visitaaponce.com

Unjuk Rasa Pengungsi Uighur Desak Tiongkok Akhiri Kekejamanya di Xinjiang

Unjuk Rasa Pengungsi Uighur Desak Tiongkok Akhiri Kekejamanya di Xinjiang
Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Save Uyghur mengenakan topeng saat aksi solidaritas terhadap muslim Uighur di Taman D(dok.Ant)

BERPUSAT di beberapa negara dunia, kelompok-kelompok pengungsi Uighur menggelar aksi unjuk rasa menuntut Tiongkok untuk segera mengakhiri penganiayaannya, terhadap jutaan saudaranya dan minoritas muslim Turki lainnya di Xinjiang.

Unjuk rasa ini merupakan rangkaian aksi protes orang-orang dan simpatisan muslim Uighur, untuk menandai peringatan 13 tahun kekerasan etnis yang mematikan di ibu kota wilayah tersebut.

Aksi unjuk rasa ini, dilakukan orang-orang Uighur di ibu kota negara-negara Uni Eropa, Turki, Australia, Jepang, India, Kanada, New York dan Washington, D.C., untuk mendorong tindakan keras China 5 Juli 2009 silam di Urumqi, yang menjadi katalis bagi upaya pemerintah China untuk menekan budaya Uighur, bahasa dan  agama melalui pengawasan massal dan kampanye interiran.

“Kami berkumpul di sini, di Urumqi dan untuk mengingat genosida yang sedang berlangsung di Turkestan Timur hari ini,” kata Ketua Aliansi Turkestan Timur di Istanbul, Hadayetulla Oghuz saat melakukan aksi unjuk rasa tersebut.

“Kami meminta masyarakat internasional untuk tidak tinggal diam dan mengambil tindakan terhadap genosida ini," lanjutnya.

Sementara di Australia, 15 anggota Asosiasi Wanita Uyghur Tangritagh Australia melakukn aksi proters di luar sebuah mal di Adelaide, menuntut agar pemerintah Australia melarang impor barang-barang yang dibuat dengan paksa Uyghur di XUAR.

Di ibu kota Bangladesh, Dhaka dan di distrik Narayanganj, muslim India juga melakukan protes kepada pemerintah China atas kekerasan yang mereka lakukan kepada muslim Uighur.

Seluruh orang-orang Uighur dan simpatisan muslim di dunia yang berunjuk rasa, memiliki pandangan yang sama perihal aksi biadab China terhadap etnis minoritas di negara mereka.

Terlebih lagi, otoritas Tiongkok dibawah pengaruh Partai Komunis China, telah berulang kali melakukan tindakan yang bertentangan dengan hak azazi manusia.

Beijing juga diduga melakukan pembiaran terhadap benerapa peristiwa, salah satunya tragedi pilu 5 Juli 2009, yang menewaskan orang-orang Uighur di Xinjiang.

Kejinya lagi, Tiongkok sepertinya tidak peduli dengan marga Han, penduduk asli China yang ikut tewas dan terluka dal peristiwa naas tersebut.

Peristiwa berdarah yang menewaskan sekitar 200 orang dan 1.700 lainnya terluka dalam tiga hari kekerasan antara etnis minoritas Uighur dan Han China sendiri, terjadi pada 5 Juli 2009, di kota terbesar Xinjiang, Urumqi (dalam bahasa China, Wulumuqi).

Namun, kelompok hak asasi manusia Uighur mengatakan jumlah korban tewas dan terluka jauh lebih tinggi

Meskipun demikian, China terus menyangkal jumlah korban tewas dan terluka dalam kerusuhan tersebut, dan tetap bersiteguh dengan data yang berisi angka korban dalam peristiwa berdarah ini.

Kerusuhan itu dipicu oleh bentrokan antara pekerja mainan Uighur dan Han Cina di provinsi Guangdong Cina selatan pada akhir Juni 2009, dimana itu pabrik tersebut didirikan oleh dua orang Uighur.  

Berita kematian itu sampai ke orang-orang Uighur di Urumqi yang langsung menggelar protes damai. Protes tersebut ditentang orang-prang Tionghoa sehingga terjadi kericuhan dan menelan korban luka hingga meninggal dunia.

Massa Tionghua yang dendam, kemudian melakukan serangan balas dendam terhadap orang Uighur di jalan-jalan kota dengan tongkat dan batangan logam.

Presiden Kongres Uyghur Dunia (WUC) yang berbasis di Jerman, Dolkun Isa menyebut 5 Juli sebagai hari berkabung.

“Kita harus mengingat hari itu, hari itu adalah titik balik dari kebijakan diskriminasi etnis Cina ke awal kebijakan etnis genosida.  2009 adalah titik awal dari genosida etnis yang sedang berlangsung sejak 2016," kata Dolkun Isa kepada wartawan RFA.

Pada akhir 2016 dan 2017, China menaikkan tensi tindakan keras mereka terhadap muslim Uighur dan minoritas Turki lainnya di XUAR, melalui penculikan dan penahanan serta penahanan sewenang-wenang di apa yang disebut China sebagai kamp atau penjara "ulang".

Diperkirakan 1,8 juta kelompok-kelompok ini telah ditahan di kamp-kamp interniran, di mana para tahanan yang kemudian dibebaskan memperluas yang meluas, termasuk pelanggaran berat manusia, kekerasan, anggota paksa dan kerja paksa.

Amerika Serikat (AS) dan parlemen Uni Eropa mengatakan tindakan China terhadap Uyghur di XUAR adalah genosida serta kejahatan terhadap kemanusiaan.

Diperkirakan 1,8 juta orang-orang Uighur dan  kelompok-kelompok minoritas muslim lainnya di China telah ditahan di kamp-kamp interniran, di mana para tahanan yang kemudian dibebaskan melaporkan penganiayaan, termasuk pelanggaran berat hak asasi manusia lainnya seperti pemerkosaan dan kerja paksa.

Proyek Hak Asasi Manusia Uyghur (UHRP) yang berbasis di Washington D.C., menuntut perlindungan pengungsi Uighur dan pencari suaka yang tinggal di luar negeri. (RFA/OL-13)

Baca Juga: Rakyat Palestina Anggap Bantuan Ekonomi AS tidak Gantikan Kemerdekaan

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat