visitaaponce.com

PBB Peringatkan Memburuknya Kekerasan Geng Bersenjata di Haiti

PBB Peringatkan Memburuknya Kekerasan Geng Bersenjata di Haiti
Antonio Guterres menyatakan prihatin akan kondisi kekerasan yang kian meningkat di Haiti.(AFP)

SEKRETARIS Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menyatakan keprihatinan atas memburuknya kasus pemerkosaan, kekerasan, pertumpahan darah, dan pelanggaran hukum di Haiti.

Dalam laporan pada Rabu (27/9), dia mendesak komunitas internasional untuk memberikan bantuan keamanan dan keuangan kepada negara Karibia yang sedang mengalami masalah tersebut.

Geng-geng brutal dan bersenjata semakin meresahkan di Haiti, anggotanya menembak tanpa pandang bulu dari atap-atap rumah dan orang-orang dibakar hidup-hidup. Kondisi itu, juga mendorong kelompok-kelompok lain main hakim sendiri untuk menanggapi kekerasan tersebut.

Baca juga: Dukungan Internasional Menguat untuk Mengatasi Krisis Haiti setelah Pembicaraan PBB

"Kekerasan yang berhubungan dengan geng terus meningkat dalam intensitas dan kebrutalan, geng-geng itu memperluas kendali mereka di dalam dan di luar Port-au-Prince," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dalam laporan itu.

"Kekerasan seksual, termasuk pemerkosaan kolektif, terus digunakan oleh geng-geng untuk meneror penduduk yang berada di bawah kendali geng-geng saingannya," tambahnya.

Baca juga: Pemimpin Militer Niger Kritik Antonio Guterres dan PBB

Laporan ini disampaikan, ketika para anggota Dewan Keamanan PBB memperdebatkan mandat misi keamanan internasional, yang diminta oleh pihak berwenang Haiti.

Haiti sejak tahun lalu meminta bantuan untuk melawan geng-geng bersenjata yang sebagian besar telah menguasai ibu kota Port-au-Prince. Sementara Kenya telah menunjukkan kesiapannya untuk memimpin misi keamanan ke Haiti.

Sebelum tawaran dari Kenya, tidak ada negara yang bersedia mengambil alih komando pasukan di Haiti. Kanada sempat mempertimbangkan, tetapi menganggapnya terlalu berisiko.

Diketahui, hampir 2.800 pembunuhan tercatat antara Oktober 2022 dan Juni 2023, termasuk sekitar 80 pembunuhan menargetkan anak di bawah umur.

Laporan itu, juga menyebutkan penculikan untuk mendapatkan uang tebusan meningkat, dengan hampir 1.500 orang diculik selama setahun terakhir, termasuk 55 anak di bawah umur.

“Jumlah sebenarnya bisa jadi lebih tinggi karena keluarga tidak selalu melaporkan kejahatan semacam itu kepada pihak berwenang dan lebih memilih untuk bernegosiasi secara langsung dengan para penculik,” tulis laporan itu.

Meskipun adanya penerapan sanksi dan embargo senjata terhadap Haiti, para pengamat menilai bahwa perdagangan gelap senjata dan amunisi terus berlanjut di negara tersebut. Akibatnya, polisi kalah jumlah dan pasokan persenjataan, sementara jaksa dan hakim takut untuk mengadili anggota geng.

"Menstabilkan situasi keamanan di Haiti akan membutuhkan dukungan internasional yang signifikan, tidak hanya polisi nasional untuk memulihkan keamanan, tetapi juga di bidang pemasyarakatan, sistem peradilan, pengawasan bea cukai dan manajemen perbatasan," pungkas Guterres.

Di lain kesempatan, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, telah menegaskan tidak akan menempatkan pasukannya dalam bahaya. Namun, AS menawarkan dukungan logistik, termasuk melalui transportasi udara, intelijen, penginapan, dan dukungan medis. (AFP/Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat