visitaaponce.com

Prancis Bahas Kelanjutan Nasib Prajuritnya di Niger

Prancis Bahas Kelanjutan Nasib Prajuritnya di Niger
Diskusi antara Prancis dan Niger dilakukan terkait kelanjutan prajurit asal Prancis.(AFP)

PRANCIS sedang mengadakan pembicaraan dengan militer Niger mengenai kelanjutan prajuritnya di negara itu. Niamey mendesak Paris membawa pulang seluruh serdadunya setelah kudeta 26 Juli yang menggulingkan Presiden Niger yang menjadi sekutu Prancis, Mohamed Bazoum.

Sekitar 1.500 tentara dikerahkan di Niger sebagai bagian dari perjuangan Perancis yang lebih luas melawan kelompok teroris. Negara ini menjadi pusat penting bagi Prancis setelah kudeta yang memaksa penarikan pasukan Prancis dari negara tetangga Mali dan Burkina Faso.

“Diskusi mengenai penarikan elemen militer tertentu telah dimulai,” kata sumber kementerian pertahanan kepada AFP, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.

Baca juga : Niger Bebaskan Warga Prancis Stephane Jullien yang Ditahan Sejak 8 September

Sebelumnya, sumber yang dekat dengan Menteri Pertahanan Sebastien Lecornu mengatakan pembicaraan sedang berlangsung mengenai pelonggaran pergerakan militer Prancis di Niger. Sumber tersebut mencatat bahwa pasukan Prancis tidak dapat bergerak sejak kerja sama anti-teroris dihentikan setelah pengambilalihan militer.

Hubungan antara Niger dan Prancis, bekas kekuatan kolonial dan sekutu tradisional negara itu, memburuk dengan cepat setelah Paris mendukung Bazoum yang terpilih dan menyatakan rezim pasca kudeta tidak sah.

Para pemimpin kudeta membatalkan beberapa perjanjian kerja sama militer dengan Prancis, termasuk perjanjian dengan jangka waktu pemberitahuan selama sebulan yang berakhir pada Minggu (3/9).

Baca juga : Demo di Niger Mendekati Batas Waktu Dekat untuk Kepergian Prancis

Perdana Menteri Niger yang ditunjuk militer, Ali Mahaman Lamine Zeine, mengatakan kontak sedang dilakukan mengenai pemulangan pasukan Paris. Namun Zeine mengatakan dia berharap untuk mempertahankan kerja sama dengan Nigee.

Pasukan Prancis sebagian besar bermarkas di sebuah lapangan terbang dekat Niamey, yang dalam beberapa hari terakhir menjadi sasaran ribuan pengunjuk rasa yang menyerukan mereka untuk pergi.

Kudeta tersebut dipandang sebagai pukulan besar baru terhadap pengaruh Prancis di wilayah tersebut setelah pengambilalihan militer di Mali pada 2020 dan Burkina Faso pada 2022. Akhir bulan lalu, kudeta juga menggulingkan Presiden Gabon Ali Bongo Ondimba, yang ayahnya, Omar, berkuasa selama lebih dari empat dekade.

Namun Prancis bereaksi dengan lebih menahan diri setelah berakhirnya dinasti pro-Prancis di Gabon yang telah berlangsung selama 55 tahun dibandingkan dengan jatuhnya sekutunya, Bazoum. (AFP/Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat