visitaaponce.com

Rakyat Tiongkok Boikot Produk Jepang Usai Buang Limbah Nuklir

Rakyat Tiongkok Boikot Produk Jepang Usai Buang Limbah Nuklir
Rakyat Tiongkok menyerukan boikot produk asal Jepang menyusul pembuangan air limbah PLTN Fukushima.(AFP)

RAKYAT Tiongkok menyerukan boikot terhadap produk-produk asal Jepang. Aksi ini sebagai pembalasan atas pembuangan air limbah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima.

Upaya ini akan menjadi kampanye terbesar kemarahan rakyat Tiongkok terhadap Jepang dalam lebih dari satu dekade terakhir. Kondisi ini terjadi pada saat perpecahan yang semakin besar antara Tiongkok dan negara-negara sekutu Amerika Serikat (AS).

Rakyat Tiongkok berbondong-bondong mengembalikan produk kosmetik dan barang buatan Jepang pada akhir pekan setelah daftar produk yang akan diboikot beredar luas secara daring. Produsen terpaksa menyatakan produknya bebas radiasi setelah beberapa pembeli membawa penghitung radioaktiv.

Baca juga : Larang Impor Makanan Laut, Jepang Seret Tiongkok ke WTO

Toko-toko di Tiongkok telah kehabisan garam meja. Pasalnya beberapa orang khawatir air yang terkontaminasi akan membuat garam laut tidak dapat diproduksi lebih banyak. Jepang telah melepaskan air dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima mulai 24 Agustus

Meningkatnya kemarahan anti-Jepang dan penanganannya yang hati-hati oleh media, pemerintah sejalan dengan upaya jangka panjang Beijing, memobilisasi konsumen dan memanfaatkan pasarnya yang besar untuk menghukum negara lain atas tindakan yang tidak mereka sukai.

Pendekatan tersebut telah diasah dan diperkuat di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping, yang memanfaatkan sentimen nasionalis. Selama beberapa dekade, para pemimpin Tiongkok mengandalkan kinerja ekonomi dan nasionalisme untuk melegitimasi kekuasaan Partai Komunis Tiongkok.

Baca juga : Waduh! 5,5 Ton Air Radioaktif Pembangkit Nuklir Fukushima Bocor

"Namun tantangan perekonomian yang semakin meningkat membuat Xi kini perlu lebih mengandalkan ekspresi nasionalis anti-asing," kata seorang peneliti di Universitas Denver Suisheng Zhao.

Sementara seorang profesor politik internasional di Universitas Tokyo Yasuhiro Matsuda mengatakan Tiongkok percaya mengkambinghitamkan Jepang adalah pengalih perhatian yang berguna dari masalahnya sendiri. Namun jika demonstrasi meningkat menjadi kekerasan, katanya, hal itu dapat merusak citra Tiongkok secara serius.”l

Ketika perekonomian Tiongkok melambat, tanggung jawab terhenti di tangan pemimpin Xi Jinping. Larangan makanan laut Jepang pada hari Jumat diikuti dengan kampanye seruan yang mengganggu bisnis dan departemen pemerintah Jepang.

Baca juga : Rusia Pertimbangkan Ikuti Tiongkok untuk Larang Impor Makanan Laut Jepang

Pada platform video pendek Tiongkok, Kuaishou dan Douyin, puluhan pengguna mengunggah video diri mereka yang memberikan informasi kepada siapa pun yang menjawab telepon di Jepang tentang bahayanya melepaskan air.

Banyak yang mengatakan mereka membalas panggilan Jepang ke Kedutaan Besar Tiongkok di Tokyo, seperti dilansir People's Daily, surat kabar resmi Partai Komunis Tiongkok.

Dua pengunggah video yang dihubungi The Washington Post mengatakan mereka bertindak setelah melihat postingan media sosial, tentang dugaan dampak kesehatan dari pelepasan air limbah.

Baca juga : Jepang Panggil Dubes Tiongkok Minta Hentikan Tindakan Provokatif Warganya Terkait Limbah Nuklir

Badan Energi Atom Internasional (IAEA), setelah melakukan peninjauan selama dua tahun, bulan lalu menyimpulkan bahwa rencana Jepang memenuhi standar keselamatan internasional dan akan memiliki dampak radiologi yang “dapat diabaikan” terhadap manusia dan lingkungan.

Namun keputusan ini telah ditolak secara luas di Tiongkok, karena media pemerintah terus menimbulkan ketakutan. "Saya tidak akan pernah membeli produk Jepang lagi selama saya hidup,” kata salah satu pengguna media sosial, yang berbicara tanpa mau disebutkan namanya.

“Jepang harus menanggung akibatnya jika mereka bersikeras melakukan hal mereka sendiri," tambahnya.

Baca juga : DPR Minta Pemerintah Batasi Impor ‘Seafood’ dari Jepang

Kemarahan besar-besaran terakhir kali terjadi pada 2012, ketika Gubernur Tokyo saat itu, Shintaro Ishihara, melakukan nasionalisasi terhadap pulau-pulau yang disengketakan di Laut China Timur, yang di Jepang dikenal sebagai Senkaku dan Diaoyu di Tiongkok.

Saat itu, para pejabat mendorong sentimen anti-Jepang dan mengizinkan massa melakukan protes di luar Kedutaan Besar Jepang di Beijing. Baru setelah warga Jepang diserang di jalan dan mobil Honda serta Nissan dirusak, media pemerintah mulai menyerukan patriotisme.

Aksi terbaru ini sesuai dengan pola Partai Komunis Tiongkok selama dua dekade yang memilih momen untuk memanfaatkan aliran sentimen anti-Jepang sebagai cara untuk memperkuat dukungan rakyat.

Baca juga : Jepang Buang Limbah Nuklir PLTN Fukushima Tahap Kedua Sampai 23 Oktober

“Apa pun yang terjadi dalam politik Tiongkok, Anda selalu dapat mengambil peran Jepang, dan hal itu masih benar,” kata Richard McGregor, peneliti senior untuk Asia Timur di Lowy Institute, sebuah lembaga pemikir Australia.

Putaran protes yang didukung negara saat ini terjadi dengan latar belakang memburuknya hubungan antara Tokyo dan Beijing. Tiongkok sangat menentang kerja sama pertahanan dan perdagangan antara Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang yang ditunjukkan pada pertemuan puncak Camp David yang pertama kali dilakukan bulan ini .

“Dalam beberapa hal, Fukushima adalah contoh dari perubahan geopolitik yang lebih besar yang sedang terjadi,” kata McGregor.

Baca juga : Tiongkok Desak Jepang Transparan soal Air Limbah Nuklir

Bukan hanya Tiongkok yang mempertanyakan keputusan untuk membuang lebih dari 30.000 ton air limbah nuklir yang telah diolah ke Samudera Pasifik pada Maret, yang merupakan tahap pertama dari sebuah proses yang diperkirakan akan memakan waktu lebih dari 30 tahun.

Kelompok lingkungan hidup dan penduduk di Jepang dan Korea Selatan memprotes apa yang mereka katakan sebagai risiko yang tidak perlu. Namun dalam setiap kasus, kekhawatiran ini bertentangan dengan pandangan pihak-pihak yang menerima penilaian IAEA.

Sebagai bentuk dukungan terhadap Jepang, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol dan stafnya makan makanan laut pada hari Senin untuk menunjukkan bahwa negara itu aman, kata kantor kepresidenan. (Washington Post/Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat