visitaaponce.com

Pendapatan Orang dengan Stunting Lebih Rendah 22

Pendapatan Orang dengan Stunting Lebih Rendah 22%
Ilustrasi: Ketua Posyandu Kelurahan Sukanagara, Purbaratu, Kota Tasikmalaya, kunjungi rumah orangtua anak penderita tengkes(MI Adi Kristiadi)

BADAN Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat pendapatan orang yang tengkes atau stunting lebih rendah dari mereka yang tidak stunting dengan selisih hingga 22%. Hal itu berpengaruh pada tingkat kesejahteraan dan pendapatan per kapita daerah.

"Pendapatan orang yang stunting selisih 22% dibandingkan orang yang tidak stunting. Oleh karena itu, bagaimana menanggung orang tuanya kalau anaknya saja stunting. Inilah masalah," kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, Kamis, (9/5).

Kualitas SDM menjadi kunci keberhasilan pemanfaatan bonus demografi. Sebaliknya, bila kualitas SDM di Indonesia rendah, beban orang-orang tua yang akan ditanggung generasi muda akan semakin besar.

Baca juga : Tengkes di DIY Turun 5% dalam Empat Tahun

"Orang tua yang memenuhi populasi ini adalah wanita yang lebih banyak dari laki-laki karena perempuan panjang umurnya. Sehingga populasi orangtua berstatus janda lebih banyak daripada laki-laki," ungkapnya.

Selain itu, lanjut Hasto, masyarakat miskin ekstrem juga akan didominasi oleh janda. Karena status tersebut unmodifiable atau tidak bisa diubah.

"Karena janda yang sudah terlanjur tua tidak bisa diubah jadi produktif sebab pendidikannya rendah," ucapnya.

Baca juga : BKKBN Jawa Timur Gencarkan Edukasi Stunting di Kabupaten Sumenep

Pengaruh lainnya dari peningkatan stunting adalah terkait dengan perubahan iklim. Berdasarkan riset Asian Development Bank (ADB), akibat perubahan iklim terjadi penurunan sampai 44% produksi pangan.

Dari prediksi ADB tersebut, di 2045 ada 19 juta orang Indonesia kelaparan lantaran penurunan sumber pangan. Hal ini membebani upaya pemerintah mencapai Indonesia Emas di tahun 2045.

Salah satu komunitas pengembangan swadaya masyarakat Akar Foundation menemukan fakta bahwa di 2018 masyarakat yang mendapat lahan di Kabupaten Rejang Lebong dan Kepahiang, Bengkulu, mengalami situasi hidden hunger yang ujungnya memunculkan kasus stunting.

"Jadi, banyak tanaman yang ditanam petani bukan tanaman pangan. Tapi komoditas untuk pasar. Di bagian timur Bengkulu mereka tanam kopi. Di utara Bengkulu mereka tanam sawit. Aktivitas yang tadinya harusnya memproduksi pangan, tidak terjadi. Ini disebut dengan fenomena hidden hunger," jelas Direktur Eksekutif Akar Foundation, Erwin Basrin.

Potret itu memvisualisasikan tidak ada lagi sumber-sumber pangan yang sehat yang diproduksi oleh orang desa. Dan apa yang ditanam masyarakat desa semuanya untuk kebutuhan pasar. (Iam/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat