan secara daring juga dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat dengan memberi edukasi dan sosialisasi terkait produk obat dan makanan ilegal yang ada di e-commerce. Kegiatan ini dijalankan oleh berbagai kader BPOM yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

“Kami juga melakukan edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha dalam rangka meningkatkan kesadaran dalam pembelian obat dan makanan secara daring. Lalu BPOM juga mengaktivasi komunitas masyarakat dan peningkatan literasi, pembentukan karakter keamanan pangan, pembentukan fasilitas ritel serta menyelenggarakan program promosi terkait pentingnya input nomor izin edar,” imbuhnya.

Baca juga : Regulasi Badan POM Diminta Lebih Ramah Konsumen

Menurut Lucia, tantangan dalam pengawasan Obat dan Makanan yang diadakan secara daring adalah ketidaksiapan pengelola marketplace untuk mengembangkan sistem penambahan fitur nomor izin edar. Padahal, NIE ini merupakan wadah yang bisa menjadi pintu untuk mengetahui terkait legalitas obat dan makanan yang dijual.

“Untuk itu kami sudah melakukan kerjasama dengan marketplace dan asosiasi e-commerce untuk meminta kepada para marketplace untuk mengharuskan para vendor-vender itu mencantumkan nomor izin edar tetapi sifatnya masih belum mandatory,” ungkapnya.

Rizka juga melakukan intensifikasi dan pengawasan terkait bahan baku dari pembuatan obat dan kosmetik melalui aktivitas impor yang dilakukan melalui beberapa pendekatan dengan penerbitan surat keterangan impor dan pemberlakuan sistem access scheme.

Baca juga : BPOM Sita Obat Ilegal Senilai Rp18 Miliar yang Dijual di Shopee

“BPOM melakukan pengawasan kerjasama dengan berbagai instansi dan lembaga itu terkait di daerah-daerah perbatasan tersebut. Untuk obat BPOM memperlakukan sistem pengawasan border sehingga harus ada izin dulu untuk memasukkan barang tersebut sebelum ke Indonesia sedangkan untuk post border, beberapa komoditi terdiri dari bahan kosmetik, suplemen kesehatan, obat olahan dan pangan olahan,” jelasnya.

Sementara itu, anggota DPR Komisi IX Yahya Zaini mengungkapkan bahwa sanksi dan pengawasan peredaran terkait produk obat dan pangan baik secara daring maupun luring dinilai masih lemah. Menurutnya, harus ada regulasi khusus yang mengatur lewat RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan (POM).

“Kerja-kerja pengawasan obat dan makanan selama ini selalu banting tulang jika tidak ada regulasi dan payung undang-undangnya maka akan sia-sia. Misalnya mengenai pengawasan obat secara daring ini tindaklanjutnya tidak ada sekali tidak sanksinya, yang mana hanya pemberlakuan memblokir dan kerjasama asosiasi. Sanksi hukum tidak diberlakukan, padahal jelas merugikan sehingga harus ada sanksi hukumnya,” ujarnya.

Menurut Yahya, pengawasan obat dan makanan juga tak hanya dilakukan untuk produk dalam negeri melainkan juga untuk produk impor. Serta perlu adanya harmonisasi substansi pada saat pembahasan RUU pengawasan obat dan makanan dengan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan karena merupakan bagian yang tidak dipisahkan dalam upaya perlindungan masyarakat Indonesia di bidang kesehatan.

“Berbagai pelanggaran di dalam masyarakat sangat banyak sekali, jutaan orang berjualan melalui daring yang terafiliasi dengan Idea dan Kominfo memang bisa dilacak tapi yang melalui Facebook dan Instagram serta media sosial lainnya tidak bisa dilacak. BPOM harus meyakinkan Kementerian Kesehatan agar RUU ini bisa lolos pada tahun dan periode ini,” imbuhnya.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat