visitaaponce.com

Afrika Selatan Pimpin Misi Perdamaian Rusia dan Ukraina

Afrika Selatan Pimpin Misi Perdamaian Rusia dan Ukraina
Foto dari Ukrainian State Emergency Service menunjukkan bangunan apartemen tiga lantai di Kryvyi Rih hancur terkena rudal Rusia.(AFP/UKRAINIAN EMERGENCY SERVICE )

PRESIDEN Afrika Selatan Cyril Ramaphosa akan memimpin delegasi para pemimpin Afrika dalam misi perdamaian ke Ukraina dan Rusia. Kunjungan ini, juga sebagai upaya untuk meredakan kekhawatiran Barat terkait keberpihakan Afrika Selatan terhadap Rusia dalam konflik tersebut.

Afrika Selatan telah menyatakan diri sebagai negara netral, Ramaphosa melakukan pembicaraan telepon dengan mitranya dari Tiongkok, Xi Jinping, pada Jumat, (9/6). Dia memberikan penjelasan singkat kepada Beijing mengenai kunjungan tujuh pemimpin Afrika ke Ukraina dan Rusia, dengan agenda menemukan solusi damai bagi perang di Ukraina.

Selain Ramaphosa, delegasi tersebut akan mencakup Denis Sassou Nguesso dari Republik Kongo, Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi, Presiden Senegal Macky Sall, Presiden Uganda Yoweri Museveni, Presiden Zambia Hakainde Hichilema, dan Azali Assoumani, Presiden Komoro dan ketua Uni Afrika saat ini.

Baca juga: Dituding Pasok Senjata ke Rusia, Afsel Tegaskan Netral

Menurut pernyataan resmi Afrika Selatan, para kepala negara ini, sepakat bahwa mereka akan terlibat bersama Presiden Vladimir Putin dan Presiden Volodymyr Zelensky dalam upaya gencatan senjata dan perdamaian yang langgeng di wilayah tersebut.

Posisi yang dinyatakan Ukraina untuk setiap kesepakatan damai adalah bahwa semua pasukan Rusia harus menarik diri dari semua wilayahnya, termasuk semenanjung Krimea yang diduduki Rusia sejak 2014.

Baca juga: Serang Balik Rusia, Putin: Ukraina Rugi Besar

Zelensky akan menjadi orang pertama yang menerima delegasi ini di Kyiv pada tanggal 16 Juni, diikuti oleh Putin pada tanggal 17 Juni di St Petersburg.

Posisi kepemimpinan Afrika Selatan dalam delegasi tersebut telah menarik perhatian AS dan negara-negara Eropa, di tengah-tengah keraguan akan kemampuannya untuk bernegosiasi secara adil dengan Ukraina dan Rusia.

Kekesalan atas posisi ambigu Pretoria dalam perang ini meningkat dalam insiden Lady R. Kondisi itu mengacu pada kapal Rusia yang berlabuh di pelabuhan militer dekat Cape Town pada bulan Desember 2022. Kemudian AS menuduh kapal tersebut memuat kargo berisikan senjata Afrika Selatan.

Dua bulan kemudian, saat dunia memperingati satu tahun perang, Afrika Selatan mengadakan latihan militer bersama dengan Rusia dan Tiongkok. Latihan yang dijuluki "Mosi", berarti "asap" dalam bahasa Tswana, bahasa lokal Afrika Selatan. Kondisi itu, membuat netralitas Pretoria yang diproklamirkannya sendiri dipertanyakan.

Kemudian pada 15 Mei, Panglima Angkatan Bersenjata Afrika Selatan Lawrence Mbatha mengunjungi Moskow untuk bertemu dengan mitranya dari Rusia, Oleg Salyukov.

Sebuah komunike yang dikeluarkan oleh kementerian pertahanan Rusia mengatakan bahwa pertemuan tersebut berfokus pada penguatan kerja sama militer dan pelaksanaan proyek-proyek yang bertujuan untuk meningkatkan kesiapan tempur tentara kedua negara.

Komunike ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Afrika Selatan secara aktif memihak Rusia dalam perang di Ukraina, meskipun Pretoria menyatakan netralitasnya.

"Afrika Selatan sering melakukan pertukaran militer dengan Rusia dan negara-negara lain. Namun, perlu dicatat bahwa perjalanan ini tetap berlangsung, meskipun Amerika Serikat secara resmi menuduh pemerintah Afrika Selatan beberapa hari sebelumnya telah memasok senjata ke Moskow," kata Anurag Mishra dari Tim Internasional untuk Studi Keamanan (ITSS) di Verona dalam sebuah wawancara dengan FRANCE24 bulan lalu. (AFP/Fer/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat