visitaaponce.com

Sahkan UU Kekuasaan Mahkamah Agung, Israel Perkuat Supremasi Yahudi

Sahkan UU Kekuasaan Mahkamah Agung, Israel Perkuat Supremasi Yahudi
Reformasi keadilan yang dilakukan pemerintah Israel memicu aksi penolakan besar-besaran di Tel Aviv, Senin (24/7).(AFP/Jack Guez)

PARLEMEN Israel mengesahkan revisi Undang-undang (UU) tentang Kekuasaan Mahkamah Agung (MA). Regulasi yang baru itu memudahkan pemerintah sayap kanan Negeri Zionis menerapkan kebijakan yang merugikan warga Palestina

UU tersebut merupakan bagian dari upaya yang lebih luas dari Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan sekutu sayap kanannya untuk merombak peradilan. Termasuk pula mencegah MA memveto keputusan pemerintah.

"Aturan tersebut melemahkan dan menghilangkan segala bentuk pengawasan yang dimiliki MA atas keputusan pemerintah,” kata seorang anggota Knesset berdarah Palestina Ahmad Tibi.

Baca juga : Parlemen Israel Adopsi Rancangan Undang-Undang Kontroversial

Dampak itu terjadi ketika menyangkut keputusan yang berkaitan dengan kebijakan resmi yang besar lainnya. Amjad Iraqi, editor senior Majalah +972, mengatakan UU ini menentukan siapa yang memegang posisi senior di kepolisian, tentara, lembaga keuangan, dan lainnya.

Kebijakan seperti itu secara langsung memengaruhi warga Palestina di Israel. "Misalnya berapa banyak uang yang mereka dapatkan dan kemampuan departemen kepolisian mengejar visi pemerintah sayap kanan," kata Irak.

Baca juga : Pasukan Israel Bunuh Warga Palestina yang Dituduh Tabrakkan Mobil

Pengesahan UU pada Senin (24/7), menghilangkan potensi Palestina untuk menentang kebijakan penunjukan pejabat oleh Israel di sektor hukum maupun administratif, katanya. "Pemerintah sekarang dapat menerapkan kebijakan mereka lebih cepat".

RUU itu disahkan dengan suara 64 atau secara bulat karena oposisi memboikot pemungutan suara dan keluar setelah sesi memanas. "MA belum membantu atau menilai secara adil kepada warga Palestina dan telah memutuskan mendukung pemukim, pembunuhan, pembunuhan, dan pendudukan itu sendiri”, kata Tibi.

Dia tidak menginginkan pemerintah fasis mendapatkan kendali penuh atas peradilan, bahkan jika keputusan peradilan itu bias. "Ini akan memungkinkan pemerintah lebih mengontrol keputusan yang akan memiliki implikasi yang sangat negatif terhadap warga Palestina," tegasnya.

 

Rakyat Israel protes

MA dipandang sebagai badan yang menjunjung tinggi supremasi hukum dan mengimbangi kekuasaan eksekutif di negara tersebut, yang sebagian besar berada di tangan pemerintah.

Perubahan UU ini memicu protes massa selama berbulan-bulan, yang menurut Tibi kemungkinan akan berlanjut. Para pengunjuk rasa memblokir jalan menuju parlemen menjelang pemungutan suara regulasi tersebut.

Banyak pelaku bisnis termasuk pusat ritel, bank dan pompa bensin, ikut serta dalam aksi mogok untuk menentang perubahan UU tersebut.

Polisi telah menggunakan meriam air dalam upaya untuk membubarkan pengunjuk rasa, lapor media Israel Haaretz. Kemudian menggambarkan perkembangan terbaru sebagai krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Ribuan tentara cadangan mengatakan mereka tidak akan melapor untuk bertugas jika pemerintah sayap kanan Netanyahu melanjutkan rencananya tersebut. Wajib militer di Israel berlaku kepada bagi laki-laki dan perempuan Yahudi di atas 18 tahun hingga usia 40-an.

Sementara itu, Mouin Rabbani, analis Timur Tengah dan co-editor majalah Jadaliyya, mengatakan bahwa perubahan UU ini menimbulkan perselisihan internal di antara penduduk Yahudi Israel.

Krisis berpotensi memperdalam dan mengarah pada polarisasi yang tumbuh dalam masyarakat Israel dan lembaga-lembaganya, kata Rabbani.

Bahkan, pengesahan undang-undang baru dapat menguntungkan Palestina. "Jika dampaknya termasuk melemahnya angkatan bersenjata dan dinas keamanan Israel”, katanya.

Peringatan pasukan cadangan bahwa mereka tidak akan bertugas telah memicu kekhawatiran bahwa kesiapan militer dapat dikompromikan. "Ini adalah retakan yang berbahaya. Jika kita tidak menjadi militer yang kuat dan kohesif, jika yang terbaik tidak bertugas di IDF (tentara Israel), kita tidak akan bisa lagi eksis sebagai negara di wilayah tersebut, ”tulis panglima militer Letnan Jenderal Herzi Halevi dalam sebuah surat kepada tentara. (Aljazeera/Z-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat