Pendapatan Orang dengan Stunting Lebih Rendah 22
![Pendapatan Orang dengan Stunting Lebih Rendah 22%](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2024/05/638f4df0a16b481934b584f9171479b7.jpg)
BADAN Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat pendapatan orang yang tengkes atau stunting lebih rendah dari mereka yang tidak stunting dengan selisih hingga 22%. Hal itu berpengaruh pada tingkat kesejahteraan dan pendapatan per kapita daerah.
"Pendapatan orang yang stunting selisih 22% dibandingkan orang yang tidak stunting. Oleh karena itu, bagaimana menanggung orang tuanya kalau anaknya saja stunting. Inilah masalah," kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, Kamis, (9/5).
Kualitas SDM menjadi kunci keberhasilan pemanfaatan bonus demografi. Sebaliknya, bila kualitas SDM di Indonesia rendah, beban orang-orang tua yang akan ditanggung generasi muda akan semakin besar.
Baca juga : Tengkes di DIY Turun 5% dalam Empat Tahun
"Orang tua yang memenuhi populasi ini adalah wanita yang lebih banyak dari laki-laki karena perempuan panjang umurnya. Sehingga populasi orangtua berstatus janda lebih banyak daripada laki-laki," ungkapnya.
Selain itu, lanjut Hasto, masyarakat miskin ekstrem juga akan didominasi oleh janda. Karena status tersebut unmodifiable atau tidak bisa diubah.
"Karena janda yang sudah terlanjur tua tidak bisa diubah jadi produktif sebab pendidikannya rendah," ucapnya.
Baca juga : BKKBN Jawa Timur Gencarkan Edukasi Stunting di Kabupaten Sumenep
Pengaruh lainnya dari peningkatan stunting adalah terkait dengan perubahan iklim. Berdasarkan riset Asian Development Bank (ADB), akibat perubahan iklim terjadi penurunan sampai 44% produksi pangan.
Dari prediksi ADB tersebut, di 2045 ada 19 juta orang Indonesia kelaparan lantaran penurunan sumber pangan. Hal ini membebani upaya pemerintah mencapai Indonesia Emas di tahun 2045.
Salah satu komunitas pengembangan swadaya masyarakat Akar Foundation menemukan fakta bahwa di 2018 masyarakat yang mendapat lahan di Kabupaten Rejang Lebong dan Kepahiang, Bengkulu, mengalami situasi hidden hunger yang ujungnya memunculkan kasus stunting.
"Jadi, banyak tanaman yang ditanam petani bukan tanaman pangan. Tapi komoditas untuk pasar. Di bagian timur Bengkulu mereka tanam kopi. Di utara Bengkulu mereka tanam sawit. Aktivitas yang tadinya harusnya memproduksi pangan, tidak terjadi. Ini disebut dengan fenomena hidden hunger," jelas Direktur Eksekutif Akar Foundation, Erwin Basrin.
Potret itu memvisualisasikan tidak ada lagi sumber-sumber pangan yang sehat yang diproduksi oleh orang desa. Dan apa yang ditanam masyarakat desa semuanya untuk kebutuhan pasar. (Iam/Z-7)
Terkini Lainnya
10 Ribu Orang Diperkirakan akan Hadiri Harganas ke-31 di Semarang
Pemkot Palu Gencar Turunkan Angka Stunting
Kasus Stunting di Kabupaten Sukabumi mencapai 27% Berdasarkan Data SKI
BKKBN Diharapkan Bisa Kolaborasi Edukasi Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS
Balita Perokok Pasif Rentan Alami Gangguan Tumbuh Kembang
Daging Dam Haji Dikelola untuk Penanganan Stunting
Terdampak Ekonomi Global, Pendapatan APBN Mei 2024 Turun 7 Persen
Pertumbuhan Pendapatan Martina Berto Dibidik Naik 25%
Kimia Farma Catatkan Kenaikan Pendapatan pada 2023
Hanya Rp524 Miliar, Pendapatan Indofarma Turun 54,2% Sepanjang 2023
Pendapatan WISEL Naik 36%, Laba Bersih Melonjak 32%
Pendapatan Satria Mega Kencana Naik, Rugi Bersih Turun
Dokter tanpa Etika dan Pembiaran oleh Otoritas Negara
Kemitraan dan Kualitas Pendidikan
Ketahanan Kesehatan Global
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Huluisasi untuk Menyeimbangkan Riset Keanekaragaman Hayati di Indonesia
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap