visitaaponce.com

Peran Kelembagaan Jadi Kunci untuk Jawab Tantangan Masa Depan Kebudayaan Indonesia

Peran Kelembagaan Jadi Kunci untuk Jawab Tantangan Masa Depan Kebudayaan Indonesia
Ilustrasi. Festival konservasi lontar menjadi rangkaian dari Bulan Bahasa Bali untuk merawat dan melestarikan budaya lokal.(ANTARA/NYOMAN HENDRA WIBOWO)

PERAN krusial ekosistem kebudayaan yang komprehensif kian menjadi pusat perhatian yang mendalam dalam menghadapi era globalisasi. Akan tetapi, meski diakui sebagai identitas bangsa, kebudayaan di Indonesia masih menghadapi tantangan.

Sebelumnya, telah muncul wacana pembentukkan Kementerian Kebudayaan untuk mewujudkan visi kebudayaan oleh presiden terpilih Prabowo Subianto yang dikatakan oleh Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra, Hashim Sujono Djojohadikusumo pada Dialog Kebangsaan di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Selasa (20/2).

Hal ini juga dirasa perlu oleh Guru Besar Filologi di Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Oman Fathurahman yang mengatakan bahwa kelembagaan seperti Kementerian Kebudayaan sangat penting untuk memperkuat fungsi kebudayaan secara substansial.

Baca juga : PT Timah Dukung Pembangunan Rumah Adat Sentana Jering Amantubillah

Oman menjelaskan ekosistem kebudayaan di Indonesia harus mencakup tiga aspek utama, yaitu konstitusional yakni kebudayaan diamanatkan oleh Undang-Undang, sosiokultural yakni kebudayaan memiliki keberagaman baik dari segi bahasa maupun etnis, dan fungsional yang berfokus pada peran dan fokus dari kebudayaan dalam berbagai bidang.

Menurutnya pembentukan pembentukan Kementerian Kebudayaan akan memperkuat aspek fungsional dari kebudayaan di Indonesia. “Kebudayaan itu jelas peran dan fungsinya dalam bermasyarakat amat sangat luas, bahkan termasuk fungsinya itu sebagai sarana diplomasi internasional, sebagaimana amanat konstitusi,” kata dia baru-baru ini.

“Mungkin kita sudah melakukannya di Dirjen (Direktorat Jenderal) Kebudayaan, tapi saya kira (secara kelembagaan) belum cukup, terutama kalau melihat amanat konstitusi yang memisahkan secara tersendiri kata kebudayaan itu di antara diksi-diksi yang lain, misalnya diksi agama, diksi sosial, diksi olahraga, misalnya, itu (seharusnya) sudah jadi kementerian tersendiri. Kebudayaan itu dalam konstitusi kita juga sebetulnya disebut secara mandiri, tetapi sudah 78 tahun kita merdeka, sampai sekarang kita belum punya Kementerian Kebudayaan tersendiri,” lanjut Oman.

Baca juga : Literasi Jalur Rempah dan Pembangunan Kebudayaan Indonesia

Oman menjelaskan Kementerian Kebudayaan akan menjadi wadah bagi berbagai pemangku kepentingan, tidak hanya budayawan, tetapi juga agamawan, seniman, dan akademisi, untuk mengaktualisasikan substansi kebudayaan secara menyeluruh. Ini akan menciptakan ruang bagi pengembangan budaya sebagai identitas nasional yang kuat dan berkelanjutan tidak hanya dari segi pendidikan atau pariwisata - dua sektor yang pernah dilekatkan dengan kebudayaan.

Sementara itu, berbicara mengenai sosok yang pas dalam memimpin Kementerian Kebudayaan, dia menegaskan diperlukannya pemimpin yang memiliki pemahaman yang mendalam tentang lanskap kebudayaan global sangat diperlukan. “Secara umum, yang bisa mengelola Kementerian Kebudayaan adalah yang secara konstitusional memahami betul pentingnya kebudayaan dalam konteks persatuan dan kesatuan nasional. Kemudian ia juga harus paham betul modal secara sosiokultural kebudayaan kita yang amat sangat luas.”

Dia menekankan pemimpin yang dipilih harus mampu memahami kompleksitas kebudayaan Indonesia dan memiliki visi yang jelas dalam mengelola dan memajukan kebudayaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional.

Baca juga : Anies Tegaskan Negara Wajib Membangun Ekosistem Kebudayaan

“Jangan sampai pemimpinnya nanti hanya menggeluti satu aspek dari kebudayaan sehingga tidak mampu menaungi kebudayaan lain seperti tradisi lisan, ada adat istiadat, ada ritus, ada pengetahuan tradisional, ada teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, serta olahraga tradisional. Jadi saya kira mereka yang memahami lanskap kebudayaan secara global ini yang harus diberi kepercayaan untuk memimpin.”

Salah satu figur yang sempat diwacanakan layak mengisi posisi pemimpin adalah Hilmar Farid, yang saat ini menjabat sebagai Direktur Jenderal Kebudayaan, muncul sebagai pilihan yang menarik. Prestasi yang telah ia raih selama sembilan tahun masa jabatannya menunjukkan komitmen dan dedikasi yang kuat terhadap pelestarian dan pengembangan kebudayaan Indonesia.

Salah satu pencapaian utama Hilmar adalah repatriasi artifak-artifak penting dari Belanda. Melalui upayanya, berbagai koleksi seni dan pusaka berharga Indonesia berhasil dikembalikan ke tanah air, seperti koleksi seni Bali Pita Maha, Patung Singasari, pusaka kerajaan Lombok, dan keris Puputan Klungkung. Selain itu, kepemimpinan Hilmar juga turut mendorong penetapan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan, sebuah langkah penting yang menegaskan peran pemerintah sebagai fasilitator dalam mendukung perkembangan kebudayaan. (RO/Z-6)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat