PBB Tiongkok Lakukan Kejahatan Kemanusiaan Terhadap Uighur
PERLAKUAN Tiongkok terhadap etnik muslim Uighur mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Kepala Hak Asasi Manusia PBB, Michelle Bachelet mengungkapkannya beberapa menit sebelum jabatannya berakhir pada Rabu (31/8).
“Tiongkok telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang serius terhadap Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang yang mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan,” ujar Bachelet.
Laporan memberatkan Bachelet diterbitkan dengan hanya 11 menit sebelum masa jabatannya berakhir. Publikasi tertunda oleh pengiriman tanggapan resmi Tiongkok pada jam kesebelas yang berisi nama dan gambar individu yang harus disamarkan oleh kantor komisaris PBB untuk alasan privasi dan keamanan.
Laporan tersebut menyimpulkan: “Tingkat penahanan sewenang-wenang dan diskriminatif terhadap anggota Uighur dan kelompok mayoritas Muslim lainnya, sesuai dengan hukum dan kebijakan, dalam konteks pembatasan dan perampasan secara lebih umum hak-hak dasar yang dinikmati secara individu dan kolektif, dapat merupakan kejahatan internasional, dalam kejahatan tertentu terhadap kemanusiaan.”
Baca juga: PBB : Etnis Minoritas di Xinjiang Tiongkok Alami Perbudakan di Era Modern
Jawaban resmi pemerintah Tiongkok selalu membantah dan mengatakan bahwa laporan itu “berdasarkan disinformasi dan kebohongan yang dibuat oleh pasukan anti-Tiongkok” dan bahwa itu “dengan seenaknya mencoreng dan memfitnah” Tiongkok dan mencampuri urusan dalam negeri negara itu.
AS dan beberapa negara lain mengatakan penahanan massal Uighur dan Muslim lainnya di Xinjiang, penghancuran masjid dan komunitas dan aborsi paksa dan sterilisasi untuk mengurangi jumlah populasi menjadi genosida. Namun laporan PBB tidak merujuk pada genosida.
Namun itu mengatakan tuduhan penyiksaan, termasuk prosedur medis paksa, serta kekerasan seksual semuanya "kredibel".
“Pelanggaran hak asasi manusia yang serius telah dilakukan di (Daerah Otonomi Uighur Xinjiang) dalam konteks penerapan strategi kontra-terorisme dan kontra-‘ekstremisme’ pemerintah,” kata laporan itu.
“Pola pembatasan ini dicirikan oleh komponen diskriminatif, karena tindakan yang mendasarinya sering secara langsung atau tidak langsung memengaruhi Uighur dan komunitas mayoritas muslim lainnya,” pungkas laporan tersebut. (The Guardian/Cah/OL-09)
Terkini Lainnya
Waspada terhadap Modus Kenalan dan Iming-Iming Uang
Tiga Pendekatan Pencegahan Kejahatan Judi Online
Ayah Bunda, Edukasi Seks pada Anak Bisa Cegah Kejahatan Seksual
Waspada Modus Penipuan Salah Transfer, Begini Ciri-cirinya
Mahkamah Internasional akan Tambah Tekanan pada Israel atas Genosida di Palestina
Gangguan Kamtibmas Lampung di 2024 Alami Penurunan
Ashabul Kahfi Ajak Mendoakan Keselamatan Jemaah Haji dan Perdamaian Palestina
Maarif Institute Ingin Teruskan Pemikiran Keislaman yang Progresif dan Mencerahkan
Jokowi Dukung Program Kemanusiaan Prabowo di Gaza, Termasuk Bangun Rumah Sakit
Ivan Gunawan Dapat Apresiasi dari Baznas
Menghidupkan Nilai Kemanusiaan dalam Sila Kedua Pancasila
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Sengkarut-marut Tata Kelola Pertanahan di IKN
Panggung Belakang Kebijakan Tapera
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap