visitaaponce.com

Transisi Energi Butuh Biaya Besar, Eksekusi Program JETP di ASEAN Jadi Solusi

Transisi Energi Butuh Biaya Besar, Eksekusi Program JETP di ASEAN Jadi Solusi
Ilustrasi energi hijau(Freepik)

DIREKTUR Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menekankan, peralihan untuk mencapai ekonomi hijau tak melulu soal pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT). Dia memandang hal yang paling utama ialah cara apa yang digunakan untuk melaksanakan transisi energi tersebut.

“Jadi peralihan itu tidak hanya terkait dengan energi baru dan terbarukan, melainkan dengan transisi energi secara bertahap. Karena tidak mungkin kita bisa langsung melompat dari energi fosil ke EBT,” ujarnya dalam sidang paripurna ASEAN Indo-Pasific Forum (AIPF) hari ke-2 bertajuk Green Infrastructure and Resilient Supply, Jakarta, Rabu (6/9).

Nicke mengatakan, transisi energi secara bertahap itu membutuhkan biaya yang cukup besar. Karenanya, salah satu yang telah disepakati dan harus segera diimplementasikan adalah melalui program Just Energy Transition Partnership (JETP). Program penggalangan dana itu bakal berperan besar dalam perjalanan transisi energi, utamanya di negara-negara ASEAN.

Baca juga : ASEAN dalam Fase Kritis Transisi Energi

Dengan dukungan pendanaan yang mencukupi, kebutuhan untuk mengganti secara bertahap jenis-jenis energi fosil ke energi yang lebih ramah lingkungan dapat dieksekusi. Hal itu secara tak langsung juga dianggap akan mendukung ketahanan dan kemandirian energi nasional.

Indonesia, imbuh Nicke, dianugerahi kekayaan alam melimpah yang dapat dmanfaatkan pula untuk menciptakan energi yang lebih ramah lingkungan ketimbang fosil. Beragam sumber untuk menghasilkan bioenergi tersedia dan melimpah di Indonesia. Salah satunya ialah kelapa sawit.

Baca juga : Presiden: Peran Korsel Krusial dalam Transisi Energi di ASEAN

Komoditas itu telah menjadi bahan dasar dari B35 yang dijalankan pemerintah. Melalui pemanfaatan B35 pula Indonesia berhasil mengurangi impor bahan bakar minyak, sekaligus mengurangi emisi karbon hingga 28 juta CO2.

“Selain itu kami juga mendorong biofuel. Bensin akan dicampur dengan etanol yang berasal dari tebu, singkong, hingga sorgum. Biofuel generasi kedua bahkan berasal dari limbah. Di generasi ketiga adalah bahan bakar penerbangan berkelanjutan melalui biofuel ini,” jelas Nicke.

Dia meyakini pemanfaatan bioenergi sebagai pengalih energi fosil ke energi bersih merupakan cara paling efektif. (Z-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat