visitaaponce.com

Tiongkok Dituduh Bertindak Diskriminatif terhadap Perempuan Tibet

Tiongkok Dituduh Bertindak Diskriminatif terhadap Perempuan Tibet
Anggota ahli CEDAW, M.Mikko, meminta China untuk memberikan informasi tentang situasi wanita Tibet di Tibet.(Ist/tibet.net)

CONVENTION on Elimination of All Form of Discrimination Against Women atau CEDAW dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.

CEDAW adalah sebuah perjanjian internasional yang ditetapkan pada tahun 1979 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Baru-baru ini, tim CEDAW melakukan kunjungan ke Tiongkok untuk melihat langsung kondisi perempuan khususnya yang tinggal dan menjalani hidup-kehidupan di Tibet.

Baca juga: PBB Sebut Otoritas Tiongkok Pisahkan 1 Juta Anak Tibet dari Orangtua Mereka

Komite PBB untuk Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita (CEDAW) dalam sesi ke-85, ingin melihat langsung kelompok Tibet yang terdiri dari Biro Tibet, Asosiasi Wanita Tibet, dan kelompok Koalisi Advokasi Tibet yang membuat pengajuan ke komite di Tibet.

Perwakilan Thinlay Chukki dan Pejabat Advokasi PBB Kalden Tsomo dari Biro Tibet bersama dengan Presiden Asosiasi Wanita Tibet Tenzing Dolma dan koordinator Koalisi Advokasi Tibet Gloria Montgomery, menghimpun informasi dan fakta di lapangan saat melakukan peninjauan ke Tiongkok.

Selama sesi peninjauan sepanjang hari, para pakar PBB mengajukan banyak pertanyaan mendesak kepada delegasi Tiongkok mengenai situasi perempuan di Tiongkok dan wilayah di bawah kendalinya termasuk Tibet, dan di wilayah administrasi khusus Hong Kong dan Macau.

Baca juga: Centris: Indonesia Sepatutnya Mendorong Kemerdekaan untuk Tibet

Lebih dari 40 anggota delegasi Tiongkok menghadiri sesi tersebut. Namun, delegasi Tiongkok gagal memberikan tanggapan yang memadai kepada para ahli PBB.

Pihak Tiongkok tidak mampu memberikan ‘jawaban spesifik’ atas pertanyaan yang diajukan oleh para ahli.

Delegasi Tiongkok Bersikap Tertutup dan Tak Transparan

Menanggapi hal ini, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (Centris) menilai wajar apabila para ahli menuding delegasi Tiongkok tertutup dan denggan memberikan jawaban spesifik terkait kondisi riil perempuan di 'Negeri Tirai Bambu'.

Peneliti senior Centris, AB SOLISSA mengatakan delegasiTiongkok  juga kesulitan menjawab pertanyaan seputar kondisi perempuan di Tiongkok khususnya Tibet.

"Mengingat sejumlah fakta yang menggambarkan buruknya perlakukan kaum hawa di Tibet, terdokumentasi dengan baik di media massa maupun media sosial," jelas AB Solissa dalam keterangan pers, Sabtu (27/5).

Baca juga: 47 Negara Anggota PBB Kecam Memburuknya HAM di Uighur

“Kita mensinyalir delegasi Beijing bingung menjawab pertanyaan yang mengacu pada situasi wanita Tibet di Tibet," ucapnya

"Apalagi para ahli menghujani pertanyaan seperti pemindahan paksa pengembara dan penggembala Tibet atau wanita Tibet menjadi sasaran pelatihan kejuruan gaya militer,” kata AB Solissa.

Belum lagi pertanyaan kondisi pekerjaan berketerampilan rendah dan bergaji rendah, partisipasi wanita dalam pelayanan publik dan diplomatik.

Menurut AB Solissa, otoritas Tiongkok melakukan pelanggaran hukum seperti penyitaan paspor, pembatasan akses ke pendidikan dalam bahasa Tibet dan masalah perlindungan kesehatan mental bagi anak-anak Tibet di sekolah asrama.

“Ini membuat delegasi Beijing semakin ‘gelagapan’ karena bisa jadi para ahli yang bertanya menunjukkan fakta terkait hal tersebut,” ujar AB Solissa.

Mengangkat masalah pemindahan paksa pengembara Tibet, petani dan penggembala dari tanah leluhur mereka, para ahli dari CEDAW PBB mengangkat isu tema peluang kerja, orang Tibet khususnya kaum wanita, yang saat ini dikabarkan banyak menjadi sasaran pelatihan kejuruan gaya militer di Tibet.

Dipaksa Jadi Buruh dengan Upah Rendah

Merujuk pada temuan para pelapor khusus PBB tentang bentuk perbudakan kontemporer bahwa program transfer tenaga kerja yang ekstensif, telah mengubah sebagian besar petani, penggembala, dan pekerja perempuan pedesaan lainnya menjadi pekerjaan dengan keterampilan rendah dan berupah rendah.

“Dari berbagai pemberitaan di media, jelas sekali tergambar pola rekruitmen masyarakat Tibet sebagai pekerja kasar dengan upar kecil yang dilakukan Beijing untuk mengisi pos-pos industrial mereka, menjurus pada perbudakan,” jelas AB Solissa. 

Baca juga: Keanu Reeves Dukung Tibet, Film-Filnya Dihapus dari Platform Streaming Tiongkok

Sehubungan dengan isu-isu ini, para ahli dari PBB meminta Tiongkok untuk memberikan angka konkret jumlah petani, penggembala, dan pengembara Tibet yang telah dipindahkan secara paksa dari tanah mereka dalam beberapa dekade terakhir dan memberikan data agregat gender.

Para ahli juga meminta klarifikasi seputar pelatihan ketenagakerjaan dengan keterampilan rendah dan berupah rendah kepada pekerja perempuan pedesaan Tibet di bawah program transfer tenaga kerja.

Hal ini merujuk pada laporan yang menyehutkan sejumlah wanita Tibet yang menjadi sasaran program pemindahan kerja paksa di seluruh Tiongkok.

“Sayangnya, delegasi tim besar Tiongkok tidak dapat menanggapi masalah yang diangkat oleh ahli selama sesi tersebut,” tutur AB Solissa. (RO/S-4)

 

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat