visitaaponce.com

Apical dan Cepsa Bangun Pabrik Biofuel Generasi 2 Terbesar

RGE melalui salah satu kelompok perusahaan, Apical, telah mengambil langkah maju terbaru dalam dekarbonisasi transportasi darat, laut, dan udara.

Apical, melalui anak perusahaannya, Bio-Oils Energy SA, telah memulai pembangunan pabrik biofuel generasi kedua (2G) terbesar di Eropa Selatan dengan mitra usaha patungannya, Cepsa

Fasilitas senilai €1,2 miliar itu dijadwalkan mulai berproduksi pada 2026. Secara fleksibel, fasilitas ini akan memproduksi 500.000 ton bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF) dan solar terbarukan, bahan bakar jet berkelanjutan yang cukup memberi tenaga pesawat untuk terbang melintasi planet ini sebanyak 1.300 kali. 

Baca juga : Singapura Wajibkan Bahan Bakar Maskapai Penerbangan Rendah Karbon Mulai 2026

Apical, sebagai pemroses minyak nabati terkemuka, merupakan bagian dari grup RGE yang berkantor pusat di Singapura.

Fasilitas produksi biodiesel ini diharapkan untuk dapat mencegah emisi CO2 sebesar 3 juta ton per tahun. Angka tersebut setara dengan pengurangan emisi dari 600.000 kendaraan penumpang jika tidak digunakan setiap tahunnya.

Melalui perjanjian jangka panjang, Apical akan menyuplai bahan baku 2G ke pabrik baru ini. Hal ini diharapkan dapat membantu dalam mengatasi tantangan utama di industri ini terkait ketersediaan bahan mentah. 

Baca juga : Studi Menunjukan Bahan Bakar Aviasi Sintetis Belum Berkembang di Eropa

“Meskipun SAF diperkirakan menjadi pendorong dekarbonisasi di sektor penerbangan, akses terhadap bahan baku berkelanjutan tetap menjadi tantangan di banyak negara,'' kata Direktur Eksekutif Apical, Pratheepan Kanuragaran. 

Hal ini, tambah Kanuragaran, memungkinkan kemitraan yang dapat memaksimalkan nilai tambah, agar limbah pabrik dapat membantu produksi dan penggunaan SAF.

''Pabrik biofuel 2G kami dengan Cepsa, akan menjadi fasilitas pengolahan bahan bakar penerbangan terbesar di Selatan Eropa,” lanjutnya.

Baca juga : Dukung Infrastruktur IKN, Pertamina Patra Niaga Penuhi Kebutuhan Bahan Bakar Kementerian PUPR

Sementara itu, CEO Cepsa, Maarten Wetselaar, menambahkan, bahwa pihaknya telah memulai pembangunan pabrik biofuel generasi kedua, yang menjadi tonggak utama pertama dari strategi Positive Motion Strategy Cepsa.

''Proyek strategis untuk Spanyol dan Andalusia ini akan menjadikan kami sebagai benchmark (tolok ukur) di Eropa dalam bidang molekul hijau, selain memfasilitasi dekarbonisasi dari sektor-sektor yang tidak dapat beroperasi dengan elektron, seperti industri penerbangan,” ujar Wetselaar.

Pabrik baru ini, akan dibangun dengan teknologi terkini dan memiliki dampak lingkungan yang minimal. Berkat konsumsi hidrogen terbarukan, 100% penggunaan listrik terbarukan, serta sistem pemulihan panas dan efisiensi energi yang berbeda, fasilitas ini akan mengeluarkan emisi CO2 75% lebih sedikit daripada pabrik biofuel tradisional. Selain itu, pabrik ini dirancang untuk mencapai emisi nol bersih dalam jangka menengah.

Baca juga : Pabrik Petrokimia PT Lotte Chemical di Cilegon Senilai Rp60 Triliun Selesai Dibangun Maret 2025

Pabrik ini juga tidak akan mengkonsumsi air bersih, melainkan hanya menggunakan air reklamasi.

Pabrik biofuel 2G di selatan Eropa ini mengakomodasi berbagai perkembangan industri, termasuk kecerdasan buatan, Internet of Things (IoT), dan data analisa yang dapat memaksimalkan efisiensi proses dengan standar tertinggi keamanan dan perlindungan lingkungan. 

Fasilitas ini akan mendongkrak kapasitas produksi perusahaan patungan Cepsa-Apical sebanyak dua kali menjadi 1 juta ton per tahunnya. Pabrik ini diharapkan dapat menjawab kenaikan permintan di pasar.

Baca juga : Pilot Project Pabrik Minyak Makan Merah Belum Juga Rampung

Apical, juga secara aktif menjajaki kemitraan serupa dengan perusahaan minyak besar global untuk mendirikan fasilitas produksi SAF di Singapura dan Asia.

Ini akan membantu antisipasi kenaikan permintaan SAF saat Singapura meluncurkan rencana agar semua penerbangan ke luar negeri mulai menggunakan bahan bakar SAF ini pada 2026.

“Salah satu faktor yang menghambat penyerapan SAF di kawasan ini adalah harga premiumnya. Namun, Asia memiliki potensi luar biasa karena merupakan rumah bagi enam negara ASEAN, termasuk Indonesia, Malaysia, dan Thailand, yang secara kolektif berpotensi mendukung produksi SAF di kawasan ini,” jelas Karunagaran. (S-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat