visitaaponce.com

Pemerintah Indonesia Didesak Inisiasi Upaya Seret Otak Pembantaian Muslim Uighur

Pemerintah Indonesia Didesak Inisiasi Upaya Seret Otak Pembantaian Muslim Uighur
Massa dari Aliansi Mahasiswa Islam (AMI) menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Bundaran Patung Kuda, Jakarta, Rabu (5/7/2023).(MI/Susanto)

CENTER for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (Centris) meminta pemerintah Indonesia untuk menginisiasi upaya bersama menyeret pelaku beserta otak dan aktor intelektual pembantaian ratusan mahasiswa dan muslim Uighur dalam Tragedi Berdarah Urumqi 5 Juli 2009 ke Mahkamah Internasional.

Centris menilai upaya bersama yang diinisiasi Indonesia yang sepatutnya diikuti negara-negara dunia itu harus dilakukan agar korban dan keluarga korban Tragedi Berdarah Urumqi segera mendapatkan keadilan atas peritiwa pilu yang melukai hingga menewaskan keluarga mereka kala itu.

Tragedi Berdarah Urumqi berawal dari tewasnya 2 pria muslim Uighur dengan sangat mengenaskan akibat dikeroyok massa, yang termakan isu keduanya telah memperkosa seorang perempuan suku Han (asli Tiongkok) di Shaoguan, Tiongkok.

Baca juga: Ratusan Mahasiswa Unjuk Rasa Kenang Tragedi Urumqi 2009 di Jakarta

Video detik-detik serangan, penyiksaan, hingga tewasnya 2 pria Uighur tersebut sengaja disebar antek Komunis Tiongkok ke media sosial.

Peneliti senior Centris AB Solissa menyebut langkah antek komunis Tiongkok tersebut membuat ketegangan menjadi memuncak sehingga korban tewas dan terluka semakin bertambah.

“Dari laporan wartawan Guardian di tempat kejadian, diketahui jumlah korban tewas lebih dari 30 orang Uighur, sementara data dari The China Project menyebut 36 orang tewas dan 126 lainnya terluka,” kata AB Solissa kepada wartawan, Kamis, (6/7).

Baca juga: Lagi, Senator AS Kecam Tindakan Tak Manusiawi Tiongkok terhadap Muslim Uighur

Angka ini, lanjut AB Solissa, sangat berbeda dengan keterangan otoritas Tiongkok yang mengklaim hanya dua warga muslim Uighur yang tewas dalam kejadian yang terjadi pada 25 Juni 2009 tersebut.

Pembunuhan keji terhadap pekerja Uighur yang videonya menyebar luas di media sosial itu memantik rasa keprihatinan para mahasiswa dan warga muslim Uighur di Urumqi, sehingga mereka melakukan aksi unjuk rasa damai, menuntut pemerintah menyeret pelaku pembunuhan serta membuka tabir peristiwa tersebut.

Aksi damai mahasiswa dan warga muslim Uighur 5 Juli 2009 tersebut, dijawab Beijing dengan memerintahkan polisi dan tentara untuk melepaskan tembakan ke arah massa, sehingga memicu kerusuhan. 

Anehnya, pihak berwenang Tiongkok melaporkan 197 orang (kebanyakan dari warga suku Han) tewas dan 700 orang lainnya terluka dalam kerusuhan tersebut.

“Dari informasi sejumlah media, Sekretaris Partai Komunis Tiongkok di Xinjiang, Wang Lequan, muncul di televisi nasional menegur muslim Uighur, dan mendesak Suku Han untuk membalas dendam,” terang AB Solissa.

“Tersulut provokasi Wang Lequan, orang-orang Suku Han yang berbekal senjata tajam, mengamuk di Urumqi untuk membalas dendam, membunuh seluruh orang Uighur yang mereka temui,” tutur AB Solissa.

Centris memiliki pandangan bahwasanya kejahatan kemanusiaan yang terjadi dalam Tragedi Berdarah Urumqi dapat segera dibawa ke PBB dengan sejumlah bukti kuat lainnya.

Bukti itu, di antaranya, pengakuan saksi hidup, yakni orang-orang Uighur yang berhasil lolos dari peristiwa pembantaian tersebut.

“Di berbagai media, mereka mengaku melihat langsung pembantaian yang dilakukan polisi dan tentara Tiongkok, serta pembunuhan secara membabi-buta oleh orang-orang Suku Han terhadap muslim Uighur di Urumqi. Ini bisa jadi novum baru,” jelas AB Solissa.

Dari ketetangan para saksi, diperoleh informasi bahwa polisi dan tentara Beijing dengan cepat membersihkan sisa-sisa pembantaian, sehingga keesokan harinya lokasi tewasnya ratusan muslim Uighur telah bersih dari sisa-sisa tubuh maupun darah korban yang tewas atau terluka.

Centris menduga Tragedi Urumqi adalah titik awal upaya Tiongkok untuk mereduksi atau melakukan program genosida muslim Uighur, mengingat populasi muslim Uighur dan kertertarikan masyarakat Tiongkok akan Islam semakin tinggi.

“Pengganti Wang Lequan yakni Chen Quanguo, pada awal-awal 2016 meluncurkan kebijakan pengawasan 24/7 di seluruh Xinjiang, memaksa sterilisasi perempuan Uighur dan memulai penghapusan budaya dan bahasa Uighur secara sistematis,” ungkap AB Solissa.

“Dan hingga detik ini, upaya genosida muslim Uighur terus dilakukan oleh Beijing, terutama di kamp-kamp konsentrasi di Xianjiang,” pungkas AB Solissa. (RO/Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat